Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Sahabat GPAI Indonesia yang berbahagia...Meski wacana moratorium Ujian Nasional (UN) urung direalisasikan alasannya Presiden Joko Widodo menegaskan kembali untuk melakukan UN di Tahun 2017, namun ada kudang kecepejakan gres dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang cukup memmemberikankan angin segar pada beberapa mata pelajaran mirip Pendidikan Agama, PPKN, IPS dan lainnya (tergantung jenjang) dengan akan dilaksanakannya Ujian Sekolah Bersesuai ketentuan Nasional (USBN).
Untuk Pendidikan Agama khususnya Pendidikan Agama Islam (PAI) sendiri bergotong-royong terlaksanakan USBN bukanlah sesuatu yang gres alasannya Direktorat Pendidikan Agama Islam (DITPAI) Kementerian Agama RI sudah memulainya semenjak Tahun pelajaran 2008/2009 atau 8 Tahun silam yang awalnya berjulukan Ujian Sekolah Standar Nasional (USSN). Terobosan DITPAI tersebut merupakan langkah penting untuk meningkatkan mutu PAI sebagai mata pelajaran wajib yang diikuti akseptor didik (beragama Islam). Tujuan dari USSN yang kemudian berganti nama menjadi USBN, digariskan dalam pedoman terlaksanakannya mencakup 3 hal, yakni mepenilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran PAI, meningkatkan mutu pepenilaianan PAI pada satuan pendidikan dan mengmemperbaiki kinerja satuan pendidikan berdasar hasil pepenilaianan PAI.
Berikut ulasan tidak ada yang kurangnya yang admin kutip dari http://pendis.kemenag.go.id/;
Jakarta (Pendis) - Meski wacana moratorium Ujian Nasional (UN) urung direalisasikan alasannya Presiden Joko Widodo menegaskan kembali untuk melakukan UN di Tahun 2017, namun ada kudang kecepejakan gres dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang cukup memmemberikankan angin segar pada beberapa mata pelajaran mirip Pendidikan Agama, PPKN, IPS dan lainnya (tergantung jenjang) dengan akan dilaksanakannya Ujian Sekolah Bersesuai ketentuan Nasional (USBN).
Dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2017 ihwal Pepenilaianan Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Pepenilaianan Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan bisa dikatakan sebuah perhatian ludang kecepeh kepada mata pelajaran di atas yang selama ini masuk dalam mekanisme Ujian Sekolah (US). Dalam Pasal 5 Permendikbud No. 3 Tahun 2017 disebutkan bahwa setiap akseptor didik pada jalur formal wajib mengikuti UN, USBN dan US paling sedikit satu kali. Makara keikutsertaan dalam UN, USBN dan US menjadi syarat kelulusan.
Untuk Pendidikan Agama khususnya Pendidikan Agama Islam (PAI) sendiri bergotong-royong terlaksanakan USBN bukanlah sesuatu yang gres alasannya Direktorat Pendidikan Agama Islam (DITPAI) Kementerian Agama RI sudah memulainya semenjak Tahun pelajaran 2008/2009 atau 8 Tahun silam yang awalnya berjulukan Ujian Sekolah Standar Nasional (USSN). Meskipun ketika itu hanya diikuti oleh sekolah-sekolah di 44 kabupaten/kota di Indonesia yang menyatakan siap mensupport terselenggaranya Ujian Sekolah dengan label komplemen "Standar Nasional", namun terobosan DITPAI tersebut merupakan langkah penting untuk meningkatkan mutu PAI sebagai mata pelajaran wajib yang diikuti akseptor didik (beragama Islam) meskipun hanya 2 jam pelajaran setiap minggunya. Tujuan dari USSN yang kemudian berganti nama menjadi USBN,digariskan dalam pedoman terlaksanakannya mencakup 3 hal, yakni mepenilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran PAI, meningkatkan mutu pepenilaianan PAIpada satuan pendidikan dan mengmemperbaiki kinerja satuan pendidikan berdasar hasil pepenilaiananPAI.
Menurut Undang-undang Sisdiknas pada Pasal 36 ayat 1, dikatakan "pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada sesuai ketentuan nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional." Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 Pasal 3 ayat 2 dinyatakan "Pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama". Dan berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 26 ayat 1, dikatakan "pepenilaianan hasil berguru pendidikan agama mencakup pepenilaianan hasil oleh pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah." Makara bisa dikatakan USBN PAI yaitu salah satu bentuk tanggung tpendapat sekaligus amanah untuk melakukan ketiga landasan yuridis tersebut.
Jalan Panjang USBN PAI
Penyelenggaraan USBN PAI berlandaskan SK Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI bisa dikatakan menemui banyak lika-liku dalam implementasinya di lapangan. Setelah 3 Tahun terlaksanakan USBN semenjak Tahun Pelajaran 2008/2009 berdasarkan laporan memperbaiki Direktorat PAITahun 2011, ternyata angka partisipasi sekolah yang mengikuti USBN PAI masih sangat rendah hanya berkisar 5%. Artinya dari sekitar 200 ribu sekolah umum di Indonesia mulai dari SD hingga SMA/SMK, hanya 10 ribu sekolah yang menyatakan bisa menyelenggarakan USBNkarena banyak sekali perberat sebelahan. Dan pada Tahun-Tahun memberikankutnya ibaratnya terlaksanakan USBN PAI layaknya air mengalir yang tergantung bagaimana wadahnya. Ada kawasan yang siap melakukan dan ada yang tidak alasannya kudang kecepejakan USBN PAI masih dipandang belum menjadi kewajiban sekolah. Dari sekian provinsi di Indonesia yang tergolong konsisten menyelenggarakan USBN PAI sekaligus melaporkan hasilnya yaitu Provinsi Daerah spesial Yogyakarta (DIY).
Ada 5 hal yang menjadi masalah atau rintangan pokok terlaksanakan USBN PAI di daerah. Pertama payung hukum, maksudnya USBN PAI belum mempunyai legitimasi aturan yang kuat, kedua kurangnya memperkenalkan di daerah, ketiga lemahnya koordinasi antara Kemenag dan Kemendikbud di daerah, keempat minimnya anggaran USBN, dan kelima lemahnya kemampuan SDM kawasan dalam hal penyusunan 75% soal yang menjadi wewenangnya. Kelima hal ini hampir menjadi alasan umum dan klasik mengapa kesannya di beberapa kawasan USBN PAI belum bisa diselenggarakan.
Payung aturan sebuah kudang kecepejakan amat menghipnotis kepatuhan terlaksanakannya. Menurut Edward III dalam teori implementasi, suatu kudang kecepejakan akan dampak dan imbastif jikalau memenuhi 4 faktor utama yakni komunikasi, sumber daya, disposisi (kemauan untuk melakukan dengan sungguh-sungguh) dan struktur birokrasi. Banyak kalangan yang menganggap USBN PAI bukan keharusan untuk dilaksanakan alasannya perintah tersebut masih sebatas taraf SK Dirjen. Padahal yang diinginkan sebagian besar pihak, USBN itu bisa setara dengan UN yang ditanda tangani oleh Menteri (Mendikbud dan Menag dalam bentuk SK Bersama) yang tentunya berberesiko ludang kecepeh mengikat. Di Provinsi DIY berdasar penelitian ada 17% sekolah-sekolah dibawah satu yayasan Islam tapi justru mengajukan surat resmi untuk tidak mengikuti USBN PAI dengan beberapa alasan mirip mereka mempunyai perangkat kurikulum PAI sendiri yang bobotnya ludang kecepeh banyak dibanding kurikulum PAI nasional, USBN ludang kecepeh cocok untuk siswa-siswa di madrasah, juga kekhawatiran terjadi kekhilafiyahan (perbedaan) dalam memahami soal-soal fiqih yang bisa menciptakan kerancuan berpikir siswa. Meskipun sudah dimemberikan tpendapat persuasif namun pihak yayasan kesannya hanya menekankan tpendapatan tanggapan bahwa USBN bersifat sunah, boleh dilaksanakan boleh tidak. Dengan adanya lampu hijau dari Mendikbud di Tahun 2017 ini, semoga menjadi angin segar bagi berharap terselenggaranya USBN PAI di seluruh Indonesia tanpa banyak alasan dan perberat sebelahan lagi.
Sosialisasi kudang kecepejakan masih berdasarkan teori Edward III harus mencakup dimensi transformasi, disampaikan kepada tiruana pihak baik pelaksana maupun yang terkait eksklusif dan tidak langsung, kedua dimensi kejelasan, harus terang arah dan tujuan yang ingin dicapai semoga dipahami bersama, ketiga dimensi konsistensi artinya tetap akad terlaksanakanya dan terpantau dengan baik. Sosialisasi USBN PAI ternyata bukan hanya di tingkat internal yakni pihak sekolah dan panitia penyeleggara tapi juga kalangan eksternal mirip tokoh agama alasannya memang yang berkaitan dengan agama perlu penyikapan secara hati-hati.
Adapun koordinasi yang paling penting yaitu kerjasama antara Kemenag dengan Dinas Pendidikan di daerah. Seperti diketahui penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah umum memang berada dibawah wewenang Kemendikbud melalui Dinas Pendidikan di daerah, ada pun Kemenag berwenang pada pelatihan Guru PAI (GPAI) dan mata pelajaran PAI yang diampunya berdasar PP Nomor 55 Tahun 2007 di atas, sehingga jikalau keduanya tidak bisa saling bekerja sama dan berkoordinasi maka tidak ringan dan sepele kiranya USBN digulirkan dengan lancar. Dan pola dari hasil pengamatan di Provinsi DIY menerangkan bahwa proses terselenggaranya USBN terbilang sukses alasannya Dinas Pendidikan Provinsi DIY sangat mensupport pihak Penyelenggara USBN PAItingkat Provinsi yakni Kanwil Kemenag DIY mulai dari penentuan jadwal, pendataan siswa hingga pendistribusian materi ujian.
Adapun rintangan keempat terkait anggaran memang bukan hal yang remeh. Meski setiap Tahun pihak sekolah mengalokasikan anggaran US bukan berarti serta merta dengan memperringan dan sepele mengalihkannya ke USBN apalagi jikalau sudah terpatri pandangan bahwa USBN PAI itu hajatnya Kemenag. Siapa punya hajat, beliau lah yang bertanggung tpendapat. Di sinilah diharapkan akad berpengaruh termasuk pinjaman dari pihak pemerintah kawasan jikalau dapat. Menengok awal mula terlaksanakan USBN PAI justru ditawarkan kepada kepala-kepala kawasan yang menerima apresiasi dari pemerintah dalam hal kepedulian terhadap pendidikan agama di daerahnya. Mereka `ditantang`, dan kemudian memberikan diri siap sebagai kawasan penyelenggara USBN PAI di sekolah-sekolahnya dengan didanai oleh pemerintah daerah. Menarik contohnya mencermati perkembangan USBN PAI di Provinsi DIY. Tahun 2010, kudang kecepejakan USBN PAI hanya disambut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. Pada Tahun 2011 kemudian, seluruh kabupaten dan kota di Provinsi DIY menyelenggarakan USBN PAI dibawah pengelolaan termasuk anggaran Panitia USBN Provinsi, dan di Tahun 2012 dan 2013 DIY tidak hanya menyelenggarakan USBN PAI tapi juga USBN Pendidikan Agama lain dengan didanai anggaran USBN PAI. Sekali lagi jikaUSBN benar-benar menjadi akad Kemendikbud di Tahun 2017, maka dilema anggaran pastinya tidak lagi menjadi rintangan alasannya sudah dialokasikan secara jelas.
Terakhir terkait lemahnya SDM dalam hal ini kemampuan guru PAI dalam menyusun soal ini juga menjadi dilema tak kalah urgen alasannya di situlah letak kualitas materi USBN itu sendiri. Perlu menjadi pemahaman bersama yang dimaksud USBN sejauh ini teknisnya yaitu kisi-kisi soal dibentuk oleh Kementerian Agama (pusat) yang dipantau dan disahkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kemudian pihak sentra juga berkontribusi menciptakan soal dari kisi-kisi tersebut sebanyak 25%. Sedangkan 75% soal merupakan donasi guru-guru PAI di kawasan yang sudah dipilih atau diseleksi sebagai tim penyusun soal oleh Panitia USBN Provinsi atau Kabupaten/Kota. Ini berbeda dengan UN yang kisi-kisi maupun materi soal menjadi wewenang sentra dalam hal ini Kemendikbud meskipun dalam penyusunannya tetap melibatkan guru. Bayangkan jikalau yang menyusun 75% soal USBN bukan SDM kawasan yang bermutu dalam menafsirkan kisi-kisi maupun menciptakan soal?. Ini yang menjadi PR bersama. Berdasar pengalaman di lapangan, USBN PAI ternyata memmemberikan beresiko positif pada kinerja GPAI di Provinsi DIY. Misalnya para guru yang terkumpul dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) maupun Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) menjadi ludang kecepeh aktif dan kreatif dalam pelatihan menciptakan soal-soal PAI alasannya mereka juga digiatkan dalam acara Try Out baik di sekolah, tingkat kabupaten maupun Try Out yang diselenggarakan Panitia Provinsi.
Payung Harapan USBN PAI Ke Depan
Berdasarkan Rapat Koordinasi bersama antara Kemendikbud, Kemenag dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Direktur PAI melalui surat edarannya tertanggal 27 Januari 2017 memberikan poin-poin penting terkait terlaksanakan USBN PAI Tahun ini yang akan dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia. Pertama, bahwa penyusunan kisi-kisi dan master soal PAI tetap menjadi wewenang dan tanggung tpendapat Kementerian Agama. DITPAI juga menyusun soal inti atau anchor items sebanyak 25% dari jumlah soal. Ketiga, Kanwil Kemenag Provinsi bertanggungtpendapat menyusun 75% soal dengan memberdayakan GPAI dari KKG danMGMP PAI. Yang terbaru, untuk materi soal USBN PAI SD, SMP, SMA/SMK terdiri atas 2 jenis yakni 40 soal pilihan ganda (PG) dan 5 soal essai. Adapun penggandaan soal USBN PAIdilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat melalui MKKS. Terakhir mengenai agenda penyelenggaraan USBN PAI akan ditetapkan bersama antara Kantor Kemenag Kab/Kota dengan Dinas Pendidikan.
Sampai Februari 2017 Direktorat PAI sudah mengirimkan kisi-kisi USBN PAI ke Kanwil Kemenag Provinsi melalui bidang PAI/PAKIS/Pendis di seluruh Indonesia dengan sistem password yang hanya diketahui oleh pihak Pokja USBN PAI di Direktorat PAI. Dari bidang PAIS/PAKIS/Pendis di Provinsi, kisi-kisi tersebut gres diserahkan kepada Tim Penyusun Soal USBN terseleksi di Provinsi untuk dibentuk master soalnya. Harapannya, terlaksanakan USBN PAI Tahun Pelajaran 2016/2017 tetap berjalan dengan lancar dan kondusif terkendali. Meskipun mungkin saja untuk kawasan tertentu merupakan pengalaman perdana. Dengan adanya kudang kecepejakan gres ini, semoga payung terkembang ludang kecepeh lebar untuk penyelenggaran USBN PAI yang ludang kecepeh baik dan profesional.
(Sih Wikaningtyas, S.Si, M.Pd, JFU Pengembang Kapasitas Pendidik Subdit PAI SD, Direktorat Pendidikan Agama Islam)
Dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2017 ihwal Pepenilaianan Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Pepenilaianan Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan bisa dikatakan sebuah perhatian ludang kecepeh kepada mata pelajaran di atas yang selama ini masuk dalam mekanisme Ujian Sekolah (US). Dalam Pasal 5 Permendikbud No. 3 Tahun 2017 disebutkan bahwa setiap akseptor didik pada jalur formal wajib mengikuti UN, USBN dan US paling sedikit satu kali. Makara keikutsertaan dalam UN, USBN dan US menjadi syarat kelulusan.
Untuk Pendidikan Agama khususnya Pendidikan Agama Islam (PAI) sendiri bergotong-royong terlaksanakan USBN bukanlah sesuatu yang gres alasannya Direktorat Pendidikan Agama Islam (DITPAI) Kementerian Agama RI sudah memulainya semenjak Tahun pelajaran 2008/2009 atau 8 Tahun silam yang awalnya berjulukan Ujian Sekolah Standar Nasional (USSN). Meskipun ketika itu hanya diikuti oleh sekolah-sekolah di 44 kabupaten/kota di Indonesia yang menyatakan siap mensupport terselenggaranya Ujian Sekolah dengan label komplemen "Standar Nasional", namun terobosan DITPAI tersebut merupakan langkah penting untuk meningkatkan mutu PAI sebagai mata pelajaran wajib yang diikuti akseptor didik (beragama Islam) meskipun hanya 2 jam pelajaran setiap minggunya. Tujuan dari USSN yang kemudian berganti nama menjadi USBN,digariskan dalam pedoman terlaksanakannya mencakup 3 hal, yakni mepenilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran PAI, meningkatkan mutu pepenilaianan PAIpada satuan pendidikan dan mengmemperbaiki kinerja satuan pendidikan berdasar hasil pepenilaiananPAI.
Menurut Undang-undang Sisdiknas pada Pasal 36 ayat 1, dikatakan "pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada sesuai ketentuan nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional." Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 Pasal 3 ayat 2 dinyatakan "Pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama". Dan berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 26 ayat 1, dikatakan "pepenilaianan hasil berguru pendidikan agama mencakup pepenilaianan hasil oleh pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah." Makara bisa dikatakan USBN PAI yaitu salah satu bentuk tanggung tpendapat sekaligus amanah untuk melakukan ketiga landasan yuridis tersebut.
Jalan Panjang USBN PAI
Penyelenggaraan USBN PAI berlandaskan SK Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI bisa dikatakan menemui banyak lika-liku dalam implementasinya di lapangan. Setelah 3 Tahun terlaksanakan USBN semenjak Tahun Pelajaran 2008/2009 berdasarkan laporan memperbaiki Direktorat PAITahun 2011, ternyata angka partisipasi sekolah yang mengikuti USBN PAI masih sangat rendah hanya berkisar 5%. Artinya dari sekitar 200 ribu sekolah umum di Indonesia mulai dari SD hingga SMA/SMK, hanya 10 ribu sekolah yang menyatakan bisa menyelenggarakan USBNkarena banyak sekali perberat sebelahan. Dan pada Tahun-Tahun memberikankutnya ibaratnya terlaksanakan USBN PAI layaknya air mengalir yang tergantung bagaimana wadahnya. Ada kawasan yang siap melakukan dan ada yang tidak alasannya kudang kecepejakan USBN PAI masih dipandang belum menjadi kewajiban sekolah. Dari sekian provinsi di Indonesia yang tergolong konsisten menyelenggarakan USBN PAI sekaligus melaporkan hasilnya yaitu Provinsi Daerah spesial Yogyakarta (DIY).
Ada 5 hal yang menjadi masalah atau rintangan pokok terlaksanakan USBN PAI di daerah. Pertama payung hukum, maksudnya USBN PAI belum mempunyai legitimasi aturan yang kuat, kedua kurangnya memperkenalkan di daerah, ketiga lemahnya koordinasi antara Kemenag dan Kemendikbud di daerah, keempat minimnya anggaran USBN, dan kelima lemahnya kemampuan SDM kawasan dalam hal penyusunan 75% soal yang menjadi wewenangnya. Kelima hal ini hampir menjadi alasan umum dan klasik mengapa kesannya di beberapa kawasan USBN PAI belum bisa diselenggarakan.
Payung aturan sebuah kudang kecepejakan amat menghipnotis kepatuhan terlaksanakannya. Menurut Edward III dalam teori implementasi, suatu kudang kecepejakan akan dampak dan imbastif jikalau memenuhi 4 faktor utama yakni komunikasi, sumber daya, disposisi (kemauan untuk melakukan dengan sungguh-sungguh) dan struktur birokrasi. Banyak kalangan yang menganggap USBN PAI bukan keharusan untuk dilaksanakan alasannya perintah tersebut masih sebatas taraf SK Dirjen. Padahal yang diinginkan sebagian besar pihak, USBN itu bisa setara dengan UN yang ditanda tangani oleh Menteri (Mendikbud dan Menag dalam bentuk SK Bersama) yang tentunya berberesiko ludang kecepeh mengikat. Di Provinsi DIY berdasar penelitian ada 17% sekolah-sekolah dibawah satu yayasan Islam tapi justru mengajukan surat resmi untuk tidak mengikuti USBN PAI dengan beberapa alasan mirip mereka mempunyai perangkat kurikulum PAI sendiri yang bobotnya ludang kecepeh banyak dibanding kurikulum PAI nasional, USBN ludang kecepeh cocok untuk siswa-siswa di madrasah, juga kekhawatiran terjadi kekhilafiyahan (perbedaan) dalam memahami soal-soal fiqih yang bisa menciptakan kerancuan berpikir siswa. Meskipun sudah dimemberikan tpendapat persuasif namun pihak yayasan kesannya hanya menekankan tpendapatan tanggapan bahwa USBN bersifat sunah, boleh dilaksanakan boleh tidak. Dengan adanya lampu hijau dari Mendikbud di Tahun 2017 ini, semoga menjadi angin segar bagi berharap terselenggaranya USBN PAI di seluruh Indonesia tanpa banyak alasan dan perberat sebelahan lagi.
Sosialisasi kudang kecepejakan masih berdasarkan teori Edward III harus mencakup dimensi transformasi, disampaikan kepada tiruana pihak baik pelaksana maupun yang terkait eksklusif dan tidak langsung, kedua dimensi kejelasan, harus terang arah dan tujuan yang ingin dicapai semoga dipahami bersama, ketiga dimensi konsistensi artinya tetap akad terlaksanakanya dan terpantau dengan baik. Sosialisasi USBN PAI ternyata bukan hanya di tingkat internal yakni pihak sekolah dan panitia penyeleggara tapi juga kalangan eksternal mirip tokoh agama alasannya memang yang berkaitan dengan agama perlu penyikapan secara hati-hati.
Adapun koordinasi yang paling penting yaitu kerjasama antara Kemenag dengan Dinas Pendidikan di daerah. Seperti diketahui penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah umum memang berada dibawah wewenang Kemendikbud melalui Dinas Pendidikan di daerah, ada pun Kemenag berwenang pada pelatihan Guru PAI (GPAI) dan mata pelajaran PAI yang diampunya berdasar PP Nomor 55 Tahun 2007 di atas, sehingga jikalau keduanya tidak bisa saling bekerja sama dan berkoordinasi maka tidak ringan dan sepele kiranya USBN digulirkan dengan lancar. Dan pola dari hasil pengamatan di Provinsi DIY menerangkan bahwa proses terselenggaranya USBN terbilang sukses alasannya Dinas Pendidikan Provinsi DIY sangat mensupport pihak Penyelenggara USBN PAItingkat Provinsi yakni Kanwil Kemenag DIY mulai dari penentuan jadwal, pendataan siswa hingga pendistribusian materi ujian.
Adapun rintangan keempat terkait anggaran memang bukan hal yang remeh. Meski setiap Tahun pihak sekolah mengalokasikan anggaran US bukan berarti serta merta dengan memperringan dan sepele mengalihkannya ke USBN apalagi jikalau sudah terpatri pandangan bahwa USBN PAI itu hajatnya Kemenag. Siapa punya hajat, beliau lah yang bertanggung tpendapat. Di sinilah diharapkan akad berpengaruh termasuk pinjaman dari pihak pemerintah kawasan jikalau dapat. Menengok awal mula terlaksanakan USBN PAI justru ditawarkan kepada kepala-kepala kawasan yang menerima apresiasi dari pemerintah dalam hal kepedulian terhadap pendidikan agama di daerahnya. Mereka `ditantang`, dan kemudian memberikan diri siap sebagai kawasan penyelenggara USBN PAI di sekolah-sekolahnya dengan didanai oleh pemerintah daerah. Menarik contohnya mencermati perkembangan USBN PAI di Provinsi DIY. Tahun 2010, kudang kecepejakan USBN PAI hanya disambut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. Pada Tahun 2011 kemudian, seluruh kabupaten dan kota di Provinsi DIY menyelenggarakan USBN PAI dibawah pengelolaan termasuk anggaran Panitia USBN Provinsi, dan di Tahun 2012 dan 2013 DIY tidak hanya menyelenggarakan USBN PAI tapi juga USBN Pendidikan Agama lain dengan didanai anggaran USBN PAI. Sekali lagi jikaUSBN benar-benar menjadi akad Kemendikbud di Tahun 2017, maka dilema anggaran pastinya tidak lagi menjadi rintangan alasannya sudah dialokasikan secara jelas.
Terakhir terkait lemahnya SDM dalam hal ini kemampuan guru PAI dalam menyusun soal ini juga menjadi dilema tak kalah urgen alasannya di situlah letak kualitas materi USBN itu sendiri. Perlu menjadi pemahaman bersama yang dimaksud USBN sejauh ini teknisnya yaitu kisi-kisi soal dibentuk oleh Kementerian Agama (pusat) yang dipantau dan disahkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kemudian pihak sentra juga berkontribusi menciptakan soal dari kisi-kisi tersebut sebanyak 25%. Sedangkan 75% soal merupakan donasi guru-guru PAI di kawasan yang sudah dipilih atau diseleksi sebagai tim penyusun soal oleh Panitia USBN Provinsi atau Kabupaten/Kota. Ini berbeda dengan UN yang kisi-kisi maupun materi soal menjadi wewenang sentra dalam hal ini Kemendikbud meskipun dalam penyusunannya tetap melibatkan guru. Bayangkan jikalau yang menyusun 75% soal USBN bukan SDM kawasan yang bermutu dalam menafsirkan kisi-kisi maupun menciptakan soal?. Ini yang menjadi PR bersama. Berdasar pengalaman di lapangan, USBN PAI ternyata memmemberikan beresiko positif pada kinerja GPAI di Provinsi DIY. Misalnya para guru yang terkumpul dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) maupun Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) menjadi ludang kecepeh aktif dan kreatif dalam pelatihan menciptakan soal-soal PAI alasannya mereka juga digiatkan dalam acara Try Out baik di sekolah, tingkat kabupaten maupun Try Out yang diselenggarakan Panitia Provinsi.
Payung Harapan USBN PAI Ke Depan
Berdasarkan Rapat Koordinasi bersama antara Kemendikbud, Kemenag dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Direktur PAI melalui surat edarannya tertanggal 27 Januari 2017 memberikan poin-poin penting terkait terlaksanakan USBN PAI Tahun ini yang akan dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia. Pertama, bahwa penyusunan kisi-kisi dan master soal PAI tetap menjadi wewenang dan tanggung tpendapat Kementerian Agama. DITPAI juga menyusun soal inti atau anchor items sebanyak 25% dari jumlah soal. Ketiga, Kanwil Kemenag Provinsi bertanggungtpendapat menyusun 75% soal dengan memberdayakan GPAI dari KKG danMGMP PAI. Yang terbaru, untuk materi soal USBN PAI SD, SMP, SMA/SMK terdiri atas 2 jenis yakni 40 soal pilihan ganda (PG) dan 5 soal essai. Adapun penggandaan soal USBN PAIdilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat melalui MKKS. Terakhir mengenai agenda penyelenggaraan USBN PAI akan ditetapkan bersama antara Kantor Kemenag Kab/Kota dengan Dinas Pendidikan.
Sampai Februari 2017 Direktorat PAI sudah mengirimkan kisi-kisi USBN PAI ke Kanwil Kemenag Provinsi melalui bidang PAI/PAKIS/Pendis di seluruh Indonesia dengan sistem password yang hanya diketahui oleh pihak Pokja USBN PAI di Direktorat PAI. Dari bidang PAIS/PAKIS/Pendis di Provinsi, kisi-kisi tersebut gres diserahkan kepada Tim Penyusun Soal USBN terseleksi di Provinsi untuk dibentuk master soalnya. Harapannya, terlaksanakan USBN PAI Tahun Pelajaran 2016/2017 tetap berjalan dengan lancar dan kondusif terkendali. Meskipun mungkin saja untuk kawasan tertentu merupakan pengalaman perdana. Dengan adanya kudang kecepejakan gres ini, semoga payung terkembang ludang kecepeh lebar untuk penyelenggaran USBN PAI yang ludang kecepeh baik dan profesional.
(Sih Wikaningtyas, S.Si, M.Pd, JFU Pengembang Kapasitas Pendidik Subdit PAI SD, Direktorat Pendidikan Agama Islam)
Sumber : http://pendis.kemenag.go.id/index.
Advertisement