Info Populer 2022

Juknis Pemberdayaan Orang Bau Tanah Di Ra Sk Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2769

Juknis Pemberdayaan Orang Bau Tanah Di Ra Sk Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2769
Juknis Pemberdayaan Orang Bau Tanah Di Ra Sk Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2769
Berikut ini yaitu berkas Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019. Download file format PDF.

 Berikut ini yaitu berkas Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA  Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019
Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019

Download Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019

Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019 Tentang Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Raudhatul Athfal ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019



Download File:
Download Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019.pdf

Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019 Tentang Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Raudhatul Athfal:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2767 TAHUN 2019
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK
RAUDHATUL ATHFAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,

Menimbang:
a. bahwa untuk mewujudkan pendampingan pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal di RA diharapkan pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK) Raudhatul Athfal;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam abjad a, perlu memutuskan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam perihal Petunjuk Teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Raudhatul Athfal;
Mengingat:
  1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 perihal Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3670);
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 perihal Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3886);
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 perihal Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 perihal Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 perihal Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5606);
  4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 perihal Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 ten tang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 perihal Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 perihal Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
  7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013 perihal Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 146);
  8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 perihal Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
  9. Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agama Nornor 66 Tahun 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah;
  10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 perihal Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini;
  11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 perihal Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini;
  12. Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 perihal Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
  13. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 792 Tahun 2018 perihal Pedoman Implementasi Kurikulum Raudhatul Athfal;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK RAUDHATUL ATHFAL.

KESATU
Menetapkan Petunjuk Teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK) Raudhatul Athfal sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan penggalan tidak terpisahkan dari keputusan ini. 

KEDUA
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK) Raudhatul Athfal sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM KESATU sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran ditingkat satuan pendidikan Raudhatul Athfal.

KETIGA
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 2019
DIREKTUR JENDERAL
PENDIDIKAN ISLAM
Ttd.
KAMARUDDIN AMIN

LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2767 TAHUN 2019
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK RAUDHATUL ATHFAL

PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK RAUDHATUL ATHFAL

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya marrusia yang berkualitas merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Sumber daya marrusia yang berkualitas ini berasal dari anak yang tumbuh dan berkembang secara optimal. Pertumbuhan dan perkembangan secara optimal merupakan hasil dari proses yang panjang, mulai dari dalam kandungan hingga dewasa. Tumbuh kembang anak yang optimal memerlukan proses stimulasi, deteksi dan intervensi yang sanggup dilakukan semenjak dini.

Sebagai generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang anak di Indonesia perlu mendapatka.n perhatian yang serius, dengan mendapatkan gizi yang seimbang, stimulasi yang kaya, pengasuhan yang baik, terjangkaunya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memperoleh kepastian proteksi hukum.

Kualitas tumbuh kembang anak di Indonesia mengacu pada konsep Holistik Integratif (HI). Konsep HI perlu didukung melalui stimulasi, deteksi, dan intervensi. Upaya mi dilakukan untuk mengetahui kendala tumbuh kembang anak, sehingga sanggup segera diberikan intervensi/ penanganan secara sempurna semenjak dini, semoga tumbuh kembang anak tercapai secara optimal. Pemberian stimulasi, deteksi dan intervensi tumbuh kembang untuk memenuhi kebutuhan anak yang bermacam-macam meliputi banyak sekali aspek fisik dan non fisik termasuk mental, emosional, dan sosial. Stimulasi atau rangsangan merupakan kegiatan tertentu yang diberikan kepada anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Usia dini merupakan "golden age", yaitu usia emas yang tidak sanggup terulang kembali dan sangat besar lengan berkuasa pada kehidupan selanjutnya. Pada masa ini stimulasi harus diberikan secara maksimal dan berkesinambungan atau terus menerus.

Di dalam proses tumbuh kembang anak, terdapat anak yang sesuai dengan kiprah perkembangannya dan terdapat pula anak yang mengalami kendala atau gangguan yang dikenal dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Al-Quran mengamanatkan kepada para orangtua dan pendidik bahwa hendaknya takut kepada Allah apabila meninggalkan generasi penerus dalam kondisi lemah, baik fisik maupun mental sebagaimana tertuang dalam surat An-Nisa ayat 9 yang artinya: "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka belum dewasa yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh alasannya itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar".

Deteksi dini tumbuh kembang anak yaitu proses skrining atau pendeteksian secara dini adanya kendala atau gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Setelah dilakukan deteksi dini, selanjutnya dilakukan intervensi. Intervensi yaitu penanganan terhadap kendala atau gangguan tumbuh kembang semoga tumbuh kembangnya menjadi Jebih optimal.

Di dalam proses deteksi dini tumbuh kembang anak, perlu pelibatan tenaga profesional menyerupai dokter, psikolog, terapis dan tenaga jago lainnya dalam memastikan kendala atau gangguan yang dialami. Dengan demikian sanggup ditentukan tindak lanjut penanganan sesuai dengan indikasi yang ditemukan secara tepat.

Kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak harus dilakukan secara menyeluruh, berkelanjutan, dan terkoordinasi dengan baik. Koordinasi dilakukan dalam bentuk kemitraan antara RA, keluarga, masyarakat, dan tenaga profesional.

Indikator keberhasilan training tumbuh kembang anak tidak hanya meningkatkan status kesehatan dan gizi anak tetapi juga mental, emosional, dan sosial serta kemandirian anak, yang pada hasilnya anak sanggup tumbuh dan berkembang optimal.

Dengan demikian penting bagi banyak sekali pemangku kepentingan menyerupai orangtua, guru, pendidik, Jembaga, dan pengasuh untuk sanggup melaksanakan stimulasi, deteksi, dan intervensi semenjak dini terhadap tumbuh kembang anak, khususnya pada rentang usia 0-6 tahun semoga anak tumbuh dan berkembang secara optimal.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI perlu menerbitkan Petunjuk Teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK) Raudhatul Athfal.

B.Tujuan

Tujuan dari petunjuk teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yaitu memperlihatkan panduan operasional untuk melaksanakan deteksi dini tumbuh kembang anak di RA.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup petunjuk teknis DDTK ini mencakup:
  1. Menjelaskan Konsep Tumbuh Kembang Anak;
  2. Memahami Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK);
  3. Melakukan Stimulasi Dini Tumbuh Kem bang Anak;
  4. Melakukan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK);
  5. Merancang Intervensi/ Penanganan bagi ABK.


D.Sasaran

Sasaran petunjuk teknis DDTK ini yaitu pengelola, pelaksana, penyelenggara, dan pemangku kepentingan RA.


BAB II KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

1. Pengertian Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan (growth) merupakan proses dalam hidup insan yang terkait dengan problem perubahan dalam besar , jumlah, ukuran atau massa organ manusia. Semua perubahan ini sanggup dilihat melalui perubahan dari ukuran menyerupai berat badan, dan tinggi badan.

Adapun perkembangan merupakan proses bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang bersifat lebih kompleks dengan pola yang teratur dan sanggup diramalkan. Perkembangan merupakan hasil dar i proses mencar ilmu dan pematangan. Peristiwa perkembangan ini berkaitan dengan problem psikologis menyerupai kemampuan kognitif, bahasa, fisik-motorik, sosial dan emosional, moral dan seni.

Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor luar diri. Faktor dari dalam diri berupa faktor genetik dan proses selama kehamilan. Sedangkan faktor luar ber upa gizi, pola asuh dan in teraksi dengan sekitarnya.

2. Fase Tumbuh Kembang Anak Usia 4-6 Tahun
a. Tumbuh kembang anak usia empat tahun.
Anak usia empat tahun umumnya mempunyai berat tubuh (BB) bertambah kurang lebih dua kilogram/tahun, tinggi badannya dua kali tinggi tubuh ketika lahir.
1) Perkembangan motorik kasar:
a) Mampu berjalan lurus ke depan dan ke belakang.
b) Berdiri di atas papan titian.
c) Melompat sambil berlari.
d) Mampu berbelok dan berhenti secara efektif.

2) Perkembangan motorik halus :
a) Mampu menggunting mengikuti garis lurus, lengkung atau zig-zag.
b) Mengkoordinasikan jari tanggan dengan mata.
c) Membuat bentuk persegi empat.
d) Menyelesaikan pasel empat keping.

3) Perkembangan kognitif:
a) Anak bisa mengelompokkan benda berdasarkan warna, bentuk, ukuran.
b) Mulai berlatih berfikir logis.

4) Perkembangan bahasa :
a) Kosa kata yang dikuasainya lebih dari 1000 kata, sekalipun yang dipakai tidak sebanyak itu.
b) Tata bahasa sudah mulai komplek, seperti, "Aku mau sholat ashar ".
c) Sering menggunakan kata tanya untuk memenuhi rasa ingin tahunya.
d) Mulai memperhatikan kata-kata gres dan menanyakan maknanya.

5) Perkembangan sosial kemandirian :

a) Ditandai dengan kemampuan bermain dan berinteraksi dengan anak lain.
b) Menunjukkan perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin.
c) Mampu menggunakan dan melepas baju tanpa dibantu.

6) Perkembangan emosi :
a) Mulai mengenal empati.
b) Mulai bisa memahami ekspresi emosi.
c) Mampu memperlihatkan rasa sayang.

b. Tumbuh kembang anak usia lima tahun.

Secara fisik, anak usia lima tahun pada umumnya berat tubuh bertambah kurang lebih dua kilogram/tahun, tinggi badannya dua kali tinggi tubuh ketika lahir.
1) Perkembangan motorik kasar:
a) Mampu berlari.
b) Mampu berbelok dan berhenti dengan terkontrol.
c) Melompat ke depan 10 kali tanpa terjatuh.
d) Berjalan di atas papan keseimbangan.

2) Perkembangan motorik halus:
a) Mewarnai dengan lebih rapi.
b) Melipat pakaian.
c) Mulai bisa menggambar dan menulis.

3) Perkembangan kognitif:
a) Mampu menyusun berdasarkan urutan tertentu (sequence).
b) Logika berfikirnya makin sistematis.

4) Perkembangan bahasa:
a) Menguasai minimal 1000 - 1500 kosa kata.
b) Makin lancar berbicara termasuk mengucapkan abjad yang sulit menyerupai "r".
c) Menggunakan kata ganti "saya" dan "kamu" dengan sempurna tanpa terbolak-balik.

5) Perkembangan sosial kemandirian:
a) Bisa makan sendiri dengan lebih tertib.
b) Mandi sendiri.
c) Bisa membuatkan menyerupai membagi bekal yang dibawa dengan sahabat sekolahnya.
d) Bisa mengucapkan kata permisi, tolong, maaf, dan terima kasih sesuai dengan konteks.

6) Perkembangan emosi:
a) Anak mulai "iri hati" (ingin mempunyai benda atau mainan menyerupai temannya).
b) Kalau sudah mernpunyai adik sesekali ia akan memperlihatkan rasa cemburu, namun di lain waktu akan memperlihatkan rasa sayangnya.

c. Tumbuh kembang anak usia enam tahun.
Anak usia enam tahun secara fisik berat tubuh bertambah kurang lebih dua kg/tahun, tinggi badanya 1,5 kali dari tinggi tubuh ketika usia satu tahun.

1) Perkembangan motorik kasar:
a) Mampu mengikuti gerakan senam yang dicontohkan.
b) Berlari.
c) Menendang dan melempar bola dengan baik.

2) Perkembangan motorik halus:
a) Mampu menulis, menggambar, mewarnai lebih rapi.
b) Menggunting sesuai pola lingkar, segitiga, segi empat.

3) Perkembangan kognitif:
a) Mampu mengurutkan bilangan.
b) Memahami perbandingan lebih besar-lebih kecil.
c) Logika berfikirnya makin berkembang dengan baik.

4) Perkembangan bahasa:
a) Kosakata yang dikuasainya makin banyak, minimal mempunyai pembendaharaan 2.500 kosakata
b) Bisa menentukan kosakata yang lebih santun ketika berbicara dengan orang tua, guru dan orang cukup umur lainnya.
c) Dapat menceritakan pengalaman yang telah dialaminya dengan baik.

5) Perkembangan sosial kemandirian
a) Bisa makan, mandi dan melaksanakan rutinitas lainnya sendiri.
b) Membantu orantua untuk hal-hal sederhana menyerupai merapikan daerah tidurnya, mamasukkan pakaiannya ke dalam lemari.

6) Perkembangan emosi:
a) Anak mempunyai emosi yang semakin kompleks: ia bisa mencicipi kesedihan orang lain (empati) dan memperlihatkan simpatinya.
b) Kalau murka sudah bisa diberikan pengertian supaya tidak mengamuk atau berguling-guling.


Dengan demikian sanggup disimpulkan bahwa anak usia empat hingga enam tahun mempunyai kiprah perkembangan sebagai berikut:
a. Kemampuan melaksanakan gerakan kasar dan halus semakin berkembang dan kompleks;
b. Kemampuan menggunakan bahasa untuk memecahkan masalah;
c. Kemampuan menggunakan bahasa untuk memperkuat interaksi dengan sahabat sebaya dan orang dewasa, sehingga sanggup berafiliasi dengan orang lain;
d. Kemampuan menggunakan banyak sekali jenis materi mainan;
e. Kemampuan bermain sudah mengalami kemajuan dari bermain senson kepada tahap main simbolik (bermain peran) dan konstruktif (pembangunan); dan
f. Mampu menggunakan papan lukis, dan bermacam-macam materi main pembangunan lainnya.
Setelah pendidik mempunyai pemahaman yang baik terhadap tahapan kiprah perkernbangan anak, maka sanggup menjadi bekal untuk memahami jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.

B. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK):

1. Kehilangan Kemampuan Pendengaran
Kehilangan kemampuan pendengaran sanggup digolongkan ke dalam beberapa macam yaitu: Kehilangan pendengaran yang sudah terjadi pada ketika lahir disebut sebagai kehilangan pendengaran bawaan (congenital hearing loss), dan kehilangan kemampuan ini terjadi setelah anak lahir di sebut kehilangan pendengaran (adventitious hearing loss).

a. Karakteristik anak dengan kesulitan mendengar antara lain:
1) Kesulitan dalam berkornunikasi.
2) Pembelajaran melalui pengalaman pribadi menjadi terbatas.
3) Secara kognitif tidak terlalu banyak berbeda dengan anak normal.
4) Secara akademik biasanya agak menonjol dibidang matematika, namun untuk bahasa dan membaca masih terus harus menerima dukungan dari lingkungan sekitar semoga terus berkembang.
5) Secara sosial emosional lantaran mereka terbatas dalam berinteraksi secara pribadi di dalam kehidupan sehari- harinya.
6) Anak dengan gangguan pendengaran seringkali tidak diajak bermain oleh teman-teman yang bisa mendengar lantaran mereka sulit untuk mendapatkan dan memahami sikap sosial teman-temannya tersebut, sehingga menjadikan emosi yang kuat.

b. Proses identifikasi anak yang kehilangan kemampuan pendengaran.
Ada beberapa hal yang sanggup dilakukan untuk memastikan anak itu mengalami gangguan pendengaran. Proses ini disebut dengan penilaian audioloqis, merupakan rangkaian proses pengukuran dan penilaian yang bertujuan untuk menentukan derajat kehilangan kemampuan pendengaran, tipe kehilangan kemampuan pendengaran, dan konfigurasi dari kehilangan kemampuan pendengaran. Instrument yang dipakai untuk mendeteksi gangguan pendengaran ini yaitu Tes Daya Dengar (TDD).

c. Intervensi atau penanganan yang sanggup dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang cukup umur lainnya pada anak dengan gangguan pendengaran antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi dengan dokter semoga anak memperoleh penanganan secara medis dan kalau memungkinkan sanggup memperoleh alat bantu dengar.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang bau tanah sehingga anak dan orang bau tanah bisa mempunyai kedekatan emosional pada pendidik.
3) Mengarahkan anak secara individual dengan mempertahankan kontak mata ketika berkomunikasi.
4) Memperjelas suara, dan lafal/bentuk pengucapan ketika berkomunikasi dengan anak (metode phonic)
5) Meminta anak untuk memalsukan motorik oral (gerakan bibir) yang dilakukan pendidik baik secara berhadapan maupun menggunakan media cermin.
6) Mengenalkan vokal, konsonan, suku kata, kata benda dengan dukungan gambar baik secara lisan (dengan pengucapan yang jelas) maupun tertulis.
7) Mengenalkan bunyi dari yang pelan ke yang keras pada anak dari jarak pendek maupun jarak jauh.
8) Sering berkomunikasi secara verbal (diajak berbicara langsung) maupun non verbal (menggunakan alat peraga, gambar atau benda) dengan anak dan memotivasi anak lain untuk memulai komunikasi dengan anak.
9) Meminta anak untuk memalsukan gerakan pendidik sesuai dengan materi di kelas.
10) Mengajak anak untuk mau bermain dengan sahabat sebayanya.
11) Memberikan motivasi kepada anak yang lain untuk mengajak anak tersebut bermain.
12) Didudukan erat guru semoga suara/penjelasan yang disampaikan oleh guru sanggup terdengar lebih jelas.
13) Memberikan kiprah pada anak tersebut untuk mau berinteraksi dengan orang cukup umur lain yang ada di sekolah.

2. Kehilangan Kemampuan Penglihatan
Kehilangan kemampuan penglihatan yaitu suatu kondisi dimana fungsi penglihatannya mengalami penurunan mulai dari derajat yang ringan hingga yang paling berat.

a. Karakteristik anak dengan gangguan penglihatan sebagai berikut:
1) Kemampuan penglihatan rendah (Low Vision) yaitu, orang yang mengalami kesulitan untuk menuntaskan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan penglihatan namun sanggup rnenyelesaikan kiprah terse but dengan menggunakan taktik pendukung penglihatan, melihat dari dekat, penggunaan alat-alat bantu dan juga modifikasi lingkungan sekitar
2) Kebutaan (Blind) yaitu, orang yang kehilangan kemampuan penglihatan atau hanya mempunyai kemampuan untuk mengetahui adanya cahaya atau tidak.

b. Cara identifikasi gangguan penglihatan yaitu melalui dokter mata atau jago mata terlatih semoga diketahui sejauh mana anak tersebut kehilangan kemampuan penglihatannya. Instrument yang dipakai untuk mendeteksi gangguan daya dengar ini yaitu Tes Daya Lihat (TDL).

c. Intervensi atau penanganan yang sanggup dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang cukup umur lainnya pada anak dengan gangguan penglihatan yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi ke dokter untuk sanggup memperoleh penanganan medis.
2) Memberikan pendekatan personal kepada anak dan orang bau tanah untuk memperoleh kedekatan emosional yang lebih baik dengan pendidik.
3) Memberikan sentuhan (memegang pundak, lengan atau wajah) setiap berkomunikasi dengan anak semoga menjaga kontak dengan saling berhadapan ketika berkomunikasi.
4) Didudukan di depan, semoga materi yang disampaikan oleh guru sanggup terlihat lebih jelas.
5) Memberikan pengenalan ruang dan lingkungan kelas, ruang-ruang penting lainnya dan lingkungan sekitar sekolah ditambah dengan gejala yang sanggup menjadi petunjuk bagi anak semoga sanggup lebih mandiri.
6) Memberikan motivasi pada anak lainnya untuk membantu dan mengerti kondisi anak tersebut serta mendukungnya semoga sanggup lebih mandiri.
7) Memberikan materi akademik secara individual dengan dukungan alat peraga dan benda-benda nyata dan meminta anak untuk meraba benda tersebut.
8) Apabila tingkat kehilangan penglihatan memang nngan bisa dibantu dengan menggunakan kacamata sesuai dengan kadar keabnormalan matanya, namun kalau tingkat gangguan penglihatan sangat tinggi, maka sebaiknya dianjurkan ke sekolah khusus untuk mendapatkan materi mengenal abjad Braille.

3. Gangguan Berbicara dan Berbahasa
Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) tahun 1997, gangguan ini mengacu pada gangguan komunikasi menyerupai gagap, gangguan artikulasi, gangguan bahasa, atau gangguan bunyi yang berdampak pada hasil pembelajaran seorang anak.

a. Karakteristik gangguan berbicara dan berbahasa, adalah:
1) Secara kognitif sanggup berada dalam tingkat kemampuan kognisi yang tinggi hingga yang terbelakang.
2) Secara akademik, anak akan mengalami kesulitan dalam mengekspresikan bakteri pikirannya secara verbal. Diketahui bahwa keterampilan berbicara dan berbahasa itu akan dipergunakan dalam setiap aspek kegiatan sekolah. Diantaranya untuk mencar ilmu membaca dan menulis, untuk mempelajari subyek matematika, seru , dan kesadaran lingkungan bahkan ketika istirahat.
3) Secara sosial emosional, bia sanya anak akan mempunyai problem terutama berkaitan dengan konsep diri. Apabila lingkungan mencemooh maka anak cenderung akan mempunyai konsep diri yang negatif. Ketika anak kesulitan dan menggunaan artikulasi yang salah dalam memberikan isi pikirannya, menimbulkan orang lain tidak sanggup memahaminya. Keadaan ini membuat anak merasa terisolasi oleh lingkungannya.
4) Tingkah lakunya seringkali tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Anak yang mengalami kesulitan bicara ketika keinginannya tidak sanggup dimengerti oleh orang lain maka akan berperilaku berangasan dan tingkah laris ini tidak sanggup diterima oleh lingkungannya.

b. Cara mengidentifikasi anak yang mengalami gangguan berbicara dan berbahasa melibatkan tenaga profesional menyerupai psikolog, dokter tumbuh kembang anak, terapis dan lain-lain.

c. Intervensi yang sanggup dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang cukup umur lainnya pada anak dengan gangguan berbicara dan berbahasa yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten (psikolog, dokter seorang jago tumbuh kembang) semoga anak mendapatkan terapi wicara dan terapi lainnya yang sanggup dijalankan secara holistik.
2) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk melatih anak sanggup sanggup berdiri diatas kaki sendiri melaksanakan semua hal yang berkaitan dengan dirinya sehari-hari.
3) Lingkungan sekitar memotivasi anak untuk berkomunikasi verbal secara dua arah dan tidak memperlihatkan yang diinginkan terlebih dahulu sebelum anak berusaha untuk memberikan keinginannya secara verbal.
4) Pada ketika berkomunikasi usahakan tubuh orang bau tanah atau orang cukup umur lainnya sejajar dengan anak.
5) Mengarahkan anak secara individual dengan mempertahankan kontak mata ketika berkomunikasi
6) Memperjelas bunyi dan bentuk lafal/pengucapan ketika berkomunikasi dengan anak (metode phonic).
7) Sering berkomunikasi secara verbal (diajak berbicara langsung)maupun non verbal (menggunakan alat peraga, gambar, atau benda) dengan anak dan memotivasi anak lain untuk komunikasi dengannya.
8) Memberikan stimulasi organ oral secara individual menyerupai melatih meniup sobekan tisu, sobekan kertas, lilin, peluit, seruling, dan sebagainya. Melatih gerakan organ oral, menyerupai buka tutup mulut, langgar gigi, menjulurkan pengecap ke depan, ke atas, ke kanan dan ke samping. Menirukan pengucapan, menyerupai vokal, konsonan, suku kata dan kata. Mengubah pola makan, menyerupai mulai memakan masakan yang padat dan bertekstur/keras yang sesuai dengan asupan gizi seimbang.
9) Lingkungan terdekat anak, menyerupai pendidik, orang tua, teman, saudara dan lingkungan sekitar memperlihatkan media bermain yang lebih sesuai dengan usia perkembangan anak antara lain bermain lego, kartu bergambar, ular tangga, bermain sepeda, bermain bola dan sebagainya.

4. Gangguan Fisik
Gangguan fisik 1n1 sanggup bersifat nngan atau berat, tergantung faktor yang mempengaruhinya.

a. Karakteristik anak dengan gangguan fisik atara lain:
1) Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik mempunyai fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi. Sehingga belum dewasa yang mengalami gangguan fisik dengan kemampuan kognitif yang baik ia sanggup berkembang optimal, asalkan gangguan fisiknya sanggup ditangani secara tepat.
2) Secara perilaku, gangguan atau kendala sikap sanggup muncul seiring adanya kendala gerak, interaksi dengan orang lain. Sehingga anak perlu menerima keterampilan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan dan diperlukannya.
3) Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan mempunyai konsep diri yang rendah. Oleh lantaran itu harus terus didukung dan dikembangkan konsep diri yang positif pada anak
4) Seca rasosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan dukungan orang lain untuk sanggup berinteraksi dengan sahabat sebayanya. Mereka memerlukan susukan yang se suar sehingga gangguan fisik yang dimilikinya tidak menghambat.
5) Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan mempunyai kondisi fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan perhatian yang khusus.

b. Cara mengidentifikasi anak dengan gangguan fisik yaitu dengan melaksanakan terhadap kondisi medis dan fungsi fisiknya. Selain itu perlu juga dilakukan terhadap fungsi intelektual, prestasi akademik, bahasa dan area-area lain yang terkait. Semua ini dilakukan oleh ahlinya menyerupai psikolog, dokter tumbuh kembang anak.

c. lntervensi yang sanggup dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang cukup umur lainnya pada anak dengan gangguan fisik yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk mau berkonsultasi kepada dokter semoga anak memperoleh penanganan sescara medis ses uai dengan gangguan fisiknya.
2) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk melatih anak sanggup sanggup berdiri diatas kaki sendiri melaksanakan semua ha! yang berkaian dengan dirinya sehari-hari.
3) Merujuk pada gangguan fisik yang ada pada anak, dilakukan pendekatan personal pada anak dan orang bau tanah untuk sanggup memperoleh kedekatan emosional pada pendidik.
4) Memberikan stimulasi fisik melalui pendekatan individual sesuai dengan kekhususan masing-masing.
5) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk memperlihatkan kemudahan treatment kepada anak sesuai dengan kekhususan yang dimiliki.
6) Memberikan kemudahan di lingkungan sekolah yang ramah se suai dengan gangguan fisik anak dan mengajarkan kepada anak semoga sanggup menggunakan kemudahan tersebut secara mandiri.
7) Dapat memperlihatkan beberapa terapi oleh terapis profesional sesuai dengan kebutuhan anak contohnya terapi fisik berupa terapi motorik kasar atau halus, terapi okupasi, dan lain-lain.

5. Keterbelakangan Mental
Keterbelakangan mental yaitu belum dewasa yang mempunyai fungsi intelektual di bawah rata-rata secara bermakna, terlihat mempunyai kesulitan dalam sikap adaptif yang dimunculkan melalui kesulitan membuat konsep, keterampilan sosial dan praktik sikap adaptif.

a. Karakteristik anak dengan keterbelakangan mental antara lain:
1) Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal. Berdasarkan penggolongan IQ sanggup dikai:egorikan sebagai berikut:
(a) Keterbelakangan mental ringan (IQ= 55 - 69) (b) Keterbelakangan mental sedang (IQ = 40 - 54) (c) Keterbelakangan mental berat (IQ = 25 - 39)
(d) Keterbelakangan mental sangat berat (IQ = di bawah 25)
Dengan derajat keterbelakang mental yang berbeda maka tingkatan dari layanan dukungan terhadap mereka juga berbeda.
2) Secara sosial anak dengan keterbelakangan mental mengalami kesulitan dalam menjalin korelasi dengan orang lain.
3) Tingkah laris adaptifnya mengalami gangguan terutama dalam hal komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-hari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan di masyarakat.
4) Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian, depresi ringan.
5) Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang sangat berbeda dengan anak kebanyakan.

b. Proses identifikasi anak dengan keterbelakangan mental dilakukan dari taraf fungsi intelektualnya dan tingkah laris adaptif atau tes intelegensi yang sanggup dilakukan oleh psikolog, sehingga sanggup diberikan penanganan yang sesuai dengan kebutuhannya semoga sanggup tumbuh kembang secara optimal.

c. lntervensi yang sanggup dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang cukup umur lainnya pada anak dengan keterbelakangan mental yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten, semoga sanggup mengetahui tingkat intelegensi anak atau kerusakan otak apa yang dialami anak beserta penyebabnya.
2) Memberikan terapi menyerupai terapi edukasi, terapi sen son integrasi, terapi okupasi, atau terapi lainnya secara holistik sesuai dengan diagnosa dari hasil asesmen pihak yang berkompeten.
3) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang bau tanah sehingga bisa mempunyai kedekatan emosional pada pendidik.
4) Mengarahkan anak secara individual dengan mempertahankan kontak mata ketika berkomunikasi.
5) Memberikan materi edukasi dengan menambah perbendaharaan kata, mengenalkan benda sekitar, mengenalkan konsep warna, angka, huruf, benda, transportasi, nama binatang, nama buah dan sebagainya dengan menggunakan kartu bergambar secara individual.
6) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi sosial dengan orang cukup umur lainnya di sekitar lingkungan.

6. Gangguan Emosional dan Perilaku
Gangguan ini sanggup digolongkan dalam dua jenis, yaitu externalizing behavior (perilaku ke luar) dan internalizing behavior (perilaku ke dalam). Perilaku ke luar mempunyai imbas pribadi ataupun tidak pribadi contohnya agresi, suka melawan, mencuri, dan kurangnya kontrol diri. Perilaku ke dalam menghipnotis sikap contohnya kecemasan atau depresi yang parah, perubahan suasana hati yang berlebihan, atau menarik diri dari interaksi sosial.

a. Karakteristik dari anak dengan gangguan emosional adalah:
1) Secara tingkah laku, biasanya mereka tidak berbeda dengan anak kebanyakan.
2) Secara emosional, biasanya mereka mempunyai pengalaman kecemasan yang bersumber dari rasa ketakutan yang berlebihan (depresi).
3) Secara sosial, ada kendala dalam mempertahankan interaksi dengan orang lain.
4) Secara kognitif, akan mempunyai rentang kemampuan dari yang rendah hingga yang tinggi. Namun seringkali gangguan emosi terse but menghambat hasil pembelajarannya.

b. Proses identifikasi anak dengan gangguan emosi dilakukan dengan formal apabila anak tersebut sudah masuk sekolah. Instrument yang sanggup dipakai yaitu Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE).

c. Intervensi yang sanggup dilakukan oleh orangtua, guru maupun orang cukup umur lainnya pada anak dengan gangguan emosional antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten semoga anak mendapatkan terapi menyerupai terapi perilaku, terapi aba, terapi bermain, terapi musik, terapi Al-Quran dan terapi Jainnya.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang bau tanah sehingga mempunyai kedekatan emosional pada pendidik.
3) Mengarahkan anak secara individual dengan mengajarkan anak semoga sanggup menyalurkan ekspresi emosi clan bisa bersikap dengan benar melalui dongeng, bercerita, pengkondisian lingkungan, perigajaran disiplin, reward konsekwensi, dan sebagainya
4) Diharapkan orangtua dan lingkungan memperlihatkan pola asuh yang sempurna dan tidak selalu menuruti keinginannya.
5) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi sosial dengan orang cukup umur lainnya di sekitar lingkungan sekolah dengan baik.
6) Memberikan rasa aman dan nyaman dengan kasih sayang yang diberikan sehingga anak merasa diterima dan tenang.
7. Gangguan Spektrum Autisme Autism Spectrum Disorders (ASD) merupakan kelainan yang mempunyai karakteristik gangguan dalam tiga area dengan tingkatan yang berbeda-beda. Ketiga area tersebut yaitu kemampuan komunikasi, interaksi sosial, serta pola-pola sikap yang repetitif dan stereotip.
a. Karakteristik Autisme antara lain le bih bahagia menyendiri dan enggan atau bahkan menolak untuk secara aktif menjalin korelasi sosial, contohnya menyapa atau berbasa-basi dengan orang di sekitarnya, sulit untuk memperlihatkan respon atau berperilaku sesuai dengan cita-cita orang-orang di sekitarnya, mempunyai sensitivitas tinggi terhadap kebisingan, cenderung membeo ucapan orang lain atau malah tidak bisa berbicara sama sekali, melaksanakan perbuatan yang stereotipe dan repetitif atau sikap khas tertentu yang dilakukan berulang-ulang, contohnya mengepakkan tangan dan melompat-lompat, terpaku secara tidak masuk akal dalam waktu yang usang dan terus-menerus pada penggalan tertentu dari suatu benda. Selain mengalami gangguan interaksi, komunikasi, dan perilaku, individu ASD juga mempunyai karakteristik-karakteristik tambahan, yaitu: gangguan dalam kognisi, persepsi sensori, motorik, afeksi atau mood, tingkah laris berangasan dan berbahaya, serta gangguan tidur dan makan.
b. Identifikasi anak autis hingga ketika ini tidak ada tes diagnosa autisme yang dipakai secara universal. Biasanya, menggunakan kriteria American Psychiatric Association (APA) tahun 2000 yang berfokus pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial, pola-pola tingkah laris repetitif dan stereotip, dalam ha! ini instrument yang dipakai yaitu Modified-Cheklistfor Autism Toddlers (M-CHAT).
c. Intervensi yang sanggup dilakukan oleh orangtua, guru maupun orang cukup umur lainnya pada anak dengan gangguan autisme antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten semoga anak mendapatkan terapi menyerupai terapi bermain, terapi perilaku, terapi perkembangan, terapi ABA, terapisensori integrasi, terapi okupasi, terapi sosial, terapi music, terapi wicara dan terapi lainnya.
2) Memegang kepalanya kemudian mengarahkan penglihatannya kepada hal yang kita tuju, contohnya kepada kartu kata abjad "A", kemudian kita memintanya untuk melafalkan abjad "A", dan kalau berhasil maka kita sanggup memperlihatkan penghargaan berupa "gerakan tos" atau "gambar bintang" atau bahkan hal lain yang ia sukai untuk memperkuat sikap yang berhasil dilakukannya, yaitu sikap yang kita harapkan.
3) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang bau tanah sehingga mempunyai kedekatan emosional pada pendidik.
4) Mengarahkan anak secara individual untuk mengajarkan anak semoga sanggup menyalurkan ekspresi emosi dengan benar dan bisa bersikap dengan benar, melalui pola penyesuaian yang rutin dengan reward dan konsekwensi.
5) Diharapkan orangtua dan lingkungan memperlihatkan pola asuh yang sempurna dan tidak selalu menuruti keinginannya apabila tidak sesuai dan memenuhi kebutuhannya secara proposional tidak perlu berlebihan.
6) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi sosial dengan orang cukup umur lainnya di sekitar lingkungan sekolah dengan baik.
7) Memberikan materi akademik yang sesuai dengan kemampuannya ketika ini dan sesuai dengan kebutuhannya melalui pendekatan individual.
8) Diharapkan orang tua, pendidik dan lingkungan sosial terdekat anak tidak membiarkan anak untuk asyik bermain sendiri dan selalu mengintervensinya dengan diajak berinteraksi dan berkomunikasi.
9) Mempolakan anak supaya sanggup berdiri diatas kaki sendiri bisa melaksanakan semua kegiatan yang berkaitan dengan dirinya sendiri secara mandiri.
l0)Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk diet dengan menghindari masakan utamanya coklat, tepung dan gula yang sanggup memperlihatkan imbas menambah hiperaktifitas dan gangguan konsen trasi pada anak.
ll)Apabila muncul flapping atau gerakan berulang yang tidak bermakna, maupun menyakiti diri sendiri yang dilakukan oleh anak, diharapkan pendidik dan orang bau tanah harus mengingatkan dan memperlihatkan pengalihan perhatian semoga anak tidak melalukannya lagi.

8. Kesulitan Belajar
Anak dengan kesulitan mencar ilmu yaitu anak yang mengalami gangguan di satu atau lebih proses dasar psikologi, termasuk memahami dan menggunakan bahasa verbal dan goresan pena yang berdampak pada kemampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan kalkulasi matematika. Termasuk juga gangguan persepsi, fungsi minimal otak, disleksia (kesulitan membaca), disgrafia (kesulitan menulis), diskalkulia (kesulitan berhitung), disphasia (kesulitan bahasa) dan lain-lain.

a. Karakteristik dari anak dengan kesulitan mencar ilmu rnencakup:
1) Secara kognitif, berkaitan dengan atensi, persepsi, gangguan memori, proses informasinya.
2) Secara akademik, bermasalah pada kegiatan membaca, menulis, matematika dan berbahasa verbal
3) Secara sosial dan emosional, umumnya mempunyai harga diri yang rendah lantaran dianggap sebagai anak yang tidak mampu.Dengan kesulitannya ini    anak menjadi mengganggap dirinya tidak bisa untuk melaksanakan sesuatu.
4) Secara perilaku, mereka menjadi sulit untuk mengendalikan gerak tubuhnya, tidak mau duduk diam, berbicara terus, melaksanakan aksi fisik dan verbal.

b. Proses identifikasi, apabila ditemukan anak dengan ciri-ciri menyerupai yang telah diuraikan di atas, maka orangtua atau guru disarankan segera membawa kepada ahlinya semoga sanggup segera ditindaklanjuti.
c. Intervensi yang sanggup dilakukan antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten untuk mengetahui kapasitas intelektual yang dimiliki oleh anak sehingga sanggup memperlihatkan intervensi yang tepat.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang bau tanah sehingga mempunyai kedekatan emosional pada pendidik.
3) Diharapkan orangtua dan lingkungan memperlihatkan pola asuh yang sempurna dan tidak selalu menuruti keinginannya.
4) Memberikan masukan kepada orang bau tanah semoga memperlihatkan jadwal rutin mencar ilmu anak di rumah untuk mengulang materi yang diberikan di sekolah melalui media bermain yang menyenangkan.
5) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman- temannya dan berinteraksi sosial dengan orang cukup umur lainnya di sekitar lingkungan sekolah dengan baik.
6) Memberikan materi akademik yang sesuai dengan kemampuannya ketika ini dan sesuai dengan kebutuhannya melalui pendekatan individual.
7) Mempolakan anak supaya sanggup berdiri diatas kaki sendiri bisa melaksanakan semua kegiatan yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
8) Jika anak mengalami gangguan Disgrafia (tidak sanggup menulis, dimana tulisannya tidak terbaca sama sekali) maka yang sanggup kita lakukan yaitu membetulkan posisi kertas dan pinsilnya, melatih huruf-huruf yang sering terbalik menyerupai "b" dan "d", kemudian latihan menarik garis, menyerupai garis lurus, lengkung, zig zag, melingkar dan lainnya, untuk melatih motoriknya.
9) Jika anak mengalami gangguan Diskalkulia (anak tidak sanggup berhitung dan tidak mengenal angka], maka kita sanggup mengenalkan angka melalui kartu angka yang ukurannya yang besar-besar atau sanggup juga menggunakan kalkulator untuk melatih pola hitungan sederhana.

9. Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Anak dengan gangguan pemusatan perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder / ADHD) sanggup juga disebut dengan gangguan Hiperaktifitas.
a. Karakteristik Hiperaktifitas sebagai berikut:
1) Menghindari, enggan dan mengalami kesulitan melaksanakan tugas-tugas yang mem butuhkan ketekunan yang berkesinambungan
2) Sering menghilangkan benda-benda yang diharapkan untuk menuntaskan kiprah atau kegiatan lain.
3) Sulit mempertahankan dan memusatkan perhatian pada waktu melaksanakan kiprah atau kegiatan bermain (perhatian sangat gampang teralih).
4) Seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak berbicara.
5) Mengalami kesulitan berkonsentrasi di dalam kelas.
6) Pada waktu melaksanakan tugas, tampak sering melamun.
7) Tidak bisa mengikuti perintah atau gagal menuntaskan kiprah sekolah, bukan disebabkan tingkah laris menentang atau kegagalan untuk memahami petunjuk.
8) Sering mencari alasan untuk berhenti sejenak pada waktu melaksanakan tugas.
9) Selalu dalam keadaan 'siap gerak' atau acara menyerupai digerakkan oleh mesin
10) Sulit duduk diam.
11) Praktis terangsang dan impulsif.
12) Sering menjadikan kegaduhan pada waktu melaksanakan sesuatu atau bermain.
13) Sulit menunggu giliran.
14) Sering memaksakan diri terhadap orang lain. Perilaku agresif, gampang over stimulasi.
15) Rendah diri dan sangat gampang frustrasi.

b. Identifikasi anak dengan gangguan emosi dan sikap harus dilakukan dengan formal di dalam kelas apabila anak tersebut sudah masuk sekolah. Penanganan dilakukan oleh ahlinya. Salah satu cara pendeteksian sanggup dilakukan melalui instrumen formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Abreviated Conners Ratting Scale, selain itu sanggup dilakukan investigasi kepada ahlinya.

c. Intervensi yang sanggup dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang cukup umur lainnya pada anak dengan gangguan Hiperaktif yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten semoga anak sanggup mendapatkan terapi perilaku, terapi edukasi, sensori integrasi, terapi wicara dan terapi lainnya.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang bau tanah sehingga mempunyai kedekatan emosional pada pendidik.
3) Mengarahkan anak secara individual untuk mengajarkan anak semoga sanggup menyalurkan ekspresi emosi dan bisa bersikap dengan benar melalui pola penyesuaian yang rutin dengan reward dan konsekwensi.
4) Menyalurkan energinya pada hal yang anak minati contohnya anak bahagia bermain bola, maka biarkan ia bermain bola hingga energinya tersalurkan.
5) Mendudukan anak beberapa menit untuk memfokuskan perhatiannya.
6) Memegang kepalanya kemudian mengarahkan penglihatannya kepada hal yang kita tuju contohnya kepada kartu kata abjad "A", kemudian kita memintanya untuk melafalkan abjad "A", dan kalau berhasil maka kita sanggup memperlihatkan reward berupa "gerakan tos" atau "gambar bintang" atau bahkan hal lain yang ia sukai untuk memperkuat sikap yang berhasil dilakukannya, yaitu sikap yang kita harapkan.
7) Diharapkan orangtua dan lingkungan memperlihatkan pola asuh yang sempurna dan tidak selalu menuruti keinginannya.
8) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi sosial dengan orang cukup umur lainnya di sekitar lingkungan sekolah dengan baik.
9) Memberikan materi akademik yang sesuai dengan kemampuannya melalui pendekatan individual.
10) Diharapkan orang tua, pendidik dan lingkungan sosial terdekat anak selalu mengintervensinya dengan diajak berinteraksi dan berkomunikasi.
11) Mempolakan anak supaya sanggup berdiri diatas kaki sendiri bisa melaksanakan semua kegiatan yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
12) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk diet atau menganalisa dan menghindari masakan utamanya coklat, tepung dan gula yang sanggup memperlihatkan imbas menambah hiperaktifitas dan gangguan konsentrasi pada anak.
13) Memotivasi dan mengarahkan anak secara terus menerus.

10. Anak dengan Cerdas spesial dan Bakat spesial (CI/BI)
Anak cerdas istimewa dan talenta istimewa yaitu anak yang mempunyai kemampuan melebihi anak sebayanya dan bisa memperlihatkan hasil kerja yang sangat tinggi. Cerdas istimewa berbakat istimewa ini sanggup dilihat dari banyak sekali area menyerupai kemampuan intelektual secara umum, akademis yang khusus, berfikir kreatif, kepemimpinan, sent, dan psikomotor. Seorang anak sanggup dikatakan berbakat apabila ia mempunyai kemampuan yang di atas rata-rata, mempunyai komitmen terhadap kiprah yang tinggi dan juga kreatif.

a. Karakteristik yang dimiliki oleh anak berbakat adalah:
1) Secara kognitif, nak-anak berbakat secara umum mempunyai kemampuan dalam memanipulasi dan memahami simbol abstrak, konsentrasi dan ingatan yang baik, perkembangan bahasa yang lebih awal dari pada belum dewasa seusianya, rasa ingin tahu yang tinggi, minat yang beragam, lebih suka mencar ilmu dan bekerja secara mandiri, serta memunculkan ide-ide yang original.
2) Secara akademis, mereka sangat termotivasi untuk mencar ilmu di area-area dimana menjadi minat mereka. Namun mereka bisa kehilangan motivasinya apabila dihadapkan pada area yang tidak mereka minati.
3) Secara sosial emosional, terlihat sebagai anak yang idealis, perfeksionis dan peka terhadap rasa keadilan, Selalu bersemangat, mempunyai komitmen yang tinggi, dan peka terhadap seni.
b. Untuk mengetahui atau mengidentifikasi Anak tersebut tergolong anak yang cerdas istimewa atau berbakat istimewa, maka anak harus mengikuti serangkaian tes
yang dilakukan oleh psikolog, salah satunya melalui tes intelegensia dan apabila anak tersebut memang dikategorikan sebagai anak berbakat maka ia harus memperoleh pendidikan yang diubahsuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya semoga sanggup berkembang dengan optimal.

c. Intervensi yang sanggup dilakukan antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten untuk mengetahui kapasitas intelektual (IQ), arah minat dan talenta yang dimiliki oleh anak sehingga sanggup diberikan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhannya dan sanggup dikembangkan sehingga potensinya sanggup teraktualisasikan secara optimal.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang bau tanah sehingga mempunyai kedekatan emosional pada pendidik.
3) Mengarahkan anak secara individual semoga sanggup menyalurkan ekspresi emosi dengan benar dan bisa bersikap dengan benar melalui pola penyesuaian yang rutin dengan reward dan konsekwensi.
4) Diharapkan orangtua dan lingkungan memperlihatkan pola asuh yang sempurna dan tidak selalu menuruti keinginannya apabila tidak sesuai dan memenuhi kebutuhannya secara proposional tidak perlu berlebihan.
5) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi dengan orang cukup umur lainnya di sekitar l.ingkungan sekolah dengan baik.
6) Memberikan materi akademik embel-embel apabila anak mempunyai kapasitas di atas anak seusianya dan memperlihatkan tanggung jawab padanya untuk membantu temannya dan membantu pendidik yang sederhana di kelas menyerupai membagikan media mencar ilmu kepada temannya, membantu merapikan kelas dan lain sebagainya serta memperlihatkan lingkungan yang lebih menantang.
7) Diharapkan orang tua, pend.idik dan lingkungan sosial terdekat anak selalu mengintervensinya dengan diajak berinteraksi dan berkomunikasi.
8) Mempolakan anak supaya sanggup berdiri diatas kaki sendiri bisa melaksanakan semua kegiatan yang berkaitan dengan dirinya sendiri secara mandiri.
9) Memberikan masukan kepada orang bau tanah untuk menganalisa dan menghindari masakan utamanya coklat, tepung dan gula yang sanggup memperlihatkan imbas menambah hiperaktifitas dan gangguan konsentrasi pada anak bila memungkinkan berkonsultasi dengan dokter tumbuh kembang.

BAB III IMPLEMENTASI DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG

A. Stimulasi Dini Tumbuh Kembang Anak

Stimulasi dini yaitu kegiatan merangsang banyak sekali kemampuan yang dilakukan semenjak dini mulai dari usia nol bulan hingga dengan enam tahun semoga anak sanggup tumbuh dan berkembang secara optimal. Stimulasi harus dilakukan semenjak dini dan terus menerus pada setiap kesempatan, artinya stimulasi harus dilakukan mulai pada fase prenatal (dalam kandungan) dan dilakukan secara terus menerus dalam banyak sekali aspek dengan banyak sekali variasi.

Aspek dalam stimulasi diantaranya yaitu Asah, Asih Asuh. Asah terkait dengan pemberian rangsangan terhadap kemampuan motorik, kognitif, bahasa, sosio-emosional, moral spiritual, seni dan kemandirian. Asih terkait dengan pemberian cinta dan kasih sayang yang diikat oleh Mahabbah fillah yaitu korelasi yang mengharapkan ridho Allah SWT sehingga mempunyai dampak yang sangat dalam baik di dunia maupun kelak di darul abadi sebagaimana tertuang dalam AI-Quran surat Ath-thuur ayat 21 yang berbunyi: "Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap insan terikat dengan apa yang dikerjakannya". Asuh terkait pemberian kesehatan dan gizi, perawatan, pengasuhan, serta proteksi dan kesejahteraan anak, ha! ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 perihal PAUD Holistik Integratif (HI), sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menjamin terpenuhinya hak tumbuh kembang anak usia dini dalam hal pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, serta proteksi dan kesejahteraan anak. Pelaksanaan jadwal HI RA dilakukan secara simultan, sistematis, menyeluruh, terintegrasi dan berkesinambungan untuk mendukung tumbuh kembang anak yang optimal.

Beberapa layanan Holistik Intergratif yang dilakukan di RA, terdiri dari:

Layanan pendidikan sebagai layanan dasar yang diselenggarakan untuk mengembangkan banyak sekali potensi anak yang meliputi nilai-nilai agama dan moral, fisik- motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seru. Penyelenggaraan layanan pendidikan mengacu pada Standar Nasional PAUD. Penyelenggaraaan HI RA harus sanggup memanfaatkan banyak sekali potensi yang ada di lingkungan sekitar dan berafiliasi dengan instansi dan kawan terkait dalam menstimulasi tumbuh kembang anak.

Prinsip-prinsip yang dipakai dalam proses pembelajaran anak usia dini sebagai berikut:
a. Belajar melalui bermain
Anak di bawah usia 6 tahun berada pada masa bermain. Pemberian rangsangan pendidikan dengan cara yang sempurna melalui bermain, sanggup memperlihatkan pembelajaran yang bermakna pada anak. Anak mendapatkan pengetahuan melalui kegiatan mainnya.
b. Berorientasi pada perkembangan anak; Pendidik harus bisa mengembangkan semua aspek perkembangan sesuai dengan tahapan usia anak.
c. Berorientasi pada kebutuhan anak; Pendidik harus bisa memberi rangsangan pendidikan atau stimulasi sesuai dengan kebutuhan anak, termasuk belum dewasa yan mempunyai kebutuhan khusus.
d. Berpusat pada anak; Pendidik harus membuat suasana yang bisa mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi, dan kemandirian sesuai dengan karakteristik, minat, potensi, tingkat perkembangan, dan kebutuhan anak.
e. Pembelajaran aktif
Pendidik harus bisa membuat suasana yang mendorong ana aktif mencari, menemukan, menentukan pilihan, mengemukakan pendapat, dan melaksanakan serta mengalami sendiri.
f. Berorientasi pada pengembangan nilai-nilai karakter Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter yang positif pada anak. Pengembangan nilai-nilai karakter tidak dengan pembelajaran langsung, akan tetapi melalui pembelajaran untuk mengem bangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan serta melalui penyesuaian dan keteladanan.
g. Berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan kemandirian anak. Pengembangan kecakapan hidup dilakukan secara terpadu baik melalui pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan maupun penyesuaian dan keteladanan.
h. Didukung oleh lingkungan yang aman melalui Lingkungan pembelajaran diciptakan sedemikian rupa semoga menarik, menyenangkan, aman, dan nyaman bagi anak. Penataan ruang diatur semoga anak sanggup berinteraksi dengan pendidik, pengasuh, dan anak lain dengan baik.
i. Berorientasi pada pembelajaran yang demokratis Pembelajaran yang demokratis sangat diharapkan untuk rasa saling menghargai antara anak dengan pendidik, dan antara anak dengan anak lain.
j. Pemanfaatan media dan sumber belajar, serta narasumber Penggunaan media belajar, sumber belajar, dan narasumber yang ada di lingkungan RA bertujuan semoga pembelajaran lebih kontekstual dan bermakna. Termasuk narasumber yaitu orang-orang dengan profesi tertentu yang dilibatkan sesuai dengan tema, contohnya dokter, polisi, nelayan, dan petugas pemadam kebakaran.
Adapun beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan stimulasi/rangsangan terhadap anak, antara lain yaitu:
a. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
b. Selalu tunjukkan sikap dan sikap yang baik lantaran akan menirukan tingkah laris orang-orang yang terdekat dengannya.
c. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok usia anak.
d. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
e. Lakukan stimulasi secara sedikit demi sedikit dan berkelanjutan sesuai usia anak.
f. Gunakan alat ban tu/ permainan yang sederhana, yang aman dan ada di sekitar anak.
g. Berikan kesempatan yang sama pada anak pria dan perempuan.
h. Anak selalu diberi puJ1an, bila perlu diberi hadiah atas ke berhasilannya.
i. Orientasi stimulasi bermain melalui perrnaman di dalam maupun di luar ruangan menyerupai balok-balok konstruktif, bahan-bahan untuk mcnggunting, merekat, melipat, bermain kiprah mikro dan kiprah makro, benda-benda untuk mengenal angka dan huruf, dan alat permainan di luar menyerupai papan jungkat jungkit, papan luncur, ayunan, papan titian dan lain-lain.
i. Stimulasi yang dilakukan oleh orangtua, pengasuh, dan pendidik dengan memperlihatkan kesempatan pada anak untuk mengadakan korelasi dengan orang cukup umur dan anak lainnya menyediakan pengalaman dengan musik, sajak, dongeng, dan main kiprah untuk memperkuat perkembangan bahasa dengan mencontohkan pemecahan masalah, menyediakan bermacam-macam materi main menyerupai main sensorimotor, main kiprah dan main pembangunan dengan menyediakan kesempatan harian untuk anak bermain dengan bermacam-macam materi main.

2. Layanan Kesehatan, Gizi dan Perawatan
Layanan kesehatan, gizi, dan perawatan di RA menjadi penggalan dari kurikulum yang diwujudkan dalam kegiatan rutin seperti:
a. Penimbangan berat tubuh dan pengukuran tinggi tubuh yang dicatat dalam buku khusus secara terencana setiap bulan.
b. Pembiasaan masakan yang sehat dan seimbang atau pemberian masakan embel-embel secara berkala
c. Pembiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
d. Pengenalan makan gizi seimbang dengan melibatkan orang bau tanah dalam menyiapkan bekal untuk anak sehari-hari.
e. Mcmantau asupan masakan yang dibawa anak setiap harinya termasuk jajanan yang dikonsumsi anak selama ada di sekolah.
f. Penyediaan alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) untuk penanganan pertama pada anak yang mengalami Iuka di ruang perjuangan kesehatan sekolah (UKS).
g. Mengontrol kondisi fisik anak secara terencana dengan mendatangkan dokter atau bidan dari Puskesmas.
h. Memberi kemudahan tenaga medis untuk melaksanakan sosialisasi perihal gizi seimbang menyerupai pemberian vitamin A, imunisasi, investigasi kesehatan mata, telinga, dan lisan dan lain-lain.

3.Layanan Pengasuhan
Pengasuhan dilakukan melalui kerjasama antara guru dengan orangtua melalui Program Parenting, dengan jerns
kegiatan sebagai berikut:
a. Penyuluhan, diskusi, simulasi, seminar perihal pertumbuhan dan perkembangan anak, pengenalan masakan lokal yang sehat, penyesuaian sikap hidup higienis dan sehat (PHBS), penanggulangan cacingan, penggunaan garam beryodium, pencegahan penyakit menular, dan sebagainya.
b. Konsultasi antara guru dan orangtua berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
c. Kunjungan guru ke rumah peserta didik (home visit).
d. Keterlibatan orangtua di dalam kelas contohnya membantu menata lingkungan main, membuat media pembelajaran, menjadi model profesi sesuai dengan tema pembelajaran.
e. Keterlibatan orangtua dalam menyediakan jadwal makan bersama secara bergilir sesuai rekomendasi jago gizi perihal penyediaan hidangan masakan dengan pemenuhan gizi seimbang.
f. Keterlibatan orangtua di luar kelas contohnya menjadi panitia kegiatan lapangan, dan menyediakan pemberian masakan embel-embel (PMT).
g. Kegiatan bersama keluarga, yaitu kesanggupan orang bau tanah dalam melaksanakan pengasuhan bersama.

4. Layanan Perlindungan
Perlindungan anak harus menjadi penggalan dari Misi lembaga, artinya semua anak yang ada di forum RA harus terlindung dari kekerasan fisik dan kekerasan non fisik,
antara lain:
a. Memastikan dipakai lingkungan, anak dalam alat, dan materi main kondisi aman, nyaman yang dan menyenangkan.
b. Memastikan tidak ada anak yang terkena bully atau kekerasan psikologis ataupun ucapan teman, guru, atau orang cukup umur lainnya di sekitar lembaga.
c. Mengenalkan kepada anak penggalan tubuh yang boleh disentuh dan yang tidak boleh disentuh.
d. Mengajarkan anak untuk sanggup menolong dirinya apabila menerima perlakuan tidak nyaman, contohnya meminta pertolongan atau menghindari daerah clan orang yang dirasakan membahayakan.
e. Semua area di sekitar forum berada dalam jangkauan pengawasan guru.
f. Semua anak menerima perhatian yang sama sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya.
g. Memastikan semua guru terbiasa ramah, menghormati, menyayangi, peduli kepada semua anak dengan tidak melabelkan sesuatu pada anak.
h. Menumbuhkan situasi di area forum dengan penuh keramahan, santun, dan saling menyayangi.
i. Memastikan ketika anak pulang sekolah dalam posisi aman.
j. Menangani dengan segera ketika anak mengalami kecelakaan.

5. Layanan Kesejahteraan
Layanan kesejahteraan diartikan bahwa forum RA memperhatikan terpenuhinya kebutuhan dasar setiap anak yakni kepastian identitas, kebutuhan fisik dan kebutuhan rohani untuk malaksanakan layanan kesejahteraan bagi anak, satuan pendidikan melaksanakan hal-hal berikut:
a. Membantu keluarga yang anaknya belum mempunyai sertifikat kelahiran dengan cara melaporkan ke kelurahan untuk diproses pembuatan aktenya.
b. Menyisihkan dana dukungan operasional dan dana dari sumber lainnya untuk jadwal masakan embel-embel sehat sederhana berbahan baku lokal.
c. Penyiapan masakan embel-embel dilakukan dengan cara melibatkan orangtua atau komite.
d. Membantu keluarga yang belum mempunyai susukan layanan kesehatan dengan mendaftarkan keluarga tersebut sebagai peserta jaminan kesehatan.
e. Memperlakukan semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus sesuai dengan potensi yang dimiliki, kemampuan yang dicapai, dan pemberian dukungan yang sesuai untuk menumbuhkan rasa percaya diri, keberanian, dan kemandirian anak.
f. Membiasakan untuk memberi penghargaan kepada anak atas apa yang berhasil dilakukannya.

8. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Deteksi dini tumbuh kembang anak yaitu suatu kegiatan untuk mendapatkan citra kemampuan anak usia dini sesuai dengan kiprah perkembangannya. Dengan melaksanakan deteksi dini, maka kita sanggup menemukan gangguan/ kendala pada tumbuh kembang anak tersebut. Misalnya deteksi dini terkait pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui status gizi jelek (stunting). Deteksi dini gangguan perkembangan yaitu untuk mengetahui gangguan perkembangan anak, contohnya keterlambatan bahasa, daya tangkap, konsentrasi, gangguan daya lihat, gangguan daya dengar, gangguan mental emosional dan lain-lain.

C. Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak

Secara sederhana intervensi sanggup diartikan sebagai bantuan, penanganan, layanan atau tindakan campur tangan terhadap problem atau krisis yang dihadapi individu, dengan tujuan untuk mencegah berkembangnya permasalahan lebih lanjut dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Sedangkan istilah dini berarti usia awal, sehingga intervensi dini yaitu serangkaian tindakan tertentu yang dilakukan orangtua, pengasuh dan pendidik anak usia dini untuk memperbaiki dan mengatasi gangguan perkembangan tersebut sehingga anak sanggup tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Melalui intervensi dini orang bau tanah sanggup meningkatkan sikap, terhadap dirinya sendiri maupun terhadap anaknya, sehingga memperlihatkan dampak yang baik terhadap perkembangan anak, mencegah bertambahnya gangguan atau kendala pada tahap lanjut, pada hasilnya bisa meningkatkan kemandirian dan konsep dirinya.

Hambatan atau gangguan perkembangan pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga perlu dilakukan intervensi dini secara benar dan intensif secara holistik integratif dengan melibatkan seluruh pemegang kepentingan, stakeholder (orangtua, guru, masyarakat, pemerintah, dan lainnya) sebagai media dalam melaksanakan intervensi.

Contoh praktek intervensi tumbuh kembang anak, berupa stimulasi perkembangan terarah yang dilakukan secara intensif di rumah selama dua minggu, yang diikuti dengan penilaian hasil intervensi stimulasi perkembangan.
1. Intervensi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tindakan intervensi pertumbuhan dan perkembangan anak dilakukan atas indikasi :
a. Perkembangan anak mewaspadai (M) artinya kemampuan anak tidak sesuai dengan yang seharusnya dimiliki anak, yaitu bila umur skrining 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya, investigasi KPSP tanggapan "YA"= 7 atau 8.
Lakukan intervensi sebagai berikut:
1) Pilih kelompok umur, stimulasi yang lebih muda dari umur anak. Misalnya: berdasarkan KPSP, anak umur 12 bulan belum bisa berdiri, maka dilihat kelompok umur stimulasi 9 - 12 bulan atau yang lebih muda (bukan kelompok umur stirnulasi 12 - 15 bulan). Karena kemampuan berdiri merupakan motorik kasar, maka lihat kotak "kemampuan motorik kasar"
2) Ajari orangtua cara melaksanakan intervensi sesuai dengan penyimpangan yang ditemukan pada anak tersebut. Misalnya, anak mempunyai penyimpangan motorik kasar, maka yang diintervensi yaitu motorik kasarnya. Pada pola di atas, anak harus dilatih berdiri.
3)Beri petunjuk pada orangtua dan keluarga untuk mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran dan kasih sayang, bervariasi dan sambil bermain dengan anak semoga ia tidak bosan.
4) lntervensi pada anak dilakukan secara intensif setiap hari sekitar 3-4 jam, selama dua minggu. Bila anak terlihat bahagia dan tidak bosan, waktu intervensi sanggup ditambah. Bila anak menolak atau rewel, intervensi dilarang dahulu, dilanjutkan apabila anak sudah sanggup diintervensi lagi.
5) Minta orangtua atau keluarga tiba kembali atau kontrol dua ahad kemudian untuk dilakukan penilaian hasil intervensi dan melihat apakah ada kemajuan/ perkembangan atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan KPSP yang seuai dengan umur skrining yang terdekat.

BAB IV PENUTUP
Agar pertumbuhan dan perkembangan anak sanggup tercapai dengan optimal, maka stimulasi semenjak dini harus dilakukan. Stimulasi ini dilakukan secara terus menerus pada banyak sekali aspek perkembangan dan tidak sebatas pada aspek pendidikan saja melainkan aspek kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, serta proteksi dan kesejahteraan anak.

Tidak semua pertumbuhan dan perkembangan anak berjalan dengan baik atau sesuai dengan tahapan usianya, namun ada beberapa yang mengalami gangguan atau kendala di dalam tumbuh kembangnya yang kita kenal dengan istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Setelah dilakukan deteksi dini, selanjutnya dilakukan intervensi dini terhadap gangguan tumbuh kembang anak, yaitu upaya penanganan yang dilakukan semenjak dini terhadap gangguan tumbuh kembang anak semoga tumbuh kembang anak menjadi lebih optimal.

Dengan diterbitkannya petunjuk teknis ini, diharapkan guru, orang tua, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya sanggup melaksanakan detekdi dini tumbuh kembang serta memahami karakteristir anak berkebutuhan khusus dengan sempurna sehingga sanggup memberi layanan pendidikan yang optimal.


Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019. Semoga bisa bermanfaat.
Advertisement

Iklan Sidebar