Info Populer 2022

Buku Evaluasi Berorientasi Hots Tahun 2019 Untuk Pkb Melalui Pkp Berbasis Zonasi

Buku Evaluasi Berorientasi Hots Tahun 2019 Untuk Pkb Melalui Pkp Berbasis Zonasi
Buku Evaluasi Berorientasi Hots Tahun 2019 Untuk Pkb Melalui Pkp Berbasis Zonasi
Berikut ini yaitu berkas Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi. Buku Pembelajaran HOTS Terbaru untuk Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Melalui Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) Berbasis Zonasi Tahun 2019. Download file format PDF. Buku ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

 Berikut ini yaitu berkas Buku Pembelajaran HOTS Tahun  Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi
Buku Pembelajaran HOTS untuk PKP Tahun 2019

Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi:

KATA PENGANTAR

Peran guru profesional dalam pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan berguru penerima didik dan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Guru profesional yaitu guru yang kompeten dalam membangun dan menyebarkan proses pembelajaran yang baik dan efektif sehingga sanggup menghasilkan penerima didik yang pandai dan pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut menjadikan kualitas pembelajaran sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian pemerintah sentra maupun pemerintah kawasan dalam meningkatkan mutu pendidikan terutama menyangkut kualitas lulusan penerima didik.

Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan agenda yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan. Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS).

Peningkatan kualitas penerima didik salah satunya dilakukan oleh guru yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dengan berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Desain peningkatan kualitas pembelajaran ini merupakan upaya peningkatan kualitas penerima didik yang pada alhasil meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka diharapkan sebuah buku pegangan guru yang menawarkan keterampilan menyebarkan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada alhasil akan meningkatkan kualitas lulusan penerima didik.

Dengan adanya Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ini diharapkan sanggup menjembatani pemahaman para guru dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran lebih baik lagi sehingga mereka sanggup meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.

Direktur Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan,
ttd.
Dr. Supriano, M.Ed.

BAGIAN I. PENDAHULUAN

A. RASIONAL

Guru sebagai pendidik pada jenjang satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah mempunyai kiprah yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan penerima didik sehingga menjadi determinan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Pentingnya kiprah guru dalam pendidikan diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik semoga menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 perihal Guru dan Dosen mengamanatkan adanya pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagai aktualisasi dari profesi pendidik. Sudah sangat terang fungsi guru dalam menyebarkan kemampuan penerima didik dalam meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.

Implementasi Kurikulum 2013 yang menjadi rujukan proses pembelajaran pada satuan pendidikan, sesuai kebijakan, perlu mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Integrasi tersebut bukan sebagai agenda embel-embel atau sisipan, melainkan sebagai satu kesatuan mendidik dan berguru bagi seluruh pelaku pendidikan di satuan pendidikan. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 perihal Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjadikan pendidikan abjad sebagai “Gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat abjad penerima didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bab dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)” (Pasal 1, ayat 1). Perpres ini menjadi landasan awal untuk kembali meletakkan pendidikan abjad sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, diperkuat dengan dikeluarkannya Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 perihal Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. Penguatan Pendidikan Karakter menjadi kebijakan nasional yang harus diimplementasikan pada setiap training dalam rangka peningkatan kompetensi guru.

Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter tidak terlepas dalam pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas. Tercapainya pembelajaran yang berkualitas idealnya menghasilkan perilaku yang baik, pengetahuan yang mumpuni dan keterampilan yang terakumulasi pada diri penerima didik. Melalui proses pembelajaran yang menantang akan menawarkan pengalaman berguru bermakna, sehingga pengalaman berguru tersebut sanggup teraplikasikan oleh penerima didik dalam menghadapi permasalahan di kehidupan nyata.

Dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) yang telah diikuti oleh sekitar 1.812.565 penerima didik Sekolah Menengan Atas dan MA di seluruh Indonesia yang berlangsung pada April 2018, menjadikan permasalahan yang sempat viral di media sosial. Keluhan yang banyak terjadi yaitu mengenai sulitnya soal- soal UN terutama soal Matematika. Mendikbud, Muhadjir Effendy dalam sebuah kesempatan menyatakan bahwa bobot pada soal-soal UNBK, terutama mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam memang berbeda dengan penilaian biasanya. Kementerian Pendidikan sudah mulai menerapkan standar internasional, baik itu untuk soal-soal Matematika, literasi, maupun untuk Ilmu Pengetahuan Alam yaitu yang memerlukan daya logika tinggi, atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). (dilansir Kompas.Com).

Pemerintah mengharapkan para penerima didik mencapai banyak sekali kompetensi dengan penerapan HOTS atau Keterampilan Bepikir Tingkat Tinggi. Kompetensi tersebut yaitu berpikir kritis (criticial thinking), kreatif dan penemuan (creative and innovative), kemampuan berkomunikasi (communication skill), kemampuan bekerja sama (collaboration), dan kepercayaan diri (confidence). Lima hal yang disampaikan pemerintah yang menjadi sasaran abjad penerima didik tersebut pada sistem evaluasi, yaitu dalam UN dan juga merupakan kecakapan era 21. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (High Order Thinking Skills/HOTS) juga diterapkan menyusul masih rendahnya peringkat Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dibandingkan dengan negara lain, sehingga standar soal UN ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan. 

Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan agenda yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan. Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS).

Pemberdayaan komunitas GTK melalui Pusat Kegiatan Gugus/Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), serta Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) merupakan salah satu prioritas agenda Ditjen GTK dalam menyebarkan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tinggi tinggi. Oleh alasannya yaitu itu, Ditjen GTK melalui Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kelautan Perikanan, Teknologi Informasi, dan Komunikasi (LPPPTK KPTK), Dinas Pendidikan dan instansi publik lainnya menyiapkan hal- hal terkait dalam pengembangan pembelajaran berbasis komunitas GTK.

Buku ini disusun semoga sanggup menawarkan pegangan dan panduan dalam melaksanakan perencanaan hingga proses pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi secara efektif, efisien, dan sesuai dengan mekanisme serta amanat Kurikulum 2013.


B. DASAR HUKUM

Buku yang menjadi pegangan dalam menyebarkan pembelajaran berorientasi kepada keterampilan berpikir tingkat tinggi, dikembangkan dengan memperhatikan beberapa dasar kebijakan dan peraturan sebagai berikut:
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional;
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 perihal Guru dan Dosen;
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 perihal Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan;
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 perihal Guru sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 perihal Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 perihal Guru;
  5. Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 perihal Penguatan Pendidikan Karakter;
  6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 perihal Standar Komptensi Pengawas Sekolah/Madrasah; 
  7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 perihal Standar Komptensi Kepala Sekolah/Madrasah;
  8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 perihal Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
  9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 perihal Standar Kualifikasi Akademik Konselor;
  10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2008 perihal Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus;
  11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 perihal Bimbingan dan Konseling;
  12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 perihal Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini;
  13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 perihal Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
  14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 perihal Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
  15. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 perihal Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
  16. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 perihal Standar Penilaian Pendidikan;
  17. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 perihal Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah;
  18. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 perihal Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan; dan
  19. Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2018 perihal Pedoman Pelatihan Kurikulum 2013 bagi GTK Tahun 2018.

C. TUJUAN

Buku yang menjadi pegangan dalam menyebarkan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:
  1. Memberikan pola kepada guru dalam menyebarkan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi;
  2. Memberikan pola kepada kepala sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik;
  3. Memberikan pola kepada pengawas sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik dan manajerial.

D. SASARAN PEDOMAN

Sasaran penggunaan buku ini yaitu sebagai berikut:
  1. Guru jenjang SD (SD), SMP (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Bimbingan Konseling (BK), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) serta Pendidikan Luar Biasa (PLB);
  2. Kepala sekolah/madrasah sebagai bab supervisi akademik;
  3. Pengawas sekolah/madrasah sebagai bab supervisi akademik dan manajerial. 

BAGIAN II. KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

KONSEPTUAL PEMBELAJARAN BERORIENTASI KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOTS)

1. KONSEP BERPIKIR TINGKAT TINGGI

Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal sebagai Higher Order Thinking Skills (HOTS) dipicu oleh empat kondisi berikut.

a. Sebuah situasi berguru tertentu yang memerlukan taktik pembelajaran yang spesifik dan tidak sanggup dipakai di situasi berguru lainnya.

b. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak sanggup diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi, dan kesadaran dalam belajar.

c. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.

d. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik menyerupai penalaran, kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.

Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah satunya dari Resnick (1987) yaitu proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, menciptakan kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun kekerabatan dengan melibatkan acara mental yang paling dasar. Keterampilan ini juga dipakai untuk menggarisbawahi banyak sekali proses tingkat tinggi berdasarkan jenjang taksonomi Bloom. Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama yaitu keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu: mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua yaitu yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating). 

Pembelajaran yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi yaitu pembelajaran yang melibatkan 3 aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu: transfer of knowledge, critical and creative thinking, dan problem solving. Dalam proses pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak memandang level KD, apakah KD nya berada pada tingkatan C1, C2, C3, C4, C5, atau C6.

a. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge

Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses berguru dan mengajar.

1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif mencakup kemampuan dari penerima didik dalam mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran yang telah didapatnya. Proses ini berkenaan dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam menyebarkan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Tujuan pembelajaran pada ranah kognitif berdasarkan Bloom merupakan segala acara pembelajaran menjadi enam tingkatan sesuai dengan jenjang terendah hingga tertinggi.

Anderson dan Krathwoll melalui taksonomi yang direvisi mempunyai rangkaian proses- proses yang memperlihatkan kompleksitas kognitif dengan menambahkan dimensi pengetahuan, seperti:

1) Pengetahuan faktual, Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen dasar yang harus diketahui para penerima didik kalau mereka akan dikenalkan dengan suatu disiplin atau untuk memecahkan persoalan apapun di dalamnya. Elemen-elemen biasanya merupakan simbol-simbol yang berkaitan dengan beberapa rujukan konkret, atau "benang-benang simbol" yang memberikan informasi penting. Sebagian terbesar, pengetahuan faktual muncul pada level abstraksi yang relatif rendah. Dua bab jenis pengetahuan faktual adalah:

Pengetahuan terminologi mencakup nama-nama dan simbol-simbol ekspresi dan nonverbal tertentu (contohnya kata-kata, angka-angka, tanda-tanda, dan gambar-gambar).

Pengetahuan yang detail dan elemen-elemen yang spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat-tempat, orang-orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya.

2) Pengetahuan konseptual, Pengetahuan konseptual mencakup skema-skema, model- model mental, atau teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologi kognitif yang berbeda. Pengetahuan konseptual mencakup tiga jenis:

Pengetahuan pembagian terstruktur mengenai dan kategori mencakup kategori, kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik yang dipakai dalam pokok bahasan yang berbeda;

Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin ilmu akademis dan dipakai untuk mempelajari fenomena atau memecahkan masalah- persoalan dalam disiplin ilmu; dan

Pengetahuan teori, model, dan struktur mencakup pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi bersama dengan hubungan- kekerabatan di antara mereka yang menyajikan pandangan sistemis, jelas, dan bundar mengenai suatu fenomena, masalah, atau pokok bahasan yang kompleks. 

3) Pengetahuan prosedural, "pengetahuan mengenai bagaimana" melaksanakan sesuatu. Hal ini sanggup berkisar dari melengkapi latihan-latihan yang cukup rutin hingga memecahkan masalah-masalah baru. Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk dari suatu rangkaian langkah-langkah yang akan diikuti. Hal ini mencakup pengetahuan keahlian-keahlian, algoritma-algoritma, teknik-teknik, dan metode-metode secara kolektif disebut sebagai prosedur-prosedur.

Pengetahuan keahlian dan algoritma spesifik suatu subjek.

Pengetahuan prosedural sanggup diungkapkan sebagai suatu rangkaian langkah-langkah, yang secara kolektif dikenal sebagai prosedur. Kadangkala langkah-langkah tersebut diikuti perintah yang pasti, di waktu yang lain keputusan-keputusan harus dibentuk mengenai langkah mana yang dilakukan selanjutnya. Dengan cara yang sama, kadang kala hasil alhasil pasti, dalam perkara lain hasilnya tidak pasti. Meskipun proses tersebut bisa niscaya atau lebih terbuka, hasil final tersebut secara umum dianggap niscaya dalam bab jenis pengetahuan.

Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatu subjek.

Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatu subjek mencakup pengetahuan yang secara luas merupakan hasil dari konsensus, persetujuan, atau norma- norma disipliner daripada pengetahuan yang lebih pribadi merupakan suatu hasil observasi, eksperimen, atau penemuan. Bagian jenis pengetahuan ini secara umum menggambarkan bagaimana para jago dalam bidang atau disiplin ilmu tersebut berpikir dan menuntaskan masalah-masalah daripada hasil-hasil dari pemikiran atau pemecahan persoalan tersebut.

Pengetahuan kriteria untuk menentukan kapan memakai prosedur-prosedur yang tepat.

Sebelum terlibat dalam suatu penyelidikan, para penerima didik diharapkan sanggup mengetahui metode-metode dan teknik-teknik yang telah dipakai dalam penyelidikan-penyelidikan yang sama. Pada suatu tingkatan nanti dalam penyelidikan tersebut, mereka sanggup diharapkan untuk memperlihatkan hubungan-hubungan antara metode-metode dan teknik-teknik yang mereka benar-benar lakukan dan metode-metode yang dilakukan oleh penerima didik lain.

4) Pengetahuan metakognitif, Pengetahuan metakognitif yaitu pengetahuan mengenai kesadaran secara umum sama halnya dengan kewaspadaan dan pengetahuan perihal kesadaran pribadi seseorang. Penekanan kepada penerima didik untuk lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Perkembangan para penerima didik akan menjadi lebih sadar dengan pemikiran mereka sendiri sama halnya dengan lebih banyak mereka mengetahui kesadaran secara umum, dan ketika mereka bertindak dalam kewaspadaan ini, mereka akan cenderung berguru lebih baik. 

Pengetahuan strategi.

Pengetahuan taktik yaitu pengetahuan mengenai strategi-strategi umum untuk pembelajaran, berpikir, dan pemecahan masalah.

Pengetahuan mengenai kiprah kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional.

Para penerima didik menyebarkan pengetahuan mengenai strategi-strategi pembelajaran dan berpikir, pengetahuan ini mencerminkan baik strategi- taktik umum apa yang dipakai dan bagaimana mereka menggunakan.

Pengetahuan diri.

Kewaspadaan diri mengenai keluasan dan kedalaman dari dasar pengetahuan dirinya merupakan aspek penting pengetahuan diri. Para penerima didik perlu memperhatikan terhadap jenis taktik yang berbeda. Kesadaran seseorang cenderung terlalu bergantung pada taktik tertentu, dimana terdapat strategi-strategi lain yang lebih sempurna untuk kiprah tersebut, sanggup mendorong ke arah suatu perubahan dalam penggunaan strategi.

Berfikir kreatif merupakan kemampuan yang sebagian besar dari kita yang terlahir bukan pemikir kreatif alami. Perlu teknik khusus untuk membantu memakai otak kita dengan cara yang berbeda. Masalah pada pemikiran kreatif yaitu bahwa hampir secara definisi dari setiap inspirasi yang belum diperiksa akan terdengar asing dan mengada-ngada bahkan terdengar gila. Tetapi solusi yang baik mungkin akan terdengar asing pada awalnya. Namun demikian, solusi tersebut jarang diungkapkan dan dicoba.

Berpikir kreatif sanggup berupa pemikiran imajinatif, menghasilkan banyak kemungkinan solusi, berbeda, dan bersifat lateral.

Keterampilan berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan penerima didik semoga menjadi pemecah persoalan yang baik dan bisa menciptakan keputusan maupun kesimpulan yang matang dan bisa dipertanggungjawabkan secara akademis.

c. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving

Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diharapkan dalam proses pembelajaran, alasannya yaitu pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak sanggup dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah.

Keterampilan pemecahan persoalan merupakan keterampilan para jago yang mempunyai impian besar lengan berkuasa untuk sanggup memecahkan persoalan yang muncul pada kehidupan sehari- hari. Peserta didik secara individu akan mempunyai keterampilan pemecahan persoalan yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mourtos, Okamoto, dan Rhee [16], ada enam aspek yang sanggup dipakai untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan persoalan penerima didik, yaitu:

1) Menentukan masalah. Mendefinisikan masalah, menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus diketahui sebelum dipakai untuk mendefinisikan persoalan sehingga menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil pembahasan dari persoalan yang dihadapi;

2) Mengeksplorasi masalah. Menentukan objek yang bekerjasama dengan masalah, mengusut persoalan yang terkait dengan asumsi, dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah;

3) Merencanakan solusi. Peserta didik menyebarkan planning untuk memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah, menentukan teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan menentukan informasi untuk menemukan solusi;

4) Melaksanakan rencana. Pada tahap ini penerima didik menerapkan planning yang telah ditetapkan;

5) Memeriksa solusi. Mengevaluasi solusi yang dipakai untuk memecahkan masalah; dan 

6) Mengevaluasi. Pada langkah ini, solusi diperiksa, perkiraan yang terkait dengan solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika mengimplementasikan solusi dan mengomunikasikan solusi yang telah dibuat.


2. KOMPETENSI KETERAMPILAN 4CS (CREATIVITY, CRITICAL THINKING, COLLABORATION, COMMUNICATION)

Pembelajaran era 21 memakai istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical thinking, communication, collaboration, and creativity). 4Cs yaitu empat keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai keterampilan era ke-21 (P21) yaitu keterampilan yang sangat penting dan diharapkan untuk pendidikan era ke-21.

a. Kerangka Kerja enGauge 21st Century Skill

Perkembangan ilmu kognitif memperlihatkan bahwa hasil yang diharapkan dalam pembelajaran akan meningkat secara signifikan ketika penerima didik terlibat dalam proses pembelajaran melalui pengalaman dunia nyata yang otentik. Keterampilan enGauge Abad ke-21 dibangun berdasarkan hasil penelitian yang terus-menerus serta menjawab kebutuhan pembelajaran yang secara terang mendefinisikan apa yang diharapkan penerima didik semoga sanggup berkembang di era digital ketika ini. 

1) Digital Age Literacy/Era Literasi Digital
Literasi ilmiah, matematika, dan teknologi dasar
Literasi visual dan informasi
Literasi budaya dan kesadaran global

2) Inventive Thinking/Berpikir Inventif
Adaptablility dan kemampuan untuk mengelola kompleksitas
Keingintahuan, kreativitas, dan pengambilan risiko
Berpikir tingkat tinggi dan alasan yang masuk akal

3) Effective Communication/Komunikasi yang Efektif
Keterampilan, kolaborasi, dan interpersonal
Tanggung jawab pribadi dan sosial
Komunikasi interaktif

4) High Productivity/Produktivitas Tinggi
Kemampuan untuk memprioritaskan, merencanakan, dan mengelola hasil
Penggunaan alat dunia nyata yang efektif
Produk yang relevan dan berkualitas tinggi

b. Kerangka konsep berpikir era 21 di Indonesia
Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya semua materi sanggup didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21 sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi, diperoleh 2 standar embel-embel sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakan Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada Pengembangan Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value).  
     

    Download Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi



    Download File:
    Download Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi.pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Pembelajaran HOTS Tahun 2019 untuk PKB Melalui PKP Berbasis Zonasi. Semoga bisa bermanfaat.
    Advertisement

    Iklan Sidebar