Info Populer 2022

Buku Pembelajaran Hots Tahun 2019 Untuk Pkb Melalui Pkp Berbasis Zonasi

Buku Pembelajaran Hots Tahun 2019 Untuk Pkb Melalui Pkp Berbasis Zonasi
Buku Pembelajaran Hots Tahun 2019 Untuk Pkb Melalui Pkp Berbasis Zonasi
Berikut ini ialah berkas Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar. Download file format PDF. Buku ini diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 Berikut ini ialah berkas Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum  Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar
Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar

Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar:

Salah satu esensi yang dijadikan pertimbangan dalam implementasi Kurikulum 2013 ialah pencapaian kompetensi berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills) untuk menuntaskan kasus dengan berpikir kritis, inovatif, kreatif. HOTs ialah kemampuan berfikir tingkat tinggi yang menekankan pada kemampuan menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan. HOTS mengutamakan pada pembelajaran yang merangsang anak untuk mempunyai nalar knowing how, sedangkan LOTs lebih kepada knowing what. HOTs membutuhan kemampuan berguru kompleks menyerupai berpikir kritis dan memecahkan masalah. Oleh alasannya itu guru harus mempunyai kemampuan tingkat tinggi ini. Temuan studi bahwa besar guru belum menguasai konsep pembelajaran bermuatan HOTs. Upaya yang dilakukan oleh sebagian angkuh sekolah ialah mengajukan usulan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota supaya guru-guru di sekolah dilatih dengan materi khusus pembelajaran bermuatan HOTs. Pelatihan harus murni wacana materi terkait HOTs; berdiskusi antar sesama guru, mencari informasi dari sekolah yang sudah mempunyai pengetahuan wacana pembelajaran bermuatan HOTs, kepala sekolah berupaya menambah pengetahuan wacana HOTs, meminta guru mengurangi penulisan soal PG, mengikutkan guru pada pelatihan, dan memberi dukungan kepada guru. Perencanaan pembelajaran, silabus dan RPP juga harus berdasar pada HOTs. Diperlukan model panduan dalam pembelajaran bermuatan HOTS adalam bentuk satu kesatuan, meliputi model pembelajaran, model penilaian serta pemanfaatan alat pelajaran. Panduan yang menyerupai itu dinilai lebih ringkas dan memudahkan guru di dalam mempelajarinya. Sedangkan model training pembelajaran bermuatan HOTS yang dianggap paling sesuai berdasarkan guru ialah model training melalui kelompok kerja guru (KKG). Model training KKG dirasakan lebih memperlihatkan dampak positif bagi guru dikarenakan guru sanggup saling bertukar informasi dan saling menularkan ilmu yang dimiliki.


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam Nawacita nomor 5 sanggup dimaknai bahwa pemerintah berkewajiban meningkatkan kualitas hidup insan Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya 33333 sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang besar lengan berkuasa dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia menjelma insan yang berkualitas sehingga bisa dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (UU No.20 Th 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional) Konten pendidikan yang meliputi sikap, keterampilan dan pengetahuan perlu diarahkan supaya sanggup memberi kemampuan bagi siswa untuk menggunakannya bagi kehidupan di masa depan.

Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang bisa memperlihatkan bantuan yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi penerima didik. Kurikulum ialah seperangkat planning dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara yang dipakai sebagai ide penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk menyiapkan penerima didik supaya berkecakapan hidup sesuai dengan kondisi kehidupannya ketika ini dan masa depan yang merupakan rentang waktu bagi penerima didik yang berguru pada masa sekarang dan untuk hidup berkelanjutan (sustainable) dengan segala tantangan era ke-21. Kurikulum sebagai jantung pendidikan mempunyai posisi strategis mulai dari ide, desain, dokumen, dan implementasinya.

Dalam UU No. 20/2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional diamanatkan bahwa kurikulum harus dikembangkan dan dilaksanakan untuk sanggup meningkatkan potensi, minat, dan kecerdasan jamak penerima didik. Kurikulum perlu diselaraskan dengan kebutuhan keterampilan era ke-21 yang ditandai oleh kesadaran global, penumbuhan kreativitas dan inovasi, serta banyak sekali macam kemampuan yang meliputi pemecahan masalah, kerjasama, mencari informasi yang sahih, berkomunikasi dan memakai teknologi informasi, serta menjadi warga negara yang bertanggungjawab dan mempunyai huruf dan moral yang kokoh yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar kelas.

Dalam upaya menyelenggarakan sistem pendidikan secara berkualitas guna membentuk sumber daya insan yang mempunyai daya saing, dilakukan penyempurnaan Kurikulum 2006 (K-2006) menjadi Kurikulum 2013 (K-2013). Penyempurnaan kurikulum ini tertuang di dalam Permendikbud No. 160 tahun 2014 wacana Pemberlakuan K-2006 dan K-2013.Penyempurnaan kurikulum ini telah dikaitkan dengan prediksi cerdas wacana masa sekarang dan kecenderungan yang mungkin akan terjadi dalam kehidupan era ke-21. Kecenderungan di masa depandituntut banyak sekali keterampilan antara lain keterampilan hidup dan berkarir, keterampilan berguru dan berinovasi, dan keterampilan teknologi dan media informasi. (Trilling and Fadel, 2009:47 dalam Wijaya dkk, 2016).

Kecenderungan masa depan tersebut menjadi pertimbangan dalam memutuskan desain kurikulum terutama komponen kurikulum dalam aspek tujuan, isi/bahan, serta proses pembelajaran. Salah satu esensi yang dijadikan pertimbangan dalam K-2013 ialah pencapaian kompetensi berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills, HOTs) untuk menuntaskan kasus dengan berpikir kritis, inovatif, kreatif, demi kehidupan kebersamaan insan dengan tenang dan serasi (to live together in peace and harmony).

Dengan penerapan HOTs dalam pembelajaran sanggup meningkatkan hal positif menyerupai keberanian menghadapi soal sulit, terbentuknya kerjasama antar siswa yang baik,adanya interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru yang lebih tinggi, acara berguru yang lebih baik, serta huruf siswa yang baik dalam hal disilpin, ketekunan, tanggung jawab, teliti dan sikap terbuka (Widodo dan Srikadarwati, 2013). Hal itu secara pribadi maupun tidak pribadi memperlihatkan bahwa penerapan pembelajaran HOTs bisa meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus meningkatkan hasil berguru siswa baik dalam aspek kognitif, psikomotori, dan afektif. 

HOTs mengutamakan pada pembelajaran yang merangsang anak untuk mempunyai nalar knowing what, when, why, where dan how, sedangkan LOTs lebih mengutamakan knowing what.

Pembelajaran yang berorientasi pada HOTs menuntut siswa untuk mencari tahu yang memerlukan proses berpikir cerdas dan kreatif. HOTs meliputi keterampilan menganalisa (analyzing), mengevaluasi (evaluating), mencipta (creating), berfikir kritis (critical thinking) dan penyelesaian kasus (problem solving) (Anderson & Krathwohl,2001 dan Brookhart, 2010). Dalam hal ini guru harus menggiring siswa supaya sanggup dan terbiasa memahami dan memecahkan problem yang kompleks dan sulit. Pembelajaran HOTs merupakan pembelajaran yang megajak siswa untuk mencari tahu, pintar merumuskan masalah, pintar menganalisis, pintar mencari solusi, kreatif dan kontemplatif.

HOTs menjadi sebuah modal bagi siswa dalam menghadapi kehidupan yang jauh lebih komplek pada masa depan. Oleh alasannya itu, di dalam K-2013, HOTs sudah diperkenalkan semenjak sekolah dasar dengan harapan kelak di kemudian hari siswa sanggup bersaing di dunia global yang penuh tantangan. Pembelajaran HOTs menuntut siswa untuk melaksanakan pembelajaran aktif (active learning). Banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa dibandingkan dengan pembelajaran tradisional, pembelajaran aktif memperlihatkan peluang bagi siswa untuk sanggup menyerap lebih banyak materi pelajaran, mengingat, dan memahami lebih lama, dan yang terpenting ialah siswa sanggup berpikir dengan tingkatan yang lebih tinggi (Widowati, 2014).

Kondisi faktual wacana hasil pembelajaran yang terkait dengan HOTs, sepertinya masih belum memenuhi harapan. Hal ini sanggup dilihat dari hasil Indonesian National Assesment Programme/ INAP tahun 2016 memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa SD di Indonesia gres mempunyai kompetensi menjawab soal yang bersifat pengetahuan (knowing) saja (Rahma, 2016). 

Sementara itu, pada pelaksanaan ujian nasional (UN) Sekolah Menengah Pertama tahun 2016 khususnya di sekolah yang mempunyai nilai integritas tinggi, rerata nilai UN yang dicapai siswa 50,80 (Pusat Penilaian Pendidikan, 2016). Nilai ini masih dibawah Standar Kompetensi Minimal (SKM) yang ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar 55,00, padahal berdasarkan informasi dari Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemdikbud, 20% soal ujian nasional tahun 2016 sudah berorientasi pada HOTs (Puspendik, 2016). Hasil INAP siswa SD dan UN siswa Sekolah Menengah Pertama tersebut menggambarkan bahwa proses pembelajaran di SD dan Sekolah Menengah Pertama sepertinya masih belum berorientasi pada HOTs. Rendahnya kualitas pembelajaran ini juga dimuat di dalam RPJMN 2015-2019. Proses pembelajaran ketika ini masih belum sanggup menumbuhkan kreativitas siswa dan membangkitkan daya kritis dalam berpikir dan kemampuan analisis siswa, suatu kompetensi yang justru sangat vital dimiliki siswa sebagai hasil dari pembelajaran (RPJMN 2015-2019).

K-2013 sanggup dilihat pada dimensi dokumen dan dimensi implementasi. Pada dimensi dokumen, K-2013 antara lain terdiri atas Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, silabus, Buku Siswa dan Buku Guru. Keseluruhan dokumen tersebut disiapkan oleh pemerintah. Sementara itu pada dimensi implementasi, K-2013 meliputi antara lain pelatihan, persiapan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran oleh guru, dan penilaian hasil belajar. Untuk melihat ada atau tidak adanya unsur HOTs di dalam K-2013 perlu dilakukan pengkajian baik pada dimensi dokumen maupun dimensi implementasinya. Dalam hal ini, pengkajian diutamakan pada dimensi dokumen maupun pada dimensi implementasi yang berafiliasi pribadi dengan pembelajaran dikelas meliputi Standar Proses, silabus, persiapan pembelajaran terutama Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) termasuk instrumen penilaian buatan guru, buku siswa, dan buku guru.

Jenjang pendidikan formal di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 

Dalam kaitan dengan HOTs, pendidikan dasar menjadi fondasi bagi perkembangan selanjutnya. Oleh alasannya itu kajian ini difokuskan pada pendidikan dasar, dengan harapan HOTs akan terbawa ke pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, bahkan hingga mereka hidup bermasyarakat.

Untuk melihat ada atau tidak adanya unsur HOTs di dalam K-2013 perlu dilakukan pengkajian baik pada dimensi dokumen maupun dimensi implementasinya. Dalam hal ini, pengkajian diutamakan pada dimensi dokumen maupun pada dimensi implementasi yang berafiliasi pribadi dengan pembelajaran dikelas meliputi Standar Proses, silabus, persiapan pembelajaran terutama Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) termasuk instrumen penilaian buatan guru, buku siswa, dan buku guru.

Berdasarkan banyak sekali permasalahan sebagaimana telah dijabarkan, maka penelitian ini memfokuskan pada tiga pertanyaan penelitian berikut (1) Bagaimanakah implementasi KI dan KD pada pembelajaran dengan muatan HOTs oleh Guru di sekolah? (2) Panduan Implementasi Standar Proses yang memuat unsur HOTs yang bagaimanakah yang sanggup dipahami oleh Guru sehingga sanggup dimplementasikan pada kegiatan pembelajaran. (3) Model peningkatan kompetensi guru wacana HOTs yang bagaimanakah yang sebaiknya direkomendasikan sebagai materi kebijakan?

B. Tujuan

Tujuan kegiatan ini yakni menghasilkan rekomendasi kebijakan wacana model peningkatan kompetensi guru dalam implementasi unsur HOTs dalam pembelajaran. Adapun tujuan khususnya yaitu: (1) mengkaji implementasi pembelajaran bermuatan HOTs oleh Guru di sekolah, (2) menghasilkan model panduan pembelajaran yang memuat unsur HOTs yang dipahami oleh guru sehingga sanggup dimplementasikan pada kegiatan pembelajaran, (3) menghasilkan model training peningkatan kompetensi guru wacana HOTs untuk direkomendasikan sebagai usulan materi kebijakan.

C. Sasaran

Sasaran pada kegiatan penelitian ini ialah dokumen dan implementasi Kurikulum 2013 kelas IV Sekolah Dasar. 

D. Keluaran

Sebagai keluaran dari kajian ini yaitu:
  1. Laporan hasil analisis wacana unsur HOTs dalam K-2013 sebagai dokumen dan implementasinya.
  2. Rekomendasi kebijakan terkait peningkatan kompetensi guru dalam memahami dan mengimplementasikan HOTs dalam pembelajaran.

E. Ruang Lingkup

Agar terfokus pada keluaran hasil kajian, ruang lingkup kajian ini ditetapkan sebagai berikut:

1. Jenjang, terdiri atas :
a. Pendidikan dasar : SD
b. Kelas 4

2. Lokasi, dengan kriteria:
a. Sekolah pelaksana K-2013 hasil penyempurnaan 2016 yang terletak di kota Banjarmasin, Kota Bandung, Yogyakarta, dan Kota Palembang.
b. Sekolah yang GTK nya telah mendapatkan training K-2013 hasil penyempurnaan tahun 2016.

3. Mata pelajaran yang diujikan dalam ujian final sekolah bertaraf nasional (UASBN) untuk SD. Mata pelajaran UASBN SD terdiri atas: Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA.

4. Dokumen yang berafiliasi dengan K-2013 meliputi:
a. Standar Proses;
b. KI dan KD
c. Silabus; 
d. Buku teks pelajaran terdiri atas buku siswa dan buku guru;
e. RPP buatan guru;
f. Soal/tes buatan guru. 


BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Pembelajaran dan Penilaian

1. Pembelajaran
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merngubah gaya hidup manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki era 21 kemajuan teknologi tersebut telah memasuki banyak sekali sendi kehidupan, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Guru dan siswa, pendidik dan penerima didik dituntut mempunyai kemampuan berguru mengajar di era 21 ini. Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru supaya sanggup bertahan dalam era pengetahuan di era informasi ini.

Pendidikan Nasional era 21 bertujuan untuk mewujudkan impian bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya insan yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan impian bangsanya (Mukminan, 2014)

Pembelajaran ialah proses, cara, perbuatan mengakibatkan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran ialah proses interaksi penerima didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan pertolongan yang diberikan pendidik supaya sanggup terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada penerima didik. Dengan kata lain, pembelajaran ialah proses untuk membantu penerima didik supaya sanggup berguru dengan baik.

Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang menyerupai dengan pengajaran, tetapi bekerjsama mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya penerima didik sanggup berguru dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga sanggup memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang penerima didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan penerima didik.

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang mempunyai motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang bisa memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian sasaran belajar. 

Target berguru sanggup diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang akomodasi yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat penerima didik lebih gampang mencapai sasaran belajar.

Instruction atau pembelajaran ialah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses berguru siswa, yang berisi serangkaian kejadian yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses berguru siswa yang bersifat internal. (Gagne dan Briggs: 1979) Pembelajaran ialah proses interaksi penerima didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 0/2003, Bab I Pasal Ayat 20)

Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan berguru (oleh siswa) dan mengajar (oleh guru). Kegiatan berguru mengajar ialah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan berguru ialah kegiatan primer, sedangkan mengajar ialah kegiatan sekunder yang dimaksudkan supaya terjadi kegiatan secara optimal.

Dan sanggup ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran ialah perjuangan sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laris pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan gres yang berlaku dalam waktu yang relatif usang dan alasannya adanya usaha.

Pembelajaran era 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi era 21 dimana kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berkembang begitu cepat mempunyai efek terhadap banyak sekali aspek kehidupan termasuk pada proses berguru mengajar. Salah satu pola kemajuan TIK mempunyai efek terhadap proses pembelajaran ialah penerima didik diberi kesempatan dan dituntut untuk bisa berbagi kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi - khususnya komputer, sehingga penerima didik mempunyai kemampuan dalam menggunakan  teknologi pada proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai kecakapan berpikir dan berguru penerima didik.

Selain itu, sistem pembelajaran era 21 merupakan suatu peralihan pembelajaran dimana kurikulum yang dikembangkan ketika ini menuntut sekolah untuk mengubah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik (teacher-centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada penerima didik (student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan dimana penerima didik harus mempunyai kecakapan berpikir dan belajar. Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya ialah kecakapan memecahkan kasus (problem solving), berpikir kritis, kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh penerima didik apabila pendidik bisa berbagi planning pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang penerima didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong penerima didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap planning pembelajaran yang dibuatnya. Karakteristik pembelajaran era 21 yang sering disebut sebagai 4C, terdiri atas:

a. Communication (Komunikasi)

Pada huruf ini, penerima didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan membuat komunikasi yang efektif dalam banyak sekali bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan memakai kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada ketika berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menuntaskan kasus yang diberikan oleh pendidik.

b. Collaboration (Kerjasama)

Pada huruf ini, penerima didik memperlihatkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; menyesuaikan diri dalam banyak sekali kiprah dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan tenggang rasa pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan tanggung jawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat; memutuskan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain.

c. Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)
Pada huruf ini, penerima didik berusaha untuk memperlihatkan daypikir yang masuk kecerdikan dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antar sistem. Peserta didik juga memakai kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menuntaskan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, penerima didik juga mempunyai kemampuan untuk menyusun, mengungkapkan, menganalisis, dan menuntaskan masalah.

d. Creativity and Innovation (Daya cipta dan Inovasi)
Pada huruf ini, penerima didik mempunyai kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan memberikan gagasan-gagasan gres kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif gres dan berbeda.

Selain peralihan sistem pembelajaran, pada era ini pun terjadi pergeseran tujuan pendidikan dimana pada era ke 19 yang dikenal sebagai era industri, penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan orang dalam dunia sederhana, statis/linier, dan predictable (dapat diramalkan). Peserta didik dibutuhkan sanggup melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan sikap yang rutin. Dampak dari pola pendidikan ini ialah kemampuan output yang standar sehingga kecakapan yang dimiliki merupakan kecakapan standar.

Sehingga pada era 21 ketika ini yang bisa disebut sebagai era pengetahuan, maka tujuan pendidikannya pun adalah; 1) mempersiapkan orang dalam dunia pasang surut, dinamis, unpredictable (tidak bisa diramalkan), 2) sikap yang kreatif, 3) membebaskan kecerdasan individu yang unik, serta 4) menghasilkan inovator. Dengan demikian, model sekolah pada era ini mengharapkan pendidikan sanggup mengakibatkan individu-individu yang mandiri, sebagai pelajar yang mandiri.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka aspek lain yang tidak kalah penting yaitu assessment atau penilaian. Pendidik harus bisa merancang sistem penilaian yang bersifat kontinu artinya penilaian dilakukan semenjak penerima didik mulai melaksanakan kegiatan, sedang dan setelah selesai melaksanakan kegiatannya. Penilaian bisa diberikan diantara penerima didik sebagai feedback, oleh pendidik dengan rubrik yang telah disiapkan atau berdasarkan kinerja serta produk yang mereka hasilkan.

2. Penilaian (Evaluasi) Hasil Belajar

Evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan wacana pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputisan yang dibentuk dalam merancang suatu sistem pembelajaran. 

Pengertian tersebut mempunyai tiga implikasi rumusan yaitu: 1) Evaluasi ialah suatu proses yang terus menerus, sebelum, sewaktu dan setelah proses berguru mengajar, 2) Proses penilaian senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban wacana bagaimana memperbaiki pengajaran, dan 3) Evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat  dan bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan. (Saifuddin, 2014)

Evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Pengukuran berakaitan dengan ukuran kuantitatif, sedangkan penilaian terkait dengan kualitas (Arikunto, 2009). Evaluasi sanggup diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan memakai instrumen dan karenanya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Fungsi utama penilaian ialah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang sempurna sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Untuk memeperoleh informasi yang sempurna dalam kegiatan penilaian dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau tanda-tanda berdasarkan aturan-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan penilaian (evaluation) dan kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.

B. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTs)

Menurut taksonomi Bloom (1956), tingkat kemampuan berpikir seseorang sanggup dibedakan menjadi 6 tingkatan, yakni: mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisa (C4), mengevaluasi (C5), dan membuat (C6). Selanjutnya pada tahun 1990an orin Anderson mengadopsi dan menyesuaikan taksonomi Bloom sesuai dengan kebutuhan pembelajaran Abad 21. (Anderson dan Krathwol, 2001). Berdasarkan taksonomi Bloom, kemampuan berpikir selanjutnya dibedakan menjadi dua, yakni kemampuan berpikir level rendah (lower order thinking skills/LOTs) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTs). Tiga tingkatan dalam taksonomi Bloom dalam ranah kognitif yang termasuk kategori HOTs ialah menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan, sedangkan yang termasuk kategori LOTs ialah mengingat, memahami, mengaplikasikan.

HOTS mengutamakan pada pembelajaran yang merangsang anak untuk mempunyai nalar knowing how, sedangkan LOTs lebih kepada knowing what. HOTs membutuhan kemampuan berguru kompleks menyerupai berpikir kritis dan memecahkan masalah. Definisi dan Indikator dalam masing-masing tingkatan proses kognitif (Kuswana, 2012) yaitu:

1. Mengingat.
Mengingat ialah memanggil kembali pengetahuan/ informasi yang relevan dari memori jangka panjang. Proses ini mempunyai dua tahapan, yakni: (a) Mengenal/ mengidentifikasi (Recognizing /identifying). Menempatkan pengetahuan di memori jangka panjang konsisten dengan materi yang diajarkan. (b) Mengingat/ memanggil kembali (Recalling /retrieving). Menelusuri pengetahuan yang relevan memori jangka panjang. Karakteristik mengingat meliputi: mengenali (recognizing), bisa membuat daftar/list (listing), bisa menjelaskan definisi (describing), mendapatkan informasi (retrieving), dan menamai (naming).

2. Memahami (understand).
Memahami diartikan sebagai mengkonstruk makna dari pesan pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tertulis, dan grafis. Proses memahami ini mencakup: (a) Menginterpretasikan (Interpreting: Clarifying, para-phrasing, representing, translating), (b) Memberikan pola (Exemplifying: Illustrating, instantiating), (c) Mengklasifikasikan (Classifying: Categorizing, subsuming), (d) Merangkum (Summarizing: Abstracting, generalizing), (e) Menyimpulkan (Inferring: Concluding, extrapolating, interpolating, predictin, (f) Membandingkan (Comparing: Contrasting, mapping, matching), dan (g) Menjelaskan (Explaining: Constructing causative models).

3. Mengaplikasikan.
Mengaplikasikan disini mengandung arti sanggup melaksanakan atau memakai mekanisme dalam situasi tertentu (yang diberikan). Mengaplikasikan meliputi kemampuan untuk mengelola/melakukan: Menggunakan mekanisme pada tugas/latihan yang sudah dikenal, siswa mempunyai langkah-langkah urutan tertentu (Executing/carrying out: Using a procedure on familiar tasks/exercises, has a fixed sequence of steps). Contoh, memakai rumus dalam menghitung volume limas segiempat yang diketahui panjang rusuk sisi bantalan dan tingginya. Selain itu, mengimplementasikan; memakai mekanisme pada tugas/latihan yang tidak dikenal, siswa harus menentukan teknik atau metode dan sering mengubah urutan (Implementing: Using a procedure on unfamiliar tasks/problems, student has to select technique or method and often change sequence). Contoh, memakai integral untuk menentukan luas kawasan tertentu.

4. Menganalisis.
Menganalisis ialah kemampuan untuk memecah materi ke dalam bagian-bagian penyusunnya, dan 
menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut saling berafiliasi satu sama lain. Kemampuan menganalisis mencakup: membedakan, mengorganisasikan, dan menandai.

5. Mengevaluasi.
Mengevaluasi diartikan sebagai melaksanakan penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Cara yang dilakukan untuk mengevaluasi diantaranya: mengusut dan mengkritisi.

6. Mencipta (creating).
Mencipta diartikan sebagai kemampuan untuk menempatkan beberapa elemen/ komponen secara sama-sama untuk membangun suatu keseluruhan yang logis dan fungsional, dan mengatur elemen/komponen tersebut ke dalam pola atau struktur yang baru. Tahapan mencipta mencakup: membuat hipotesis, mendesain/merencanakan, dan menghasilkan produk baru.

Beberapa definisi HOTs dikemukakan oleh para andal antara lain; HOTs terdiri dari pengetahuan (knowledge), berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis (critical thinking) dan pemecahan kasus (problem solving). Haladyna (1997) dalam Nuryani. 2009. Menurut Tran Vui (2001) dalam Rosnawati. 2009; HOTs is “Higher order thinking occurs when a person takes new information and information stored in memory and interrelates and/or rearranges and extends this information to achieve a purpose or find possible answers in perplexing situations ”. Pendapat lainnya, Marzano, 1994 dalam Hana, 2013, dikatakan bahwa HOTs meliputi aspek-aspek mengorganisasi, membangun (generating), menginvestigasi dan mengevaluasi. Menurut Brookhart (2010) dalam Martin, dkk. 2018, HOTs terdiri dari tiga kategori: (1) transfer, (2) berpikir kritis, dan (3) pemecahan masalah.

Dari banyak sekali sumber di atas, penulis menyatakan bahwa HOTs merupakan proses pembelajaran yang meliputi pengetahuan, berpikir kreatif, berpikir kritis, analisis, mengorganisasi, membangun (generating), menginvestigasi, mengevaluasi, pemecahan kasus (problem solving), dan mencipta.

C. Strategi Pembelajaran Untuk Mencapai HOTs

Menurut Anderson & Krathwohl (2016); supaya pembelajaran HOTs di kelas sanggup terwujud, guru sanggup melaksanakan pembelajaran dengan banyak sekali strategi, atau metoda yang bervariasi. Ada banyak sekali model pembelajaran yang mendorong terjadinya pembelajaran HOTs, antara lain membuat peta konsep; mengajukan pertanyaan tingkat tinggi, kolaborasi; memakai analogy, keterkaitan antar konsep; dan praktek berupa percobaan, pengukuran dan lainnya.

Disamping itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam menunjang pembelajaran HOTs antara lain guru harus memastikan siswa memahami konsep paling dasar; bantu siswa mengenali potensi diri mereka; perkenalkan siswa dengan HOTs; mengkategorikan konsep (konkrit, abstrak, verbal, non verbal, proses). Guru juga perlu memahami untuk bawah umur yang kurang dalam matematika, guru perlu lebih banyak menjelaskan konsep dasar, mekanisme operasional matematis, dan latihan soal. Sedangkan bagi yang kesulitan memahami konsep verbal lebih memerlukan klarifikasi dengan sedikit bahasa. Selain itu mengajari dari yang konkrit ke ajaib dan kembali ke konkrit. Saat mengajarkan konsep yang bersifat ajaib dspat memakai benda-benda konkrit untuk meningkatkan pemahaman. 

Hal lainnya, mulai dari hal yang dasar gres ke yang rumit, guru harus memastikan siswa sudah memahami hal yang dasar sebelum melanjutkan ke materi yang lebih rumit. Kesalahan yang sering terjadi ialah ketika konsep dasar tidak dipahami maka siswa akan cenderung mengingat. 

Guru perlu juga menjembatani antar konsep; dari yang paling dasar hingga yang rumit, bandingkan antara konsep yang sudah dipelajari dengan konsep yang baru, contoh; sebelum mengajarkan konsep wacana listrik, siswa diingatkan kembali wacana konsep dasar wacana arus listrik, hambatan, beda potensial, gres siswa dikenalkan wacana daya listrik, energy listrik, efisiensi, dan lainnya.

Siswa perlu diajari bagaimana melaksanakan inferensi, mulai dari hal-hal yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari; memakai teknik hubungan pertanyaan-jawaban. Teknik ini terutama dipakai untuk memudahkan siswa dalam memahami informasi berbentuk paragraph panjang. Alat peraga juga sangat bermanfaat untuk memudahkan siswa memahami dan mengaplikasikan konsep. Jika siswa diberi kasus sebaiknya guru mengajarkan cara mengidentifikasi kasus yang diberikan; beri kesempatan berdiskusi antar siswa dengan membuat kelompok kecil; perbanyak sumber atau materi ajar, dan siswa perlu diajari metakognisi dengan cara memahami proses pembelajaran.

D. Pelatihan K-2013 dan HOTs

Menurut Sikula dalam Sumantri (2000), Pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang memakai cara dan mekanisme yang sistematis dan terorganisir. Para penerima training akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya mudah untuk tujuan tertentu. Pendapat lainnya, Good, 1973 (dalam Marzuki,1992) training ialah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan. Pandangan lainnya, berdasarkan Nawawi (1997), training intinya ialah proses memperlihatkan pertolongan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Terkait training K-2013 dan HOTs, penulis mendefinisikan bahwa training merupakan proses kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang atau kelompok, sehingga sanggup melaksanakan pekerjaan sesuai harapan.

Dalam rangka memfasilitasi sekolah meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru serta membantu sekolah mengimplementasikan kurikulum, direktorat teknis menyelenggarakan bimbingan teknis dan pendampingan pelaksanaan kurikulum bagi sekolah. Bimbingan teknis dan pendampingan pelaksanaan kurikulum tersebut, dengan sejumlah agenda pendukung lainnya, dibutuhkan bisa mengakibatkan sejumlah sekolah pelaksana kurikulum mempunyai kesiapan yang baik dalam mengimplementasikan kurikulum. Bimbingan teknis dan pendampingan implementasi kurikulum diselenggarakan dengan melibatkan kiprah serta direktorat terkait, LPMP, Dinas Pendidikan kabupaten/Kota, sekolah induk, dan sekolah efek sesuai dengan peran/tugas masing-masing.

Tahapan pada agenda training yaitu identifikasi kebutuhan, penyusunan program, persiapan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, penilaian pelatihan, dan agenda tindak lanjut. Pada persiapan pelatihan, hal-hal yang harus diperhatikan ialah tujuan training secara khusus, jenis materi pelatihan, kriteria pelatih, kriteria peserta, penentuan alat dan bahan, tempat pelatihan, agenda pelatihan, biaya dan sumber biaya. Dalam tahap pelaksanaan, hal penting yaitu memotivasi peserta, pengelompokan, kesempatan melaksanakan kegiatan mudah sesuai materi, penguatan, balikan/masukan dari pelatih, mengukur capaian secara detail, suasana nyaman, teknik penyampaian menarik, dan tindak lanjut (Lia, 2014).

Untuk tujuan supaya implementasi K-13 di sekolah sanggup lebih optimal, maka dalam bimbingan teknis setiap Instruktur harus mempunyai kompetensi berikut: (1) bisa melaksanakan pembelajaran aktif; (2) bisa merencanakan dan melaksanakan Literasi dalam Pembelajaran; (3) bisa merencanakan dan melaksanakan Penguatan Pendidikan Karakter; (4) bisa menyusun RPP dan melatih penyusunan RPP; (5) menyusun instrumen penilaian dan bisa melatih penyusunan instrumen penilaian; (6) melaksanakan pembelajaran antara lain dengan pendekatan saintifik, problem-based learning, project-based learning, dan discovery learning dengan integrasi penumbuhan budi pekerti; (7) bisa melatih pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, problem-based learning, project-based learning, dan discovery learning dengan integrasi penumbuhan budi pekerti; (8) bisa melaksanakan penilaian dan mengelola hasil penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (9) bisa melatih pelaksanaan penilaian dan mengelola hasil penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (10) bisa melatih penyelenggaraan Bimbingan Teknis yang terdiri atas persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan; dan (11) bisa melatih penyelenggaraan pendampingan yang terdiri atas persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan. (Kemendikbud, 2016).

    Download Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar



    Download File:
    Download Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar.pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Muatan HOTS Pada Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar. Semoga bisa bermanfaat.
    Advertisement

    Iklan Sidebar