Berikut ini yakni berkas UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Download file format PDF.
UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU KPK |
UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU KPK
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi klarifikasi berkas UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK):
I. UMUM
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terns meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya Tindak Pidana Korupsi yang tidak terkendali akan membawa tragedi tidak saja terhadap kehidupan perekonornian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bemegara pada umumnya. Tindak Pidana Korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonorni masyarakat, dan alasannya itu semua Tindak Pidana Korupsi tidak lagi sanggup digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi sanggup dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Dalam upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan. Dengan menurut ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tubuh khusus tersebut yang selanjutnya disebut Kornisi Pemberantasan Korupsi, mempunyai kewenangan melaksanakan koordinasi dan supervisi, termasuk melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Kornisi Pemberantasan Korupsi merupakan forum Pemerintah Pusat yang mempunyai kiprah dan wewenang dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun dalarn perkembangannya, kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dirasakan kurang efektif, lemahnya koordinasi antar lini penegak hukum, terjadinya pelanggaran instruksi etik oleh pimpinan dan staf Komisi Pemberantasan Korupsi, serta adanya problem dalarn pelaksanaan kiprah dan wewenang, yakni adanya pelaksanaan kiprah dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi yang berbeda dengan ketentuan aturan program pidana, kelemahan koordinasi dengan sesarna pegawanegeri penegak hukum, problem Penyadapan, pengelolaan penyidik dan penyelidik yang kurang terkoordinasi, terjadi tumpang tindih kewenangan dengan banyak sekali instansi penegak hukum, serta kelemahan belum adanya forum pengawas yang marnpu mengawasi pelaksanaan kiprah dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga memungkinkan terdapat cela dan kurang akuntabelnya pelaksanaan kiprah dan kewenangan pemberantasan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Untuk itu dilakukan pembaruan aturan biar pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi berjalan secara efektif dan terpadu sehingga sanggup mencegah dan mengurangi kerugian negara yang terns bertambah akhir tindak pidana korupsi. Penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi dalarn aktivitas pencegahan bukan berarti aktivitas pemberantasan tindak pidana korupsi diabaikan. Justru adanya penguatan tersebut dimaksudkan biar aktivitas Komisi Pemberantasan Korupsi dalarn menjalankan kiprah dan wewenangnya, semakin baik dan komprehensif. Pembaruan aturan juga dilakukan dengan menata kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi dan penguatan tindakan pencegahan sehingga timbul kesadaran kepada penyelenggara negara dan masyarakat untuk tidak melaksanakan tindak pidana korupsi yang sanggup merugikan keuangan negara.
Kemudian penataan kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017. Di mana dinyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan bab dari cabang kekuasaan pemerintahan. Komisi Pemberantasan Korupsi termasuk ranah kekuasaan direktur yang sering disebut forum pemerintah (regeringsorgaan-bestuursorganeri). Hal ini dimaksudkan biar kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalarn sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi jelas, yaitu sebagai bab dari pelaksana kekuasaan pemerintahan (executive power).
Dengan perubahan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini, diperlukan dapat:
a. Mendudukkan Kornisi Pemberantasan Korupsi sebagai satu kesatuan aparatur forum pemerintahan yang bahu-membahu dengan kepolisian dan/ atau kejaksaan melaksanakan upaya terpadu dan terstruktur dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
b. Menyusun jaringan kerja (networking) yang besar lengan berkuasa dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang aman sehingga pencegahan dan pemberantasan korupsi sanggup dilaksanakan lebih efektif, efisien, terkoordinasi, dan sesuai dengan ketentuan umum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
c. Mengurangi ketimpangan relasi antar kelembagaan penegakan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan tidak memonopoli dan menyelisihi kiprah dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan; dan
d. Melakukan kerjasama, supervisi dan memantau institusi yang telah ada dalam upaya bersama melaksanakan pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2019
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002
TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
I. UMUM
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terns meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya Tindak Pidana Korupsi yang tidak terkendali akan membawa tragedi tidak saja terhadap kehidupan perekonornian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bemegara pada umumnya. Tindak Pidana Korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonorni masyarakat, dan alasannya itu semua Tindak Pidana Korupsi tidak lagi sanggup digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi sanggup dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Dalam upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan. Dengan menurut ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tubuh khusus tersebut yang selanjutnya disebut Kornisi Pemberantasan Korupsi, mempunyai kewenangan melaksanakan koordinasi dan supervisi, termasuk melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Kornisi Pemberantasan Korupsi merupakan forum Pemerintah Pusat yang mempunyai kiprah dan wewenang dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun dalarn perkembangannya, kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dirasakan kurang efektif, lemahnya koordinasi antar lini penegak hukum, terjadinya pelanggaran instruksi etik oleh pimpinan dan staf Komisi Pemberantasan Korupsi, serta adanya problem dalarn pelaksanaan kiprah dan wewenang, yakni adanya pelaksanaan kiprah dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi yang berbeda dengan ketentuan aturan program pidana, kelemahan koordinasi dengan sesarna pegawanegeri penegak hukum, problem Penyadapan, pengelolaan penyidik dan penyelidik yang kurang terkoordinasi, terjadi tumpang tindih kewenangan dengan banyak sekali instansi penegak hukum, serta kelemahan belum adanya forum pengawas yang marnpu mengawasi pelaksanaan kiprah dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga memungkinkan terdapat cela dan kurang akuntabelnya pelaksanaan kiprah dan kewenangan pemberantasan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Untuk itu dilakukan pembaruan aturan biar pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi berjalan secara efektif dan terpadu sehingga sanggup mencegah dan mengurangi kerugian negara yang terns bertambah akhir tindak pidana korupsi. Penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi dalarn aktivitas pencegahan bukan berarti aktivitas pemberantasan tindak pidana korupsi diabaikan. Justru adanya penguatan tersebut dimaksudkan biar aktivitas Komisi Pemberantasan Korupsi dalarn menjalankan kiprah dan wewenangnya, semakin baik dan komprehensif. Pembaruan aturan juga dilakukan dengan menata kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi dan penguatan tindakan pencegahan sehingga timbul kesadaran kepada penyelenggara negara dan masyarakat untuk tidak melaksanakan tindak pidana korupsi yang sanggup merugikan keuangan negara.
Kemudian penataan kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017. Di mana dinyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan bab dari cabang kekuasaan pemerintahan. Komisi Pemberantasan Korupsi termasuk ranah kekuasaan direktur yang sering disebut forum pemerintah (regeringsorgaan-bestuursorganeri). Hal ini dimaksudkan biar kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalarn sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi jelas, yaitu sebagai bab dari pelaksana kekuasaan pemerintahan (executive power).
Dengan perubahan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini, diperlukan dapat:
a. Mendudukkan Kornisi Pemberantasan Korupsi sebagai satu kesatuan aparatur forum pemerintahan yang bahu-membahu dengan kepolisian dan/ atau kejaksaan melaksanakan upaya terpadu dan terstruktur dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
b. Menyusun jaringan kerja (networking) yang besar lengan berkuasa dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang aman sehingga pencegahan dan pemberantasan korupsi sanggup dilaksanakan lebih efektif, efisien, terkoordinasi, dan sesuai dengan ketentuan umum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
c. Mengurangi ketimpangan relasi antar kelembagaan penegakan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan tidak memonopoli dan menyelisihi kiprah dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan; dan
d. Melakukan kerjasama, supervisi dan memantau institusi yang telah ada dalam upaya bersama melaksanakan pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Download UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU KPK
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Download File:
UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).pdf
Demikian yang sanggup kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Semoga sanggup bermanfaat.
Advertisement