Berikut ini yaitu berkas Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA (Raudathul Athfal) 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768. Download file format PDF.
Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768 |
Download Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768 ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:
Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019
Download File:
Download SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768 Tentang Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019.pdf
Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768:KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2768 TAHUN 2019
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,
a. bahwa untuk mewujudkan mewujudkan pendidikan yang berkeadilan pada Raudhatul Athfal diharapkan pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu memutuskan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam ten tang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal;
Mengingat:
Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR ISLAM TENTANG JENDERAL PENDIDIKAN PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL.
KESATU Menetapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan penggalan tidak terpisahkan dari keputusan ini.
KEDUA
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM KESATU sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran ditingkat satuan pendidikan Raudhatul Athfal.
KETIGA
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 2019
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,
Ttd.
KAMARUDDIN AMIN
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2768 TAHUN 2018
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang- undang nomor 2 tahun 1989 perihal Sistem Pendidikan Nasional Bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Penjelasan ini memperlihatkan bahwa setiap anak dengan keunikannya termasuk anak dengan berkebutuhan khusus berhak memperoleh kesempatan yang sama dengan anak seusianya dalam mendapat layanan pendidikan.
Pendidikan inklusif diawali dengan proses Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) untuk mengidentifikasi jenis anak berkebutuhan khusus dan memilih intervensi sesuai kebutuhan anak.
Sebagai upaya untuk mengakomodir pendidikan anak usia dini berkebutuhan khusus diharapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA.
B. Tujuan
Petunjuk teknis ini bertujuan untuk memperlihatkan panduan operasional penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA.
C. Ruang Lingkup
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu memutuskan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam ten tang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal;
Mengingat:
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 perihal Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3670);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 perihal Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3886);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 perihal Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 perihal Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 perihal Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5606);
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 perihal Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 perihal Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 perihal Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 perihal Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013 perihal Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 146);
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 perihal Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
- Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 66 Tahun 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 perihal Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 perihal Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini;
- Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 perihal Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
- Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 792 Tahun 2018 perihal Pedoman Implementasi Kurikulum Raudhatul Athfal;
MEMUTUSKAN:
KESATU Menetapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan penggalan tidak terpisahkan dari keputusan ini.
KEDUA
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM KESATU sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran ditingkat satuan pendidikan Raudhatul Athfal.
KETIGA
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 2019
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,
Ttd.
KAMARUDDIN AMIN
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2768 TAHUN 2018
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang- undang nomor 2 tahun 1989 perihal Sistem Pendidikan Nasional Bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Penjelasan ini memperlihatkan bahwa setiap anak dengan keunikannya termasuk anak dengan berkebutuhan khusus berhak memperoleh kesempatan yang sama dengan anak seusianya dalam mendapat layanan pendidikan.
Pendidikan inklusif diawali dengan proses Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) untuk mengidentifikasi jenis anak berkebutuhan khusus dan memilih intervensi sesuai kebutuhan anak.
Sebagai upaya untuk mengakomodir pendidikan anak usia dini berkebutuhan khusus diharapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA.
B. Tujuan
Petunjuk teknis ini bertujuan untuk memperlihatkan panduan operasional penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA adalah:
D. Sasaran
Sasaran petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif ini yaitu Pengelola, Pelaksana, Penyelenggara dan Pemangku Kepentingan lainnya.
BAB II KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif yaitu pendidikan yang menjarrnn kesamaan dan kesetaraan bagi anak termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mengikuti pendidikan secara gotong royong dengan suatu layanan yang diubahsuaikan dengan kebutuhan anak didik tersebut.
Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan semoga semua anak berkebutuhan khusus dilayani di forum pendidikan terdekat, di kelas reguler gotong royong dengan anak seusianya yang mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para anak didik, pendidik, orang bau tanah dan masyarakat sekitar.
B. Manfaat Pendidikan Inklusif di RA
Pendidikan inklusif dimulai semenjak anak usia dini untuk sanggup mendeteksi dan memperlihatkan intervensi tumbuh kembang anak sedini mungkin.
Manfaat yang didapat dari pendidikan inklusif di RA yaitu:
C. Model-Model Kelas Pendidikan Inklusif
Pada dasarnya pendidikan inklusif mempunyai beberapa model-model kelas, antara lain yaitu:
1. Kelas inklusif penuh
Model pendidikan inklusif ini, yaitu menyertakan anak didik berkebutuhan khusus untuk berguru gotong royong dalam kelas reguler selama proses pembelajaran.
2. Kelas inklusif parsial
Model pendidikan inklusif mi, yaitu mengikutsertakan anak didik berkebutuhan khusus dalam sebagian proses berguru yang berlangsung di kelas reguler.
3. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Model pendidikan inklusif ini, yaitu Anak berkebutuhan khusus bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk berguru dengan Pendidik pembimbing khusus.
4. Kelas khusus dengan banyak sekali pengintegrasian
Model pendidikan inklusif ini, yaitu Anak berkebutuhan khusus di dalam kelas khusus pada RA, namun dalam bidang-bidang tertentu sanggup berguru bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
5. Kelas khusus penuh
Model pendidikan inklusif mi, yaitu penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di dalam kelas khusus pada RA. Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap dikala dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh), lantaran gradasi kekhususannya cukup berat. Bila tidak memungkinkan di RA sanggup disalurkan ke Sekolah Kusus.
Penetapan model kelas yang diterapkan pada setiap anak berkebutuhan khusus tergantung kepada jenis kategori kekhususan yang dimiliki oleh anak tersebut, berdasarkan hasil asesmen awal yang dilakukan.
D. Model-model kurikulum pendidikan inklusif
Pada dasarnya pendidikan inklusif mempunyai beberapa model kurikulum, antara lain yaitu:
E. Landasan Pendidikan Inklusif
1. Landasan Normatif
Landasan normatif pendidikan inklusif RA yang sanggup dipakai sebagai dasar yaitu: Al-Quran, Surat Abasa Ayat 1 - 16, yang artinya :
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, dikarenakan telah datanq seorang buta kepadanya. Tahukah kau barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau ia (ingin) mendapat pengajaran, kemudian pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun oranq uanq merasa dirinya serba cukup, maka kau melayaninya. Padahal tidak ada (alasan) atasmu kalau ia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang uang tiba kepadamu dengan bersegera (untuk mendapat pengajaran). Sedangkan ia takut kepada. (Allah), maka kau mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)!. Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu yaitu suatu peringatan, maka barann siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan. lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti".
2. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pendidikan inklusif di Indonesia yaitu Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus impian yang didirikan atas fondasi yang lebih fundamental lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis pendidikan inklusif adalah; Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para mentri pendidikan sedunia. Deklarasi ini bahwasanya penegasan kembali atas Deklarasi PBB perihal HAM tahun 1948 dan banyak sekali deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 perihal kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai penggalan integral dari system pendidikan yang ada.
Di Indonesia, manajemen pendidikan inklusif dijamin oleh: (1) Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 31, (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991, perihal Sistem Pendidikan Nasional, (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 32, perihal Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk anak didik berkelainan atau mempunyai kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus, dan (4) Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 002/u/ 1986 pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan terpadu yaitu model penyelenggaraan acara pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di forum pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di forum pendidikan yang bersangkutan.
- Hakekat pendidikan Inklusif di RA
- Perencanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA
- Strategi pembelajaran inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di RA
- Penilaian dan laporan perkembangan.
D. Sasaran
Sasaran petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif ini yaitu Pengelola, Pelaksana, Penyelenggara dan Pemangku Kepentingan lainnya.
BAB II KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif yaitu pendidikan yang menjarrnn kesamaan dan kesetaraan bagi anak termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mengikuti pendidikan secara gotong royong dengan suatu layanan yang diubahsuaikan dengan kebutuhan anak didik tersebut.
Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan semoga semua anak berkebutuhan khusus dilayani di forum pendidikan terdekat, di kelas reguler gotong royong dengan anak seusianya yang mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para anak didik, pendidik, orang bau tanah dan masyarakat sekitar.
B. Manfaat Pendidikan Inklusif di RA
Pendidikan inklusif dimulai semenjak anak usia dini untuk sanggup mendeteksi dan memperlihatkan intervensi tumbuh kembang anak sedini mungkin.
Manfaat yang didapat dari pendidikan inklusif di RA yaitu:
- Manfaat bagi anak didik yang berkebutuhan khusus yaitu mendapat haknya yang sama dalarn memperoleh pendidikan dini sebagaimana anak sebaya dan membangun kepercayaan diri di lingkungan sosialnya.
- Manfaat bagi anak didik lainnya yaitu membangun tenggang rasa dan mendapat pengalaman keberagarnan sebagai penggalan dari Ciptaan Allah SWT.
- Manfaat bagi tenaga pendidik yaitu meningkatkan kompetensi dalam melayani anak berkebutuhan khusus.
- Manfaat bagi orangtua yaitu sanggup membangun rasa tenggang rasa dan kepedulian.
- Manfaat bagi masyarakat yaitu membangun kesadaran untuk gotong royong mempunyai kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus.
C. Model-Model Kelas Pendidikan Inklusif
Pada dasarnya pendidikan inklusif mempunyai beberapa model-model kelas, antara lain yaitu:
1. Kelas inklusif penuh
Model pendidikan inklusif ini, yaitu menyertakan anak didik berkebutuhan khusus untuk berguru gotong royong dalam kelas reguler selama proses pembelajaran.
2. Kelas inklusif parsial
Model pendidikan inklusif mi, yaitu mengikutsertakan anak didik berkebutuhan khusus dalam sebagian proses berguru yang berlangsung di kelas reguler.
3. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Model pendidikan inklusif ini, yaitu Anak berkebutuhan khusus bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk berguru dengan Pendidik pembimbing khusus.
4. Kelas khusus dengan banyak sekali pengintegrasian
Model pendidikan inklusif ini, yaitu Anak berkebutuhan khusus di dalam kelas khusus pada RA, namun dalam bidang-bidang tertentu sanggup berguru bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
5. Kelas khusus penuh
Model pendidikan inklusif mi, yaitu penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di dalam kelas khusus pada RA. Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap dikala dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh), lantaran gradasi kekhususannya cukup berat. Bila tidak memungkinkan di RA sanggup disalurkan ke Sekolah Kusus.
Penetapan model kelas yang diterapkan pada setiap anak berkebutuhan khusus tergantung kepada jenis kategori kekhususan yang dimiliki oleh anak tersebut, berdasarkan hasil asesmen awal yang dilakukan.
D. Model-model kurikulum pendidikan inklusif
Pada dasarnya pendidikan inklusif mempunyai beberapa model kurikulum, antara lain yaitu:
- Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan anak didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama menyerupai anak lainnya di dalam kelas yang sama.
- Model kurikulum modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh pendidik pada taktik pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada acara komplemen lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan anak didik berkebutuhan khusus. Model kurikulum ini diterapkan untuk anak didik yang mempunyai kemampuan kognitif di bawah perkembangan kemampuan kognitif anak seusianya namun bisa di didik sehingga membutuhkan modifikasi dari kurikulum reguler yang berlaku.
- Model kurikulum Program Pendidikan Individual (PPI), yaitu kurikulum yang dipersiapkan oleh pendidik yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan pendidik, orang tua, dan tenaga mahir lain yang terkait menyerupai psikolog, dokter tumbuh kembang, terapis dan lain-lain. Kurikulum Program Pendidikan Individual (PPI) ini merupakan karakteristik paling khas dari pendidikan inklusif.
E. Landasan Pendidikan Inklusif
1. Landasan Normatif
Landasan normatif pendidikan inklusif RA yang sanggup dipakai sebagai dasar yaitu: Al-Quran, Surat Abasa Ayat 1 - 16, yang artinya :
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, dikarenakan telah datanq seorang buta kepadanya. Tahukah kau barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau ia (ingin) mendapat pengajaran, kemudian pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun oranq uanq merasa dirinya serba cukup, maka kau melayaninya. Padahal tidak ada (alasan) atasmu kalau ia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang uang tiba kepadamu dengan bersegera (untuk mendapat pengajaran). Sedangkan ia takut kepada. (Allah), maka kau mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)!. Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu yaitu suatu peringatan, maka barann siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan. lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti".
2. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pendidikan inklusif di Indonesia yaitu Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus impian yang didirikan atas fondasi yang lebih fundamental lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis pendidikan inklusif adalah; Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para mentri pendidikan sedunia. Deklarasi ini bahwasanya penegasan kembali atas Deklarasi PBB perihal HAM tahun 1948 dan banyak sekali deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 perihal kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai penggalan integral dari system pendidikan yang ada.
Di Indonesia, manajemen pendidikan inklusif dijamin oleh: (1) Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 31, (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991, perihal Sistem Pendidikan Nasional, (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 32, perihal Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk anak didik berkelainan atau mempunyai kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus, dan (4) Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 002/u/ 1986 pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan terpadu yaitu model penyelenggaraan acara pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di forum pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di forum pendidikan yang bersangkutan.
BAB III PROSEDUR PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF RAUDHATUL ATHFAL (RA)
A. Komponen Perencanaan Penyelenggaraan Inklusif RA
Dalam menyusun perencanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif RA perlu diperhatikan komponen besar di bawah ini, yaitu:
B. Menetapkan alur mekanisme penatalaksanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif RA
Penjelasan alur denah dan prosedurnya :
1. Identifikasi
Identifikasi merupakan proses awal deteksi dini pada tumbuh kembang anak. Sasaran dari kegiatan identifikasi yaitu anak didik gres dan juga anak didik yang sudah melaksanakan pembelajaran. Identifikasi sanggup dilakukan pada dikala proses Penerimaan Anak Didik Baru, atau pada awal proses Kegiatan Belajar Mengajar.
Pelaksanaan identifikasi dilakukan dengan cara :
a. Pengamatan (observasi);
b. Pelaksanaan menggunakan mekanisme Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK);
c. Wawancara (interview) pada anak, pendampingnya, dan orangtuanya;
d. Melampirkan dokumen penyerta anak didik, yakni dokumen yang berupa hasil investigasi psikolog, surat keterangan dokter, psikiater, atau profesional lainnya.
Dalam pelaksanaan identifikasi menggunakan alat berupa mekanisme DDTK, Jembar cek list atau panduan pengamatan, panduan wawancara atau angket. (Contoh form terlampir) Adapun yang melaksanakan identifikasi adalah:
a. Kepala
b. Guru kelas
c. Guru pembimbing khusus
A. Komponen Perencanaan Penyelenggaraan Inklusif RA
Dalam menyusun perencanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif RA perlu diperhatikan komponen besar di bawah ini, yaitu:
- Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di awal tahun aliran menerapkan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) melalui identifikasi dan asesmen awal;
- Sarana dan prasarana RA diubahsuaikan dengan kebutuhan anak didik berkebutuhan khusus;
- Alokasi dana untuk pelaksanaan pendidikan inklusif dimasukkan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) RA;
- Menyiapkan tim pelaksana acara pendidikan inklusif yang terdiri dari guru kelas, guru pendamping khusus di kelas, guru pendidikan khusus dan terapis, kepala RA, orang bau tanah anak didik, para mahir yang terkait (psikolog, dokter tumbuh kembang dan yang lainnya);
- Menyiapkan model kurikulum dan Program Pembelajaran Individual (PPI);
- Melakukan penilaian dan pelaporan perkembangan anak;
- Melakukan sosialisasi perihal penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada orang bau tanah dan masyarakat.
B. Menetapkan alur mekanisme penatalaksanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif RA
Penjelasan alur denah dan prosedurnya :
1. Identifikasi
Identifikasi merupakan proses awal deteksi dini pada tumbuh kembang anak. Sasaran dari kegiatan identifikasi yaitu anak didik gres dan juga anak didik yang sudah melaksanakan pembelajaran. Identifikasi sanggup dilakukan pada dikala proses Penerimaan Anak Didik Baru, atau pada awal proses Kegiatan Belajar Mengajar.
Pelaksanaan identifikasi dilakukan dengan cara :
a. Pengamatan (observasi);
b. Pelaksanaan menggunakan mekanisme Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK);
c. Wawancara (interview) pada anak, pendampingnya, dan orangtuanya;
d. Melampirkan dokumen penyerta anak didik, yakni dokumen yang berupa hasil investigasi psikolog, surat keterangan dokter, psikiater, atau profesional lainnya.
Dalam pelaksanaan identifikasi menggunakan alat berupa mekanisme DDTK, Jembar cek list atau panduan pengamatan, panduan wawancara atau angket. (Contoh form terlampir) Adapun yang melaksanakan identifikasi adalah:
a. Kepala
b. Guru kelas
c. Guru pembimbing khusus
d. Orang tua
e. Pendamping anak
f. Tenaga profesional (dokter, psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan terapis) apabila dibutuhkan
2. Asesmen
Asesmen yaitu kegiatan untuk mendapat informasi mengenai kelebihan, kekurangan, dan kebutuhan anak didik dengan banyak sekali metode dan tehnik terkait dengan proses pembelajaran.
Manfaat asesmen adalah:
a. Penentuan potensi dan metode intervensi
e. Pendamping anak
f. Tenaga profesional (dokter, psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan terapis) apabila dibutuhkan
2. Asesmen
Asesmen yaitu kegiatan untuk mendapat informasi mengenai kelebihan, kekurangan, dan kebutuhan anak didik dengan banyak sekali metode dan tehnik terkait dengan proses pembelajaran.
Manfaat asesmen adalah:
a. Penentuan potensi dan metode intervensi
b. Perencanaan pembelajaran
c. Penilaian dan pelaporan kemajuan anak didik
d. Sebagai materi untuk penyusunan penilaian dan penilaian program.
Sasaran kegiatan asesmen yaitu anak didik berkebutuhan khusus yang akan masuk ke RA dan anak didik di RA yang terindikasi mengalami hambatan perkembangan. Aspek asesmen yang dinilai meliputi:
a. Faktor kemampuan bahasa (bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta kemampuan wicara)
b. Faktor kemampuan berinteraksi sosial (kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan)
c. Faktor kemampuan konsentrasi dan perhatian
d. Faktor kemampuan koordinasi visual motorik (motorik kasar dan motorik halus)
e. Faktor akademik, sekurang-kurangnya rneliputi 3 aspek yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
c. Penilaian dan pelaporan kemajuan anak didik
d. Sebagai materi untuk penyusunan penilaian dan penilaian program.
Sasaran kegiatan asesmen yaitu anak didik berkebutuhan khusus yang akan masuk ke RA dan anak didik di RA yang terindikasi mengalami hambatan perkembangan. Aspek asesmen yang dinilai meliputi:
a. Faktor kemampuan bahasa (bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta kemampuan wicara)
b. Faktor kemampuan berinteraksi sosial (kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan)
c. Faktor kemampuan konsentrasi dan perhatian
d. Faktor kemampuan koordinasi visual motorik (motorik kasar dan motorik halus)
e. Faktor akademik, sekurang-kurangnya rneliputi 3 aspek yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
f. Faktor kemandirian.
g. Faktor kesehatan.
h. Faktor sosial emosi.
i. Faktor keluarga.
Beberapa teknik asesmen berupa:
a. Tes formal, dilakukan oleh para professional menggunakan alat yang sudah baku dan pelaksanaannya harus mengikuti satu struktur kegiatan tertentu. Contohnya untuk mengetahui ketajaman penglihatan menggunakan snellen chart, untuk mengetahui ketajaman pendengaran menggunakan audiometri, dan untuk mengetahui kecerdasan menggunakan tes intelegensi anak usia dini (WPPSI).
b. Tes non formal, dilakukan oleh orang yang terlatih dengan menggunakan serangkaian alat asesmen yang tidak baku. Contohnya instrumen yang dibuat oleh guru atau guru pembimbing pendidikan khusus (terapis) sebagai pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman analisis.
Siapa yang melaksanakan asesmen:
a. Guru pendidikan khusus
g. Faktor kesehatan.
h. Faktor sosial emosi.
i. Faktor keluarga.
Beberapa teknik asesmen berupa:
a. Tes formal, dilakukan oleh para professional menggunakan alat yang sudah baku dan pelaksanaannya harus mengikuti satu struktur kegiatan tertentu. Contohnya untuk mengetahui ketajaman penglihatan menggunakan snellen chart, untuk mengetahui ketajaman pendengaran menggunakan audiometri, dan untuk mengetahui kecerdasan menggunakan tes intelegensi anak usia dini (WPPSI).
b. Tes non formal, dilakukan oleh orang yang terlatih dengan menggunakan serangkaian alat asesmen yang tidak baku. Contohnya instrumen yang dibuat oleh guru atau guru pembimbing pendidikan khusus (terapis) sebagai pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman analisis.
Siapa yang melaksanakan asesmen:
a. Guru pendidikan khusus
b. Guru kelas
c. Tenaga profesional terkait menyerupai Psikolog, Dokter, tim keterapian (Fisioterapi, Speech terapi, okupasi terapi, behaviour terapi, orthopedagogig terapi (guru pendidikan khusus) dan lainnya. (Contoh lembar asesmen terlampir)
c. Tenaga profesional terkait menyerupai Psikolog, Dokter, tim keterapian (Fisioterapi, Speech terapi, okupasi terapi, behaviour terapi, orthopedagogig terapi (guru pendidikan khusus) dan lainnya. (Contoh lembar asesmen terlampir)
Hasil identifikasi dan asesmen akan dipergunakan sebagai dasar dari pengembangan profit anak didik.
3. Profit Anak Didik
Profil anak didik merupakan citra potensi anak didik yang masih sanggup dikembangkan. (Contoh profit anak didik terlampiran)
4. Modifikasi Kurikulum
Pembuatan kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus yaitu dengan cara melaksanakan modifikasi planning acara pembelajaran (RPP) atau Rencana Program Pembelajaran Harian (RPPH) yang disebut Program Pembelajaran Individual (PPI) yang didalamnya meliputi acara keterapian bagi anak didik yang diubahsuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak didik.
BAB IV STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI RA
A. Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)
1. Definisi
Anak didik dengan hambatan pemrosesan informasi bahasa melalui pendengaran, keseluruhan atau sebagian sehingga masih sanggup menggunakan alat bantu dengar atau implan.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan: :
a. Mengatur posisi daerah duduk anak didik sanggup mendengar optimal dan menghindari gangguan;
b. Bagi yang menggunakan alat bantu dengar, diingatkan untuk membawa baterai cadangan ke sekolah;
c. Usahakan mengulang pernyataan dan pertanyaan apabila anak didik nampak tidak mengerti;
d. Penekanan ucapan semoga terperinci bagi seluruh anak didik;
1. Definisi
Anak didik dengan hambatan pemrosesan informasi bahasa melalui pendengaran, keseluruhan atau sebagian sehingga masih sanggup menggunakan alat bantu dengar atau implan.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan: :
a. Mengatur posisi daerah duduk anak didik sanggup mendengar optimal dan menghindari gangguan;
b. Bagi yang menggunakan alat bantu dengar, diingatkan untuk membawa baterai cadangan ke sekolah;
c. Usahakan mengulang pernyataan dan pertanyaan apabila anak didik nampak tidak mengerti;
d. Penekanan ucapan semoga terperinci bagi seluruh anak didik;
B. Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)
1. Definisi
Anak didik dengan hambatan penglihatan sebagian atau keseluruhan dan sanggup menggunakan alat-alat bantu penglihatan.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
a. Untuk tahap pertama, anak didik diajak berkeliling kelas, pastikan ia mengenal susunan peralatan kelas yang dasar;
b. Senantiasa menginformasikan yang terjadi disekitar kelas atau sekolah;
c. Memotivasi anak semoga berdikari dalam beraktifitas dan berikan pemahaman terhadap hambatan yang diaalami;
d. Penggunaan alat bantu pembelajaran,
C. Anak dengan Hambatan Berbahasa dan Berbicara
1. Definisi
Kelainan berbicara dan berbahasa umumnya terjadi pada anak- anak, pendidik diharapkan sanggup mengenali segera anak didik yang membutuhkan penanganan khusus (terapi wicara).
Ada beberapa kelainan berbicara dan berbahasa yang secara umum dijumpai, diantaranya: kelainan artikulasi, gagap, hambatan kelancaran berucap, dan bicara terlalu cepat.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
a. Berikan contoh berbicara yang baik;
b. Mengajak anak berbicara dan berkomunikasi;
c. Memotivasi anak semoga percaya diri. Berilah penghargaan atas perjuangan anak berkomunikasi atau berbicara dengann anak didik lain. Berikan waktu yang cukup bagi untuk memformulasikan balasan dari pertanyaan dengan tidak terburu-buru;
d. Ciptakan lingkungan bicara yang baik, suasana kelas yang rileks untuk membantu anak;
e. Membina kerjasama yang baik dengan para ahli, orangtua;
f. Memberikan saran rujukan terapi wicara untuk sanggup meningkatkan kemampuan bicara yang dimilikinya.
D.Anak dengan Kelainan Fisik (Tunadaksa)
1. Definisi
Tunadaksa yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak [tulang, sendi, otot, dll). Mereka mengalami hambatan gerak yang besar lengan berkuasa terhadap interaksinya dengan lingkungan sosialnya.
Ciri-ciri anak tunadaksa diantaranya sebagai berikut:
a. Jari tangan kaku dan tidak sanggup menggenggam;
b. Terdapat penggalan anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/ukuranya yang tidak biasa;
c. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak elastis / tidak terkendali, bergetar;
2. Keutuhan kelas bagi anak didik berkelainan fisik
Anak didik dengan kelainan fisik tidak selalu memerlukan kurikulum yang berbeda dengan anak didik lainnya. Sebagian besar dari mereka mempunyai kemampuan kognisi yang berfungsi baik di kelas menyerupai teman-teman seusianya.
3. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
1. Definisi
Anak didik dengan hambatan penglihatan sebagian atau keseluruhan dan sanggup menggunakan alat-alat bantu penglihatan.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
a. Untuk tahap pertama, anak didik diajak berkeliling kelas, pastikan ia mengenal susunan peralatan kelas yang dasar;
b. Senantiasa menginformasikan yang terjadi disekitar kelas atau sekolah;
c. Memotivasi anak semoga berdikari dalam beraktifitas dan berikan pemahaman terhadap hambatan yang diaalami;
d. Penggunaan alat bantu pembelajaran,
C. Anak dengan Hambatan Berbahasa dan Berbicara
1. Definisi
Kelainan berbicara dan berbahasa umumnya terjadi pada anak- anak, pendidik diharapkan sanggup mengenali segera anak didik yang membutuhkan penanganan khusus (terapi wicara).
Ada beberapa kelainan berbicara dan berbahasa yang secara umum dijumpai, diantaranya: kelainan artikulasi, gagap, hambatan kelancaran berucap, dan bicara terlalu cepat.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
a. Berikan contoh berbicara yang baik;
b. Mengajak anak berbicara dan berkomunikasi;
c. Memotivasi anak semoga percaya diri. Berilah penghargaan atas perjuangan anak berkomunikasi atau berbicara dengann anak didik lain. Berikan waktu yang cukup bagi untuk memformulasikan balasan dari pertanyaan dengan tidak terburu-buru;
d. Ciptakan lingkungan bicara yang baik, suasana kelas yang rileks untuk membantu anak;
e. Membina kerjasama yang baik dengan para ahli, orangtua;
f. Memberikan saran rujukan terapi wicara untuk sanggup meningkatkan kemampuan bicara yang dimilikinya.
D.Anak dengan Kelainan Fisik (Tunadaksa)
1. Definisi
Tunadaksa yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak [tulang, sendi, otot, dll). Mereka mengalami hambatan gerak yang besar lengan berkuasa terhadap interaksinya dengan lingkungan sosialnya.
Ciri-ciri anak tunadaksa diantaranya sebagai berikut:
a. Jari tangan kaku dan tidak sanggup menggenggam;
b. Terdapat penggalan anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/ukuranya yang tidak biasa;
c. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak elastis / tidak terkendali, bergetar;
2. Keutuhan kelas bagi anak didik berkelainan fisik
Anak didik dengan kelainan fisik tidak selalu memerlukan kurikulum yang berbeda dengan anak didik lainnya. Sebagian besar dari mereka mempunyai kemampuan kognisi yang berfungsi baik di kelas menyerupai teman-teman seusianya.
3. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
a. Pembiasaan untuk berguru kelompok.
Ada beberapa teknik pengelompokan anak didik yang sanggup dipakai untuk membantu keberhasilan anak didik berkelainan fisik, diantaranya:
1) Pengelompokan fleksibel yaitu suatu teknik
pengelompokkan dimana anak didik dengan dan tanpa kelainan dikelompokkan untuk bekerjasama dalam pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran tertentu, antara 2-10 orang anak. Pembelajaran yang sanggup dilakukan, antara lain: seni, keterampilan atau acara lainnya yang menjadikan individu yang berbeda memperlihatkan sumbangan bagi keberhasilan kelompok.
2) Pengelompokkan kerjasama yaitu pembentukan kelompok kecil dari anak didik yang mempunyai kemampuan dan keahlian yang berbeda. Kelompok ini terdiri dari empat atau lima orang anak didik. Setiap kelompok dibuat berdasarkan minat atau persahabatan. Tiap anggota kelompok saling membantu dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. pengelompokan sanggup memperlihatkan kepuasan pembelajaran bagi anak didik, selain itu juga akan sanggup memererat persahabatan diantara anak didik. Penelitian memperlihatkan bahwa pengelompokan kerjasama bisa menghasilkan kekerabatan yang lebih kuat diantara Anak didik dan pencapaian akademis yang lebih tinggi.
b. Pengajaran kemandirian, dan kepercayaan diri;
c. Program keterapian yang sesuai dengan kelainan fisik yang dimiliki semoga sanggup mengembangkan potensi fisik yang masih ada.
E. Anak dengan Keterbelakangan Mental (Tunagrahita)
1. Definisi
Tunagrahita berdasarkan Japan League for Mentally Retarded adalah:
a. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes intelegensi baku;
b. Kekurangan dalam sikap adaptif;
c. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
a. Menempatkan posisi duduk anak didik pada daerah yang paling gampang bagi pendidik untuk memberi perhatian dan bantuan;
b. Memberi pelayanan secara individual di luar jam pelajaran pada umumnya;
c. Untuk anak tunagrahita sedang dan berat seharusnya didampingi pendidik pendamping khusus (satu murid satu pendidik);
d. Memberikan terapi edukasi, terapi sensory integrasi dan terapi wicara apabila mengalami gangguan bicara, sehingga sanggup meningkatkan kemampuan pemahamannya dan menstimulasi perkembangan syaraf sensory integrasi yang dimiliki oleh anak.
F. Anak dengan gangguan emosional dan perilaku
Ada beberapa teknik pengelompokan anak didik yang sanggup dipakai untuk membantu keberhasilan anak didik berkelainan fisik, diantaranya:
1) Pengelompokan fleksibel yaitu suatu teknik
pengelompokkan dimana anak didik dengan dan tanpa kelainan dikelompokkan untuk bekerjasama dalam pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran tertentu, antara 2-10 orang anak. Pembelajaran yang sanggup dilakukan, antara lain: seni, keterampilan atau acara lainnya yang menjadikan individu yang berbeda memperlihatkan sumbangan bagi keberhasilan kelompok.
2) Pengelompokkan kerjasama yaitu pembentukan kelompok kecil dari anak didik yang mempunyai kemampuan dan keahlian yang berbeda. Kelompok ini terdiri dari empat atau lima orang anak didik. Setiap kelompok dibuat berdasarkan minat atau persahabatan. Tiap anggota kelompok saling membantu dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. pengelompokan sanggup memperlihatkan kepuasan pembelajaran bagi anak didik, selain itu juga akan sanggup memererat persahabatan diantara anak didik. Penelitian memperlihatkan bahwa pengelompokan kerjasama bisa menghasilkan kekerabatan yang lebih kuat diantara Anak didik dan pencapaian akademis yang lebih tinggi.
b. Pengajaran kemandirian, dan kepercayaan diri;
c. Program keterapian yang sesuai dengan kelainan fisik yang dimiliki semoga sanggup mengembangkan potensi fisik yang masih ada.
E. Anak dengan Keterbelakangan Mental (Tunagrahita)
1. Definisi
Tunagrahita berdasarkan Japan League for Mentally Retarded adalah:
a. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes intelegensi baku;
b. Kekurangan dalam sikap adaptif;
c. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
a. Menempatkan posisi duduk anak didik pada daerah yang paling gampang bagi pendidik untuk memberi perhatian dan bantuan;
b. Memberi pelayanan secara individual di luar jam pelajaran pada umumnya;
c. Untuk anak tunagrahita sedang dan berat seharusnya didampingi pendidik pendamping khusus (satu murid satu pendidik);
d. Memberikan terapi edukasi, terapi sensory integrasi dan terapi wicara apabila mengalami gangguan bicara, sehingga sanggup meningkatkan kemampuan pemahamannya dan menstimulasi perkembangan syaraf sensory integrasi yang dimiliki oleh anak.
F. Anak dengan gangguan emosional dan perilaku
1. Definisi
Gangguan sikap yaitu gangguan yang ditandai dengan pola tingkah laris sosial, berangasan atau menentang yang berulang dan menetap. Perilaku ini pada puncaknya berupa pelanggaran norma sosial yang terdapat pada anak seusianya dan bersifat menetap. Berikut karakteristik yang muncul dalam periode tertentu dan besar lengan berkuasa pada kehidupan sehari-hari seorang anak seperti:
a. Ketidak mampuan untuk berguru yang tidak sanggup dijelaskan dari faktor intelektual, sensori maupun kesehatan;
b. Ketidakmampuan untuk mempertahankan atau membangun kekerabatan yang menyenangkan dengan sobat sebaya atau dengan orang cukup umur di sekitarnya;
c. Berperilaku tipikal atau mempunyai perasaan yang tidak sesuai walau dalam situasi yang normal;
d. Kecenderungan untuk memunculkan simtom/ tanda-tanda fisik atau ketakutan-ketakutan yang dikaitkan dengan seseorang atau sekolah.
Penyebab terjadinya gangguan emosional adalah:
Strategi yang sanggup dilakukan:
a. Mengantisipasi dan melaksanakan pencegahan terhadap pemicu munculnya gangguan emosi dan sikap pada anak didik
b. Menggunakan pendekatan yang fleksibel (tidak kaku dan keras) kepada anak didik untuk mengontrol emosional dan tingkah lakunya
c. Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten dan adaptasi semoga anak terampil dalam problem solving dan mengatasi konflik
d. Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement (konsekwensi) secara individual dan memodifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku
G. Anak Autis (Autism)
1. Definisi
Berdasarkan arti kata, anak autis yaitu anak yang asyik dengan dunianya sendiri. Menurut Solek (2010), ada beberapa gangguan yang biasanya ada pada anak autis, antara lain:
a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-verbal:
1) Terlambat bicara atau tidak sanggup berkomunikasi;
2) Mengeluarkan kata-kata yang tidak sanggup dimengerti orang lain yang sering disebut sebagai 'bahasa planet';
3) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif);
4) Bicara tidak dipakai untuk komunikasi;
5) Meniru/ membeo (ekolalia). Beberapa anak berakal menirukan nyanyian, maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya;
6) Kadang bicaranya monoton menyerupai robot/ Mimik datar.
b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
1) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
2) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa anak mengalami ketulian
3) Merasa tidak bahagia dan menolak bila dipeluk
4) Tidak ada perjuangan untuk melaksanakan interaksi dengan orang lain
5) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melaksanakan sesuatu untuknya
6) Bila didekati untuk bermain justru menjauh.
Gangguan sikap yaitu gangguan yang ditandai dengan pola tingkah laris sosial, berangasan atau menentang yang berulang dan menetap. Perilaku ini pada puncaknya berupa pelanggaran norma sosial yang terdapat pada anak seusianya dan bersifat menetap. Berikut karakteristik yang muncul dalam periode tertentu dan besar lengan berkuasa pada kehidupan sehari-hari seorang anak seperti:
a. Ketidak mampuan untuk berguru yang tidak sanggup dijelaskan dari faktor intelektual, sensori maupun kesehatan;
b. Ketidakmampuan untuk mempertahankan atau membangun kekerabatan yang menyenangkan dengan sobat sebaya atau dengan orang cukup umur di sekitarnya;
c. Berperilaku tipikal atau mempunyai perasaan yang tidak sesuai walau dalam situasi yang normal;
d. Kecenderungan untuk memunculkan simtom/ tanda-tanda fisik atau ketakutan-ketakutan yang dikaitkan dengan seseorang atau sekolah.
Penyebab terjadinya gangguan emosional adalah:
- Faktor biologis, proses pengiriman informasi pada sistem saraf;
- Faktor psikososial, menyerupai stres yang berkepanjangan, kejadian hidup yang menekan, perlakuan salah pada masa kecil, faktor keluarga/pengasuhan.
Strategi yang sanggup dilakukan:
a. Mengantisipasi dan melaksanakan pencegahan terhadap pemicu munculnya gangguan emosi dan sikap pada anak didik
b. Menggunakan pendekatan yang fleksibel (tidak kaku dan keras) kepada anak didik untuk mengontrol emosional dan tingkah lakunya
c. Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten dan adaptasi semoga anak terampil dalam problem solving dan mengatasi konflik
d. Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement (konsekwensi) secara individual dan memodifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku
G. Anak Autis (Autism)
1. Definisi
Berdasarkan arti kata, anak autis yaitu anak yang asyik dengan dunianya sendiri. Menurut Solek (2010), ada beberapa gangguan yang biasanya ada pada anak autis, antara lain:
a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-verbal:
1) Terlambat bicara atau tidak sanggup berkomunikasi;
2) Mengeluarkan kata-kata yang tidak sanggup dimengerti orang lain yang sering disebut sebagai 'bahasa planet';
3) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif);
4) Bicara tidak dipakai untuk komunikasi;
5) Meniru/ membeo (ekolalia). Beberapa anak berakal menirukan nyanyian, maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya;
6) Kadang bicaranya monoton menyerupai robot/ Mimik datar.
b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
1) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
2) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa anak mengalami ketulian
3) Merasa tidak bahagia dan menolak bila dipeluk
4) Tidak ada perjuangan untuk melaksanakan interaksi dengan orang lain
5) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melaksanakan sesuatu untuknya
6) Bila didekati untuk bermain justru menjauh.
c. Gangguan dalam bermain
Umumnya ia menyerupai tidak mengerti cara bermain. Bermain sangat monoton, stereotipik. Bila sudah bahagia dengan satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh. Yang paling sering yaitu keterpakuan pada roda atau sesuatu yang berputar.
d. Gangguan dalam bidang perasaan/emosi
1) Tidak ada atau kurang rasa empati, contohnya melihat anak menangis ia tidak merasa kasihan tetapi justru merasa terganggu dan anak yang sedang menangis tersebut mungkin akan didatangi dan dipukulinya.
2) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa alasannya yaitu yang nyata
3) Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapat yang diinginkannya, ia bahkan bisa menjadi berangasan (menyerang) dan destruktif (merusak).
e. Gangguan dalam persepsi sensoris
1) Mencium-cium atau menjilati benda apa saja
2) Bila mendengar bunyi keras pribadi menutup telinga
3) Tidak menyukai rabaan atau pelukan. Bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri.
4) Merasa sangat tidak nyaman bila menggunakan pakaian dari materi tertentu.
Berbagai gangguan di atas tidak harus semuanya dimiliki/ ada didalam seorang anak autis, sifatnya sangat individualistik (tidak sama antara penderita satu dengan yang lain). Identifikasi autis seharusnya tidak dilakukan oleh sembarang orang tetapi harus dilakukan oleh pihak yang benar-benar mahir dalam bidang autisme, hal ini semoga menghindari kesalahan identifikasi.
2. Strategi pembelajaran
Penanganan anak autis dalam setting pendidikan inklusif sangatlah rumit (kasuistik), hal ini disebabkan lantaran banyaknya (keragaman) gangguan perkembangan yang dimiliki oleh anak autis. Untuk itu diharapkan adanya asesmen yang dilakukan oleh mahir guna memilih kategori kekhususan yang dimiliki, sebagai dasar pembuatan acara dan penanganan selanjutnya yang dibutuhkan anak tersebut dan untuk memilih apakah anak autis ini membutuhkan pendamping atau tidak.
H. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik (ABBS)
1. Definisi
Kesulitan berguru spesifik (specific learning disability) berarti suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikis dasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa, ekspresi atau tulisan, yang sanggup diwujudkan dengan kemampuan yang tidak tepat dalam mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau melaksanakan perhitungan matematis.
2. Masalah dan taktik pembelajaran
Anak didik berkesulitan berguru khusus mempunyai permasalahan yang berbeda-beda antar incLividu satu dengan yang lain. Secara garis besar ada beberapa permasalahan mereka, antara lain: persoalan perhatian dan aktifitas, persoalan daya ingat, persoalan kognitif, dan persoalan sosial emosi. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu mendapat dan penanganan sedini mungkin, terutama ketika berada di RA.
Berikut ini Strategi penanganan Anak didik berkebutuhan khusus:
a. ABBS dengan persoalan perhatian
Beberapa strateginya yaitu sebagai berikut:
1) Memperlambat laju kegiatan belajar/ bermain;
2) Senantiasa libatkan anak dalam pembelajaran dengan banyak sekali strategi, contohnya lebih sering memberi pertanyaan kepada sang anak pada dikala bermain;
3) Gunakan perangkat pendukung visual
4) Pengaturan posisi duduk anak dikelas;
5) Mengutamakan. penilaian proses pada tiap acara anak, bukan pada hasilnya;
6) Memberikan terapi behavior dan terapi edukasi untuk sanggup meningkatkan rentang fokus perhatian yang dimilikinya.
b. ABBS dengan persoalan daya ingat
1) Perbolehkan menggunakan alat bantu (jam digital, jadwal harian, poster dll). Anak didik yang mempunyai persoalan daya ingat sebaiknya diminimalisir dalam penggunaan ingatan mereka untuk tugas-tugas yang tidak perlu. Penggunaan alat bantu bukan hanya sebagai penolong ingatan mereka, namun juga sebagai alat pembelajaran;
2) Ajarkan selalu untuk berlatih mengulang dan mengingat.
3) Memberikan jadwal remedial untuk anak untuk mengulang materi akademik yang diberikan di RA;
4) Memberikan terapi edukasi untuk sanggup meningkatkan konsentrasi perhatian dan meningkatkan daya ingat yang dimiliki.
c. ABBS dengan persoalan kognisi
1) Materi pembelajaran disampaikan dalam sajian yang sederhana;
2) Tempatkan anak didik dalam konteks pembelajaran yang "tidak pernah gaga!". Mereka biasanya mempunyai perasaan kegagalan (sense offalling) dalam banyak sekali ha! yang coba mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan;
3) Selalu memberi motivasi pada mereka untuk tidak menyerah;
4) Memberikan terapi edukasi dan behavior untuk sanggup meningkatkan kemarnpuan pemahaman dan meningkatkan konsentrasi perhatian yang dimiliki.
d. ABBS dengan persoalan sosial dan emosional
1) Buat sistem penghargaan kelas untuk hal-hal yang berkaitan dengan persoalan sosial dan emosional, contohnya penghargaan untuk anak yang memberi pemberian kepada temannya, dan lain-lain;
2) Sebagian anak didik berkesulitan berguru khusus ini tidak mempunyai kesadaran yang terperinci pada sikapnya sendiri serta dampaknya pada orang lain. Berbicara terbuka dan penuh perhatian kepada anak mengenai sikap mereka juga sanggup menjadi langkah penting dalam kepercayaan diantara mereka;
3) Mengajarkan sikap positif. Membangun kemampuan dalam bekerjasama dengan orang lain, semoga mereka menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik perihal interaksi dengan orang lain;
4) Melatih pengendalian emosi yang dimiliki, sehingga sanggup menempatkan diri dalam bersikap di dalam lingkungan kelas maupun lingkungan sosial.
I. Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
1. Definisi dan Karakteristik
Salek (2010) ADHD merupakan gangguan perkembangan yang diturunkan secara genetik dikarenakan adanya gangguan pada gen transporter dopamin dan gen reseptor dopamin di otak. Hal ini terjadi pada 3-5% anak usia sekolah dengan tingkat kecerdasan normal atau di atas normal.
Anak dengan ADHD sanggup memperlihatkan tanda-tanda inatensi, hiperaktifitas dan implusivitas. Inatensi sanggup berupa keluhan susah konsentrasi, gampang sekali teralih perhatiannya, sering lupa akan barang-barang pribadinya dan bahkan lupa pada tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Hiperaktifitas pada anak ADHD sanggup terlihat dalam banyak sekali bentuk. Anak tampak tidak bisa damai dan selalu ingin bergerak. Bila sedang berjalan anak sering menabrak benda-benda di sekitarnya sehingga seringkali, dengan perilakunya yang menyerupai itu, akan menimbulkan barang-barang yang berada di akrab anak berjatuhan. Impulsivitas artinya anak gampang terpancing ketika ada rangsangan, pribadi bereaksi pada segala rangsangan yang ada. Bentuk implusivitas lainnya sanggup berupa anak sering melaksanakan interupsi, "acting without thinking", dalam bermain cenderung melaksanakan hal-hal yang mengundang bahaya, tidak bisa menyebarkan atau bertoleransi, tidak bisa antri, dan jahil.
Dampak dari sikap anak ADHD di sekolah yang mungkin sanggup terjadi yaitu anak tidak memperhatikan kiprah pelajaran yang diberikan pendidik, dan kalaupun mengerjakan kiprah maka kiprah yang dikerjakan itu sering tidak selesai. Anak tidak bisa mengikuti aturan-aturan di kelas, tidak tertib, tidak sopan, mengganggu sobat dan bahkan pendidiknya, sering mendapat eksekusi dan sering melawan. Dampak bagi individu ADHD itu sendiri yaitu adanya gangguan emosi, rasa rendah diri, dan pada dikala cukup umur akan tampak mempunyai kepribadian yang "sulit".
Anak ADHD apabila tidak mendapat penanganan yang sesuai akan menciptakan potensi sang anak tertutup oleh sikap hiperaktifnya, bahkan di kemudian hari anak sanggup berkembang mengarah kepada sikap kriminal menyerupai mengutil, mencuri, mencoba-coba narkoba, merusak barang milik orang lain, dan dan lain sebagainya.
2. Strategi Bantuan di Kelas
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
1. Strategi untuk menangam sikap kurang perhatian (inattentif)
1) Usahakan anak duduk di akrab pendidik
2) Berikan arahan yang jelas, baik ekspresi maupun goresan pena atau gambar.
3) Berikan kiprah dalam unit-unit yang kecil
4) Minta pemberian dari dari pendidik pendamping khusus jikalau mengahadapi perkara ADHD yang berat
5) Memberikan terapi perilaku, terapi edukasi dan terapi wicara sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak untuk sanggup meningkatkan konsentrasi perhatian, kemampuan pemahaman dan Juga meningkatkan kemampuan bicaranya dengan lebih baik lagi.
2. Strategi untuk menangani sikap hyperaktif
5) Beri kesempatan jeda untuk anak, contohnya dengan peregangan;
6) Salurkan enegri anak kepada hal yang ia minati, contohnya menyalurkan energinya dengan berrnain bola;
7) Seri posisi duduk yang memungkinkan anak untuk berdiri selama pelajaran tanpa mengganggu Anak didik lain, contohnya posisi duduk di akrab dinding, bukan di tengah ruangan;
8) Manfaatkan energi anak, contohnya dengan meminta pemberian untuk membersihkan papan tulis, mengambil alat peraga, dll;
9) Jika memungkinkan dalam setiap pelajaran ada unsur pergerakan badan dan interaksi antar Anak didik atau Anak didik dengan Pendidik;
10) Seri anak dua pilihan kursi, hal ini dilakukan untuk memudahkan anak berpindah dari satu dingklik ke dingklik yang satunya tanpa perlu mengganggu temannya;
11) Memberikan behavior theraphy atau terapi sikap semoga sanggup mengurangimhiperaktifitas yang dimiliki dan meningkatkan fokus perhatian yang dimilikinya.
3. Strategi untuk menangani sikap impulsif
1) Seri kebanggaan dan penguatan untuk sikap yang positif;
2) Berikan hukum yangjelas bagi anak ketika ia di kelas;
3) Berikan konsekuensi yang terperinci dan sesuaiserta konsisten pada setiap hukum yang telah diberikan.
Dengan diberikannya taktik berguru yang tepat sesuai dengan kekhususannya, maka diharapkan anak berkebutuhan khusus sanggup mengoptimalkan kemampuannya dengan sebaik mungkin.
J. Anak dengan Cerdas spesial dan Bakat istimewa (CIBI)
1. Definisi
Definisi federal amerika menyampaikan bahwa anak didik berbakat yaitu mereka yang sanggup pertanda kemampuan prestasi tinggi dalam banyak sekali bidang menyerupai intelektual, kreativitas, artistik, kapasistas kepemimpinan, atau bidang akademik tertentu; dan yang memerlukan pelayanan serta acara khusus yang biasanya tidak diberikan sekolah dalam rangka mengembangkan kemampuan mereka. (Education Consolidation and Improvement Act, 1981).
Di RA bawah umur berbakat sering tidak memperlihatkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru memperlihatkan sikap yang kurang menyenangkan, misalnya: gampang bosan, terlalu cepat menuntaskan tugas. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang kala justru hal-hal yang tidak .diajarkan di kelas. Perkembangan pikirannya jauh lebih cepat daripada motoriknya.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembeajatran yang dapt dilakukan, diantaranya:
a. Ciptakan pembelajaran yang menumbuhkan rasa ingin tau dan rasa tertantang bagi anak CIBI.
b. Biasakan anak untuk melaksanakan koreksi sebelum mengumpulkan tugasnya
BAB V PENILAIAN DAN LAPORAN PERKEMBANGAN
A. Pengertian Penilaian
Penilaian perkembangan anak merupakan suatu proses yang sistematis, terjadwal serta berkesinambungan untuk mengumpulkan data, melaksanakan analisis, melaksanakan pendokumentasian serta mengambil keputusan dan menciptakan laporan mengenai perkembangan anak.
Umumnya ia menyerupai tidak mengerti cara bermain. Bermain sangat monoton, stereotipik. Bila sudah bahagia dengan satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh. Yang paling sering yaitu keterpakuan pada roda atau sesuatu yang berputar.
d. Gangguan dalam bidang perasaan/emosi
1) Tidak ada atau kurang rasa empati, contohnya melihat anak menangis ia tidak merasa kasihan tetapi justru merasa terganggu dan anak yang sedang menangis tersebut mungkin akan didatangi dan dipukulinya.
2) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa alasannya yaitu yang nyata
3) Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapat yang diinginkannya, ia bahkan bisa menjadi berangasan (menyerang) dan destruktif (merusak).
e. Gangguan dalam persepsi sensoris
1) Mencium-cium atau menjilati benda apa saja
2) Bila mendengar bunyi keras pribadi menutup telinga
3) Tidak menyukai rabaan atau pelukan. Bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri.
4) Merasa sangat tidak nyaman bila menggunakan pakaian dari materi tertentu.
Berbagai gangguan di atas tidak harus semuanya dimiliki/ ada didalam seorang anak autis, sifatnya sangat individualistik (tidak sama antara penderita satu dengan yang lain). Identifikasi autis seharusnya tidak dilakukan oleh sembarang orang tetapi harus dilakukan oleh pihak yang benar-benar mahir dalam bidang autisme, hal ini semoga menghindari kesalahan identifikasi.
2. Strategi pembelajaran
Penanganan anak autis dalam setting pendidikan inklusif sangatlah rumit (kasuistik), hal ini disebabkan lantaran banyaknya (keragaman) gangguan perkembangan yang dimiliki oleh anak autis. Untuk itu diharapkan adanya asesmen yang dilakukan oleh mahir guna memilih kategori kekhususan yang dimiliki, sebagai dasar pembuatan acara dan penanganan selanjutnya yang dibutuhkan anak tersebut dan untuk memilih apakah anak autis ini membutuhkan pendamping atau tidak.
H. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik (ABBS)
1. Definisi
Kesulitan berguru spesifik (specific learning disability) berarti suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikis dasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa, ekspresi atau tulisan, yang sanggup diwujudkan dengan kemampuan yang tidak tepat dalam mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau melaksanakan perhitungan matematis.
2. Masalah dan taktik pembelajaran
Anak didik berkesulitan berguru khusus mempunyai permasalahan yang berbeda-beda antar incLividu satu dengan yang lain. Secara garis besar ada beberapa permasalahan mereka, antara lain: persoalan perhatian dan aktifitas, persoalan daya ingat, persoalan kognitif, dan persoalan sosial emosi. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu mendapat dan penanganan sedini mungkin, terutama ketika berada di RA.
Berikut ini Strategi penanganan Anak didik berkebutuhan khusus:
a. ABBS dengan persoalan perhatian
Beberapa strateginya yaitu sebagai berikut:
1) Memperlambat laju kegiatan belajar/ bermain;
2) Senantiasa libatkan anak dalam pembelajaran dengan banyak sekali strategi, contohnya lebih sering memberi pertanyaan kepada sang anak pada dikala bermain;
3) Gunakan perangkat pendukung visual
4) Pengaturan posisi duduk anak dikelas;
5) Mengutamakan. penilaian proses pada tiap acara anak, bukan pada hasilnya;
6) Memberikan terapi behavior dan terapi edukasi untuk sanggup meningkatkan rentang fokus perhatian yang dimilikinya.
b. ABBS dengan persoalan daya ingat
1) Perbolehkan menggunakan alat bantu (jam digital, jadwal harian, poster dll). Anak didik yang mempunyai persoalan daya ingat sebaiknya diminimalisir dalam penggunaan ingatan mereka untuk tugas-tugas yang tidak perlu. Penggunaan alat bantu bukan hanya sebagai penolong ingatan mereka, namun juga sebagai alat pembelajaran;
2) Ajarkan selalu untuk berlatih mengulang dan mengingat.
3) Memberikan jadwal remedial untuk anak untuk mengulang materi akademik yang diberikan di RA;
4) Memberikan terapi edukasi untuk sanggup meningkatkan konsentrasi perhatian dan meningkatkan daya ingat yang dimiliki.
c. ABBS dengan persoalan kognisi
1) Materi pembelajaran disampaikan dalam sajian yang sederhana;
2) Tempatkan anak didik dalam konteks pembelajaran yang "tidak pernah gaga!". Mereka biasanya mempunyai perasaan kegagalan (sense offalling) dalam banyak sekali ha! yang coba mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan;
3) Selalu memberi motivasi pada mereka untuk tidak menyerah;
4) Memberikan terapi edukasi dan behavior untuk sanggup meningkatkan kemarnpuan pemahaman dan meningkatkan konsentrasi perhatian yang dimiliki.
d. ABBS dengan persoalan sosial dan emosional
1) Buat sistem penghargaan kelas untuk hal-hal yang berkaitan dengan persoalan sosial dan emosional, contohnya penghargaan untuk anak yang memberi pemberian kepada temannya, dan lain-lain;
2) Sebagian anak didik berkesulitan berguru khusus ini tidak mempunyai kesadaran yang terperinci pada sikapnya sendiri serta dampaknya pada orang lain. Berbicara terbuka dan penuh perhatian kepada anak mengenai sikap mereka juga sanggup menjadi langkah penting dalam kepercayaan diantara mereka;
3) Mengajarkan sikap positif. Membangun kemampuan dalam bekerjasama dengan orang lain, semoga mereka menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik perihal interaksi dengan orang lain;
4) Melatih pengendalian emosi yang dimiliki, sehingga sanggup menempatkan diri dalam bersikap di dalam lingkungan kelas maupun lingkungan sosial.
I. Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
1. Definisi dan Karakteristik
Salek (2010) ADHD merupakan gangguan perkembangan yang diturunkan secara genetik dikarenakan adanya gangguan pada gen transporter dopamin dan gen reseptor dopamin di otak. Hal ini terjadi pada 3-5% anak usia sekolah dengan tingkat kecerdasan normal atau di atas normal.
Anak dengan ADHD sanggup memperlihatkan tanda-tanda inatensi, hiperaktifitas dan implusivitas. Inatensi sanggup berupa keluhan susah konsentrasi, gampang sekali teralih perhatiannya, sering lupa akan barang-barang pribadinya dan bahkan lupa pada tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Hiperaktifitas pada anak ADHD sanggup terlihat dalam banyak sekali bentuk. Anak tampak tidak bisa damai dan selalu ingin bergerak. Bila sedang berjalan anak sering menabrak benda-benda di sekitarnya sehingga seringkali, dengan perilakunya yang menyerupai itu, akan menimbulkan barang-barang yang berada di akrab anak berjatuhan. Impulsivitas artinya anak gampang terpancing ketika ada rangsangan, pribadi bereaksi pada segala rangsangan yang ada. Bentuk implusivitas lainnya sanggup berupa anak sering melaksanakan interupsi, "acting without thinking", dalam bermain cenderung melaksanakan hal-hal yang mengundang bahaya, tidak bisa menyebarkan atau bertoleransi, tidak bisa antri, dan jahil.
Dampak dari sikap anak ADHD di sekolah yang mungkin sanggup terjadi yaitu anak tidak memperhatikan kiprah pelajaran yang diberikan pendidik, dan kalaupun mengerjakan kiprah maka kiprah yang dikerjakan itu sering tidak selesai. Anak tidak bisa mengikuti aturan-aturan di kelas, tidak tertib, tidak sopan, mengganggu sobat dan bahkan pendidiknya, sering mendapat eksekusi dan sering melawan. Dampak bagi individu ADHD itu sendiri yaitu adanya gangguan emosi, rasa rendah diri, dan pada dikala cukup umur akan tampak mempunyai kepribadian yang "sulit".
Anak ADHD apabila tidak mendapat penanganan yang sesuai akan menciptakan potensi sang anak tertutup oleh sikap hiperaktifnya, bahkan di kemudian hari anak sanggup berkembang mengarah kepada sikap kriminal menyerupai mengutil, mencuri, mencoba-coba narkoba, merusak barang milik orang lain, dan dan lain sebagainya.
2. Strategi Bantuan di Kelas
Strategi pembelajaran yang sanggup dilakukan:
1. Strategi untuk menangam sikap kurang perhatian (inattentif)
1) Usahakan anak duduk di akrab pendidik
2) Berikan arahan yang jelas, baik ekspresi maupun goresan pena atau gambar.
3) Berikan kiprah dalam unit-unit yang kecil
4) Minta pemberian dari dari pendidik pendamping khusus jikalau mengahadapi perkara ADHD yang berat
5) Memberikan terapi perilaku, terapi edukasi dan terapi wicara sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak untuk sanggup meningkatkan konsentrasi perhatian, kemampuan pemahaman dan Juga meningkatkan kemampuan bicaranya dengan lebih baik lagi.
2. Strategi untuk menangani sikap hyperaktif
5) Beri kesempatan jeda untuk anak, contohnya dengan peregangan;
6) Salurkan enegri anak kepada hal yang ia minati, contohnya menyalurkan energinya dengan berrnain bola;
7) Seri posisi duduk yang memungkinkan anak untuk berdiri selama pelajaran tanpa mengganggu Anak didik lain, contohnya posisi duduk di akrab dinding, bukan di tengah ruangan;
8) Manfaatkan energi anak, contohnya dengan meminta pemberian untuk membersihkan papan tulis, mengambil alat peraga, dll;
9) Jika memungkinkan dalam setiap pelajaran ada unsur pergerakan badan dan interaksi antar Anak didik atau Anak didik dengan Pendidik;
10) Seri anak dua pilihan kursi, hal ini dilakukan untuk memudahkan anak berpindah dari satu dingklik ke dingklik yang satunya tanpa perlu mengganggu temannya;
11) Memberikan behavior theraphy atau terapi sikap semoga sanggup mengurangimhiperaktifitas yang dimiliki dan meningkatkan fokus perhatian yang dimilikinya.
3. Strategi untuk menangani sikap impulsif
1) Seri kebanggaan dan penguatan untuk sikap yang positif;
2) Berikan hukum yangjelas bagi anak ketika ia di kelas;
3) Berikan konsekuensi yang terperinci dan sesuaiserta konsisten pada setiap hukum yang telah diberikan.
Dengan diberikannya taktik berguru yang tepat sesuai dengan kekhususannya, maka diharapkan anak berkebutuhan khusus sanggup mengoptimalkan kemampuannya dengan sebaik mungkin.
J. Anak dengan Cerdas spesial dan Bakat istimewa (CIBI)
1. Definisi
Definisi federal amerika menyampaikan bahwa anak didik berbakat yaitu mereka yang sanggup pertanda kemampuan prestasi tinggi dalam banyak sekali bidang menyerupai intelektual, kreativitas, artistik, kapasistas kepemimpinan, atau bidang akademik tertentu; dan yang memerlukan pelayanan serta acara khusus yang biasanya tidak diberikan sekolah dalam rangka mengembangkan kemampuan mereka. (Education Consolidation and Improvement Act, 1981).
Di RA bawah umur berbakat sering tidak memperlihatkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru memperlihatkan sikap yang kurang menyenangkan, misalnya: gampang bosan, terlalu cepat menuntaskan tugas. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang kala justru hal-hal yang tidak .diajarkan di kelas. Perkembangan pikirannya jauh lebih cepat daripada motoriknya.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembeajatran yang dapt dilakukan, diantaranya:
a. Ciptakan pembelajaran yang menumbuhkan rasa ingin tau dan rasa tertantang bagi anak CIBI.
b. Biasakan anak untuk melaksanakan koreksi sebelum mengumpulkan tugasnya
BAB V PENILAIAN DAN LAPORAN PERKEMBANGAN
A. Pengertian Penilaian
Penilaian perkembangan anak merupakan suatu proses yang sistematis, terjadwal serta berkesinambungan untuk mengumpulkan data, melaksanakan analisis, melaksanakan pendokumentasian serta mengambil keputusan dan menciptakan laporan mengenai perkembangan anak.
Penilaian dilakukan untuk mengukur capaian kegiatan berguru anak. Sebingga sanggup memantau proses dan kemajuan berguru anak secara berkesinambungan. Berdasarkan penilaian tersebut, pendidik dan orang bau tanah anak sanggup memperoleh informasi perihal capaian perkembangan yang menggambarkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki anak sehabis melaksanakan kegiatan belajar.
Bentuknya berupa kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aspek penilaian meliputi proses dan basil. Penilaian proses dan bakteri kegiatan berguru inklusi RA yaitu suatu proses rnengumpulkan dan mengkaji banyak sekali informasi secara sistematis, terukur, berkelanjutan, serta menyeluruh perihal pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak selama kurun waktu tertentu.
B. Tujuan Penilaian
Penilaian pembelajaran inklusif di RA mempunyai tujuan:
- Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak usia dini termasuk anak berkebutuhan khusus;
- Menjadi dasar untuk memperbaiki acara pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak didik;
- Untuk melaporkan perkembangan anak kepada orangtua maupun kepada pihak-pihak terkait sehabis proses pembelajaran.
C. Fungsi Penilaian
Penilaian mempunyai beberapa fungsi menyerupai di bawah ini :
- Memberikan umpan batik kepada guru untuk memperbaiki kegiatan berguru mengajar;
- Memberikan acuan guru untuk membimbing perkembangan anak didk baik fisik maupun psikis sehingga sanggup berkembang secara optimal;
- Memberikan acuan guru untuk melaksanakan kegiatan bimbingan terhadap anak didik yang memerlukan perhatian khusus;
- Memberikan acuan guru untuk menempatkan anak didik dalam kegiatan sesuai dengan minat dan kebutuhannya;
- Memberikan informasi kepada orangtua perihal ketercapaian pertumbuhan dan perkembangan anak didik;
- Memberikan informasi bagi orangtua untuk menyesuaikan pendidikan keluarga dengan proses pembelajaran RA;
- Memberikan acuan bagi pihak lain yang memerlukan dalam memperlihatkan training selajutnya terhadap anak didik.
D. Prosedur Pelaksanaan Penilaian
Penilaian dilakukan oleh guru setiap hari, dengan memperhatikan seluruh aspek perkembangan anak dan capaian kompetensi dasar. Dari penilaian harian, dilakukan rekapitulasi dan analisis hasil penilaian dalam rentang mingguan, bulanan, kemudian semester. Hasil penilaian perkembangan anak dalam satu semester kemudian dilaporkan kepada orangtua, baik secara ekspresi maupun tertulis.
Sebelum dilakukan penilaian harian, perlu dilaksanakan screening awal (ketika anak gres masuk), sehingga sanggup diketahui perkembangan selama anak berada di satuan RA. Oleh lantaran itu, guru perlu menguasai deteksi dini tumbuh kembang anak.
Oleh lantaran itu, langkah awal penilaian sanggup dilakukan dengan menyusun dan menyepakati tahap, teknik, dan instrumen penilaian serta memutuskan indikator capaian perkembangan anak. Setelah itu, melaksanakan proses penilaian sesuai dengan tahap, teknis dan instrumen penilaian, kemudian mendokumentasikan penilaian proses dan hasil berguru anak secara akuntabel dan transparan, kemudian melaporkan capaian perkembangan anak kepada orangtua.
E. Teknik Penilaian
Penilaian pada umumnya dilakukan dengan pengamatan atau observasi. Hasil pengamatan kemudian dicatat dengan menggunakan banyak sekali teknik, antara lain:
1. Catatan anekdot
Catatan anekdot rnerupakan catatan penting dan bermakna perihal perkembangan anak. Catatan anekdot memungkinkan memperlihatkan deskripsi perkembangan penting yang kompetensi dasarnya tidak terdapat dalam perencanaan harian. Catatan anekdot bisa berupa goresan pena atau rekaman. Dalam catatan tersebut secara khusus dituliskan identitas anak, waktu, lokasi dan peristiwa.
2. Catatan hasil karya
Catatan hasil karya merupakan catatan perihal hasil karya anak, baik yang berupa proses maupun hasil. Catatan tersebut memperlihatkan citra perkembangan hasil karya anak dari waktu ke waktu.
3. Sistem pendokumentasian
Sistem pendokumentasian menggunakan portofolio. Sumber data bisa dari guru, tenaga manajemen (data hasil pemeriksaan/rekam medis), terapis (tempat anak berkebutuhan khusus melaksanakan terapi), anak dan orangtua (kondisi yang ada di rumah). Dengan demikian, terdapat pelibatan banyak pihak, terutama orangtua.
Portofolio berisi capaian (hasil belajar), pertumbuhan dan perkembangan anak. Portofolio dibagi berdasarkan :
- Perkembangan anak
- Keterampilan
- Kemajuan capaian harian
Hal-hal yang didokumentasikan dalam portofolio bisa berupa detail perihal anak yang berkebutuhan khusus, antara lain:
- Contoh hasil karya anak yang diseleksi oleh guru atau oleh Anak
- Hasil observasi guru (anekdotal dan rating scale)
- Catatan hasil penilaian diri yang dilaporkan oleh guru
- Catatan kemajuan anak
- Logbooks
- Observasi orangtua
- Rangkuman hasil pertemuan orangtua dan guru
- Komunikasi orangtua dengan guru, termasuk percakapan dengan menggunakan media komunikasi (email, whatsapp, telepon, dll), percakapan informal, catatan, laporan
F. Perencanaan Penilaian
Pelaksanaan penilaian perkembangan anak Inklusif di RA sanggup dilakukan kedalam tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
Dalam merencanakan penilaian guru terlebih dahulu:
1) Menentukan tujuan penilaian;
Tujuan penilaian diubahsuaikan dengan tahapan, kiprah dan indikator perkembangan anak di setiap rentangan usia, baik anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya.
2) Menetapkan ruang lingkup yang akan dinilai, mencakup;
Program adaptasi yang meliputi moral dan nilai-nilai agama serta sosial, emosional, dan kemandirian; Program pengembangan kemampuan dasar yang meliputi berbahasa, kognitif, fisik/ motorik, dan seni.
3) Menentukan sasaran penilaian;
Sasaran ditetapkan sesuai dengan perkernbangan anak yang akan di nilai, dikategorikan antara:
a. 0 - 1 Tahun, dan 1 - 2 Tahun
b. 2 - 4 Tahun, dan 4-6 Tahun
4) Penentuan Metode dan Teknik Penilaian;
Pendidik hendaknya mempertimbangkan pemilihan jenis metode dan teknik yang akan dipakai dalam penilaian yang sanggup diubahsuaikan dengan tujuan, waktu, dan kemampuan guru dalam menilai, dan kemampuan anak didik yang akan dinilai terutama pada ABK.
5) Penentuan cara menginterpretasikan;
Pendidik hendaknya sanggup menginterpretasikan hasil penilaian didasarkan pada kriteria yang telah dirumuskan untuk mendapat data aktual. Oleh lantaran itu, dalam mengintepretasikan data penilaian dilakukan per aspek perkembangan anak yang diperoleh dengan banyak sekali teknik penilaian yang telah ditetapkan.
6) Penentuan cara melaporkan.
Setelah penilaian selesai dilakukan, guru hendaknya melaporkan hasil penilaian dengan memilih waktu pelaporan, sasaran pelaporan dan format pelaporan yang akan digunakan.
G. Pelaksanaan Penilaian Inklusif Di RAPelaksanaan penilaian perkembangan anak dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan serta diarahkan untuk proses dan hasil, baik pada anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya dengan cara sebagai berikut:
Contoh 1: Anak didik tunanetra memerlukan waktu lebih usang dalam mengerjakan ujian/tes, baik dibacakan oleh orang lain maupun dengan membaca sendiri dengan menggunakan huruf Braille, oleh lantaran itu dalam pelaksanaan penilaian diharapkan penambahan waktu.
Contoh 2: Anak didik tunadaksa yang mempunyai kelainan motorik tangan akan memerlu-ikan waktu yang lebih usang ketika menuliskan balasan sebuah tes. Penyesuaian waktu sanggup terjadi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
6. Penilaian dilakukan dengan menyesuaikan cara
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang diubahsuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, maka guru hendaknya melaksanakan penilaian dengan memodifikasi cara.
Contoh 1: Anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan motorik tangan, tidak sanggup mengerjakan soal ujian dengan cara tertulis, maka pelaksanaan test sanggup dilakukan dengan cara ekspresi atau menggunakan alat bantu tertentu (augmentative).
Contoh 2 : Penilaian berbahasa atau berkomunikasi bagi anak tunawicara, perihal keterampilan mendengarkan sanggup dikompensasikan dengan aspek keterampilan membaca.
Contoh 3 : Anak didik tunarungu tidak perlu dipaksa untuk mengikuti test pada aspek keterampilan mendengar. Akan tetapi gunakan berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat
Contoh 4 : Anak didik kesulitan berguru (learning disability) biasanya mempunyai kesulitan yang khas dalam bahasa atau berhitung. Mereka mengalami kesulitan mengolah informasi logis yang bersifat abstrak. Oleh lantaran itu penilaiannya tidak dilakukan secara kelompok tetapi dilakukan secara individual.
Contoh 5: Anak didik hiperaktif sulit sekali memusatkan perhatian pada satu objek atau peristiwa/kegiatan dan sangat gampang terganggu oleh stimulus eksternal. Oleh lantaran itu penilaianpada anak didik hiperaktif mustahil dilakukan secara kelompok, tetapi dilakukan secara individual. Penyesuaian cara sanggup teradi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing
7. Penilaian dilakukan dengan menyesuaikan materi
Penyesuaian materi yaitu penyesuaian tingkat kesulitan materi dan penggunaan bahasa dalam butir soal yang dilakukan guru dalam memperlihatkan tes atau kiprah lain yang bekerjasama dengan penilaianhasil berguru bagi ABK.
Contoh 1 : Anak didik autisme yang low function, mereka sangat sulit untuk mengikuti pelajaran yang tingkat kesulitannya sama menyerupai anak lainnya yang tidak punya hambatan pada tingkat kelas yang sama. Oleh lantaran itu tingkat kesulitan materi penilaianisesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak didik.
Penyesuaian materi sanggup terjadi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
8. Guru hendaknya mempunyai kesabaran dalam melaksanakan penilaian, lantaran ABK mungkin membutuhkan beberapa kali klarifikasi ketika melaksanakan test disbanding kan dengan anak pada umumnya Dalam menyimpulkan keseluruhan hasil penilaian guru hendaknya tetap melaksanakan komunikasi dengan pihak keluarga, dokter, terapis atau psikolog terkait dengan perkembangan anak.
H. Pengolahan Data Dan lnformasi Hasil Penilaian
Semua data dan informasi perihal anak yang telah terkumpul di dalam portofolio perlu diolah untuk dianalisis. Lakukan pengolahan secara berkala. Pengolahan bulanan perlu dilakukan semoga guru sanggup melaksanakan penilaian bulanan. Hasil pengolahan bulanan dijadikan pola untuk melaksanakan penilaian semester.
Langkah-langkah dalam pengolahan data sebagai berikut:
I. Pelaporan Perkembangan Anak
Pelaporan yaitu kegiatan mengomunikasikan hasil penilaian perihal tingkat pencapaian perkemba.ngan anak baik secara psikis maupun fisik yang dilakukan secara terjadwal oleh pendidik. Apabila terdapat pertumbuhan dan perkembangan yang tidak biasa pendidik sanggup berkonsultasi ke mahir yang relevan.
Pelaporan hasil penilaian berupa deskripsi capaian perkembangan anak, yang berisi perihal keistimewaan anak, kemajuan dan keberhasilan anak dalam belajar, serta hal-hal penting yang memerlukan perhatian dalam pengembangan diri anak selanjutnya.
Hasil penilaian dalam bentuk laporan tertulis sanggup disampaikan kepada orangtua sekali dalam satu semester, namun demikian, apabila hal-hal yang sangat mendesak dan penting untuk dilaporkan, maka sanggup segera dilakukan tanpa menunggu kurun waktu satu semester.
4) Penentuan Metode dan Teknik Penilaian;
Pendidik hendaknya mempertimbangkan pemilihan jenis metode dan teknik yang akan dipakai dalam penilaian yang sanggup diubahsuaikan dengan tujuan, waktu, dan kemampuan guru dalam menilai, dan kemampuan anak didik yang akan dinilai terutama pada ABK.
5) Penentuan cara menginterpretasikan;
Pendidik hendaknya sanggup menginterpretasikan hasil penilaian didasarkan pada kriteria yang telah dirumuskan untuk mendapat data aktual. Oleh lantaran itu, dalam mengintepretasikan data penilaian dilakukan per aspek perkembangan anak yang diperoleh dengan banyak sekali teknik penilaian yang telah ditetapkan.
6) Penentuan cara melaporkan.
Setelah penilaian selesai dilakukan, guru hendaknya melaporkan hasil penilaian dengan memilih waktu pelaporan, sasaran pelaporan dan format pelaporan yang akan digunakan.
G. Pelaksanaan Penilaian Inklusif Di RAPelaksanaan penilaian perkembangan anak dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan serta diarahkan untuk proses dan hasil, baik pada anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya dengan cara sebagai berikut:
- Guru hendaknya mencatat dan mengumpulkan informasi yang bekerjasama dengan perkembangan kemampuan anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya untuk di jadikan data.
- Tujuan penilaian perkembangan anak mengacu pada tingkat pencapaian perkembangan anak yang telah ditetapkan, sedangkan untuk ABK tingkat pencapaiannya berdasarkan dari kemampuan anaktersebut.
- Penilaian pada anak berkebutuhan khusus hendaknya diubahsuaikan dengan hambatan berguru dan hambatan perkembangan yang dialami oleh masing-masing anak tanpa harus memperlihatkan beban tugas.
- Penilaian pada ABK didisesuaikan dengan kernarnpuan, kebutuhan dan situasi kondisi anak.
- Penilaian diubahsuaikan dengan waktu yang dibutuhkan ABK. Yaitu, guru hendaknya memperlihatkan penambahan waktu dalam mengerjakan tes atau kiprah lain yang bekerjasama dengan penilaian hasil berguru sesuai denganjenis ABK yang dideritanya.
Contoh 1: Anak didik tunanetra memerlukan waktu lebih usang dalam mengerjakan ujian/tes, baik dibacakan oleh orang lain maupun dengan membaca sendiri dengan menggunakan huruf Braille, oleh lantaran itu dalam pelaksanaan penilaian diharapkan penambahan waktu.
Contoh 2: Anak didik tunadaksa yang mempunyai kelainan motorik tangan akan memerlu-ikan waktu yang lebih usang ketika menuliskan balasan sebuah tes. Penyesuaian waktu sanggup terjadi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
6. Penilaian dilakukan dengan menyesuaikan cara
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang diubahsuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, maka guru hendaknya melaksanakan penilaian dengan memodifikasi cara.
Contoh 1: Anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan motorik tangan, tidak sanggup mengerjakan soal ujian dengan cara tertulis, maka pelaksanaan test sanggup dilakukan dengan cara ekspresi atau menggunakan alat bantu tertentu (augmentative).
Contoh 2 : Penilaian berbahasa atau berkomunikasi bagi anak tunawicara, perihal keterampilan mendengarkan sanggup dikompensasikan dengan aspek keterampilan membaca.
Contoh 3 : Anak didik tunarungu tidak perlu dipaksa untuk mengikuti test pada aspek keterampilan mendengar. Akan tetapi gunakan berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat
Contoh 4 : Anak didik kesulitan berguru (learning disability) biasanya mempunyai kesulitan yang khas dalam bahasa atau berhitung. Mereka mengalami kesulitan mengolah informasi logis yang bersifat abstrak. Oleh lantaran itu penilaiannya tidak dilakukan secara kelompok tetapi dilakukan secara individual.
Contoh 5: Anak didik hiperaktif sulit sekali memusatkan perhatian pada satu objek atau peristiwa/kegiatan dan sangat gampang terganggu oleh stimulus eksternal. Oleh lantaran itu penilaianpada anak didik hiperaktif mustahil dilakukan secara kelompok, tetapi dilakukan secara individual. Penyesuaian cara sanggup teradi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing
7. Penilaian dilakukan dengan menyesuaikan materi
Penyesuaian materi yaitu penyesuaian tingkat kesulitan materi dan penggunaan bahasa dalam butir soal yang dilakukan guru dalam memperlihatkan tes atau kiprah lain yang bekerjasama dengan penilaianhasil berguru bagi ABK.
Contoh 1 : Anak didik autisme yang low function, mereka sangat sulit untuk mengikuti pelajaran yang tingkat kesulitannya sama menyerupai anak lainnya yang tidak punya hambatan pada tingkat kelas yang sama. Oleh lantaran itu tingkat kesulitan materi penilaianisesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak didik.
Penyesuaian materi sanggup terjadi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
8. Guru hendaknya mempunyai kesabaran dalam melaksanakan penilaian, lantaran ABK mungkin membutuhkan beberapa kali klarifikasi ketika melaksanakan test disbanding kan dengan anak pada umumnya Dalam menyimpulkan keseluruhan hasil penilaian guru hendaknya tetap melaksanakan komunikasi dengan pihak keluarga, dokter, terapis atau psikolog terkait dengan perkembangan anak.
H. Pengolahan Data Dan lnformasi Hasil Penilaian
Semua data dan informasi perihal anak yang telah terkumpul di dalam portofolio perlu diolah untuk dianalisis. Lakukan pengolahan secara berkala. Pengolahan bulanan perlu dilakukan semoga guru sanggup melaksanakan penilaian bulanan. Hasil pengolahan bulanan dijadikan pola untuk melaksanakan penilaian semester.
Langkah-langkah dalam pengolahan data sebagai berikut:
- Seluruh catatan skala capaian perkembangan harian disatukan berdasarkan indikator dari kompetensi dasar yang sama. Apabila dalam indikator yang sama dalam satu kompetensi dasar terdapat perbedaan capaian, maka capaian perkembangan yang tertinggi dijadikan capaian akhir.
- Semua kemampuan anak dianalisis untuk mengetahui capaian kemampuan anak, apakah anak tersebut berada pada kemampuan BB (Belum Berkembang), MB (Mulai Berkembang), BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan BSB (Berkembang Sangat Baik). Untuk memudahkan memilih kemampuan anak sebaiknya guru merujuk pada rubrik penilaian.
- Kumpulkan semua data anak yang diperoleh data ceklist, catatan anekdot, dan hasil karya untuk diolah.
- Semua data yang telah diolah sanggup dikumpulkan ke dalam satu format sehingga gampang untuk dibaca hasil dari capaian kemampuan anak pada tiap kompetensi dasar.
I. Pelaporan Perkembangan Anak
Pelaporan yaitu kegiatan mengomunikasikan hasil penilaian perihal tingkat pencapaian perkemba.ngan anak baik secara psikis maupun fisik yang dilakukan secara terjadwal oleh pendidik. Apabila terdapat pertumbuhan dan perkembangan yang tidak biasa pendidik sanggup berkonsultasi ke mahir yang relevan.
Pelaporan hasil penilaian berupa deskripsi capaian perkembangan anak, yang berisi perihal keistimewaan anak, kemajuan dan keberhasilan anak dalam belajar, serta hal-hal penting yang memerlukan perhatian dalam pengembangan diri anak selanjutnya.
Hasil penilaian dalam bentuk laporan tertulis sanggup disampaikan kepada orangtua sekali dalam satu semester, namun demikian, apabila hal-hal yang sangat mendesak dan penting untuk dilaporkan, maka sanggup segera dilakukan tanpa menunggu kurun waktu satu semester.
Laporan hasilpenilaian perkembangan anak berkebutuhan khusus sanggup dilakukan secara:
1. Lisan
Laporan ekspresi sanggup dilakukan kapan saja, sesuai dengan kebutuhan, dan biasanya terkait dengan perkembangan penting dan mendesak harus segera diketahui oleh orangtua. Beberapa perkembangan yang disampaikan secara ekspresi antara lain:
a. Perkembangan penting yang lantaran sifat dan kebutuhannya harus segera disampaikan kepada orangtua untuk ditindaklanjuti.
b. Perkembangan penting tersebut sulit disampaikan secara tertulis, contohnya lantaran sifatnya yang cukup kompleks sehingga perlu penjelasan.
c. Perkembangan yang akan disampaikan bersifat "sensitif", sehingga apabila disampaikan seca.ra tertulis sanggup menjadikan ketersinggungan pada orangtua atau pihak lain
d. Karakteristik orangtua yang tidak memungkinkan membaca laporan perkembangan anak secara tertulis, contohnya lantaran buta aksara, terlalu sibuk, kurang bisa memahami bahasa tulis, dan sebagainya.
2.Tertulis
Laporan tertulis biasanya dilakukan sekali dalam semester, dan dalam bentuk deskriptif atau naratif. Hal-hal yang dilaporkan terkait dengan capaian perkembangan setiap kompetensi dasar berdasarkan acara pengembangan (nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyampaian laporan secara tertulis antara lain:
a. Penggunaan bahasa yang santun
b. Menyampaikan kekuatan dan keunggulan anak, sebagai bentuk capaian kompetensi dasar pada setiap acara pengembangan
c. Apabila terdapat kompetensi dasar yang belum tercapai, maka disampaikan dalam bentuk rekomendasi, yang bersifat operasional dan sanggup dilaksanakan oleh orangtua.
d. Penyampaian laporan tertulis hendaknya juga diikuti dengan penyampaian secara ekspresi kepada orangtua
BAB VI PENUTUP
Pendidikan inklusif dimulai pada masa kritis atau masa sensitif semenjak anak usia dini. Rangsangan yang diberikan pada usia dini yang sanggup meningkatkan seluruh aspek perkembangannya. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada dikala usia dini akan memberi efek negatif bagi perkembangan anak.
Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan inklusif di forum RA meliputi: penciptaan komunitas kelas yang hangat, menenma keanekaragaman, menghargai perbedaan, perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar; penyiapan Pendidik untuk mengajar secara interaktif; penyediaan dorongan bagi pendidik dan kelasnya secara terus menerus dan meminimalisir hambatan, kemitraan dengan multidiplin ilmu dan profesi serta pelibatan orang bau tanah secara bermakna semenjak proses perencanaan.
Pendidik dalam setting kelas inklusif harus menguasai strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan karakteristik/kekhususan anak didiknya. Hal ini dikarenakan masing-masing Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mempunyai karakteristik pembelajaran yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Sehingga Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA ini diharapkan sanggup dijadikan sumber atau pola dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran sanggup tercapai dengan optimal.
Laporan ekspresi sanggup dilakukan kapan saja, sesuai dengan kebutuhan, dan biasanya terkait dengan perkembangan penting dan mendesak harus segera diketahui oleh orangtua. Beberapa perkembangan yang disampaikan secara ekspresi antara lain:
a. Perkembangan penting yang lantaran sifat dan kebutuhannya harus segera disampaikan kepada orangtua untuk ditindaklanjuti.
b. Perkembangan penting tersebut sulit disampaikan secara tertulis, contohnya lantaran sifatnya yang cukup kompleks sehingga perlu penjelasan.
c. Perkembangan yang akan disampaikan bersifat "sensitif", sehingga apabila disampaikan seca.ra tertulis sanggup menjadikan ketersinggungan pada orangtua atau pihak lain
d. Karakteristik orangtua yang tidak memungkinkan membaca laporan perkembangan anak secara tertulis, contohnya lantaran buta aksara, terlalu sibuk, kurang bisa memahami bahasa tulis, dan sebagainya.
2.Tertulis
Laporan tertulis biasanya dilakukan sekali dalam semester, dan dalam bentuk deskriptif atau naratif. Hal-hal yang dilaporkan terkait dengan capaian perkembangan setiap kompetensi dasar berdasarkan acara pengembangan (nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyampaian laporan secara tertulis antara lain:
a. Penggunaan bahasa yang santun
b. Menyampaikan kekuatan dan keunggulan anak, sebagai bentuk capaian kompetensi dasar pada setiap acara pengembangan
c. Apabila terdapat kompetensi dasar yang belum tercapai, maka disampaikan dalam bentuk rekomendasi, yang bersifat operasional dan sanggup dilaksanakan oleh orangtua.
d. Penyampaian laporan tertulis hendaknya juga diikuti dengan penyampaian secara ekspresi kepada orangtua
BAB VI PENUTUP
Pendidikan inklusif dimulai pada masa kritis atau masa sensitif semenjak anak usia dini. Rangsangan yang diberikan pada usia dini yang sanggup meningkatkan seluruh aspek perkembangannya. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada dikala usia dini akan memberi efek negatif bagi perkembangan anak.
Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan inklusif di forum RA meliputi: penciptaan komunitas kelas yang hangat, menenma keanekaragaman, menghargai perbedaan, perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar; penyiapan Pendidik untuk mengajar secara interaktif; penyediaan dorongan bagi pendidik dan kelasnya secara terus menerus dan meminimalisir hambatan, kemitraan dengan multidiplin ilmu dan profesi serta pelibatan orang bau tanah secara bermakna semenjak proses perencanaan.
Pendidik dalam setting kelas inklusif harus menguasai strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan karakteristik/kekhususan anak didiknya. Hal ini dikarenakan masing-masing Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mempunyai karakteristik pembelajaran yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Sehingga Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA ini diharapkan sanggup dijadikan sumber atau pola dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran sanggup tercapai dengan optimal.
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768. Semoga bisa bermanfaat.
Advertisement